100. Devon (Saat ini)

75 15 4
                                    

Sedari pagi sehabis sholat Subuh aku berjalan mondar-mandir di pinggir kolam koi sambil melakukan hal yang tidak cukup berguna. Menghitung jumlah bunga melati yang mekar dan mencium baunya satu persatu, mengamati sarang katak, dan berbicara dengan ikan-ikan koi kesayanganku yang selalu rakus. Sesekali aku jogging ringan, angkat beban, lari di treadmill, lalu kembali mondar-mandir tidak jelas. Cuaca sangat bagus sehingga aku tidak ingin berdiam diri di dalam kamar. Langit berwarna biru muda indah dan angin sepoi-sepoi seperti menambah indahnya pagi ini. Bik Nah sudah menyiapkan sarapan buah untukku di gazebo. Bau manis nanas madu cukup menggugah seleraku untuk makan. Tapi saat aku pergi ke gazebo untuk sarapan buah, ternyata aku tidak sanggup menghabiskan semuanya.

Aku lapar, tetapi anehnya tidak begitu berselera makan. Apa karena Boss tidak menemaniku sarapan pagi ini?

Aku mendengus keras. Merasa kesal dengan diri sendiri yang bertingkah aneh. Tidak bertemu selama 2 hari dengan Boss ternyata membuatku merasa tidak nyaman. Kami hanya berkomunikasi lewat telepon karena Boss butuh istirahat dan aku harus mendekam sementara di rumah. Kami memang berkomunikasi tapi semuanya membicarakan tentang pekerjaan karena media masih ribut mengulas tentang pernyataan kontroversialku saat pers conference film Fatamorgana.

Dari suaranya, Boss nampak seperti biasanya menanggapiku. Menginstruksikan ini itu dengan sistematis dan melaporkan hasil evaluasi beberapa pekerjaan yang sudah aku lakukan sebelumnya, mengecek kondisi kesehatanku dan menyuruhku rutin mengkonsumsi aneka suplemen dan minum infused water kurma di pagi hari.

Boss sibuk bekerja seperti biasa. Ia tidak menyinggung lagi pernyataannya ingin resign dari posisinya sebagai manajerku. Hal itu membuatku merasa sangat lega. Paling tidak selama beberapa waktu ke depan, Boss masih akan bersamaku.

Aku bisa menerima alasan Boss tidak ingin bertemu denganku dulu. Boss masih membutuhkan waktu untuk menyimpulkan bagaimana sebenarnya perasaannya padaku.

Tiba-tiba ponselku berpendar. Ada pesan masuk.

Dari Boss.

"Apa aku bisa telpon kamu?"

Pesan singkat itu aku jawab dengan langsung menekan tombol untuk menelpon Boss.

"Halo?"

"Eh, aduh. Kenapa kamu langsung telepon sih? Bikin kaget aja." ujar Boss terdengar beneran kaget.

"Ada apa?" jawabku sambil tersenyum membayangkan raut wajah Boss yang kaget.

"Apa... kita bisa ketemu? Aku ingin ngobrol tentang sesuatu."

"Boss sudah kangen, ya?" godaku.

Aku mendengar Boss mendengus menahan tawa.

"Baru dua hari nggak ketemu. Masa sudah kangen?" godaku lagi. "Aku ternyata memang ngangenin, ya?"

Hening.

Boss seperti berpikir sejenak sebelum menjawab, "Mungkin."

Jawaban singkat Boss membuatku berdiri terpaku dan tidak mempercayai pendengaranku sendiri.

Tunggu... Boss tadi bilang apa?

"Dev, apa kita bisa ketemu nanti malam?" tanya Boss membuyarkan lamunanku.

"Bi-... Bisa! Bisa. Aku jemput, ya?" tawarku sambil berusaha meredakan kekagetanku.

"No! No! Aku yang akan ke rumahmu,"

"Boss mau ke rumah?" tanyaku kembali tidak mempercayai telingaku sendiri.

"Yep. Kamu tunggu aja di taman belakang, ya?"

Reading RainbowWhere stories live. Discover now