29. Ranti (2 Tahun Lalu)

84 16 0
                                    

Devon menatapku tanpa berkedip. Lalu ganti menatap piring saji di meja makan.

"Ini... dadar telur?" tanya Devon tidak yakin. Alis tebalnya bertaut tanda sedang berpikir keras.

"Iya dong," jawabku yakin.

"Kenapa...aku merasa dadar ini habis jatuh di got?" celetuk Devon tanpa ragu.

"Kamu ini ya... Bisanya cuma mengkritik," sungutku kesal. "Itu dadar resep asli Miss Ranti. Oke?"

"Tapi apa penampilannya harus dekil begini?"

"Itu karena aku mencampur kecap manis di dalam adonan telurnya. Jadinya warnanya saat matang ya begitu. Coklat kehitaman. Very exotic,"

"Boss yakin tadi benar-benar tidak menambahkan senyawa lain yang berbahaya?"

"Yakin," sahutku ketus. "Ya tapi sebenarnya tadi ingin aku taburi butiran uranium sih. Tapi nggak jadi,"

Devon mengangkat piring saji berisi dadar telur kecap yang asapnya mengepul karena baru matang. Ia mengamati telur dadar coklat kehitaman itu dengan seksama. Aku tidak tahu ia sengaja menggodaku atau memang betulan merasa kuatir aku meracuni makanannya.

"Sudah, nggak usah dimakan kalau ragu-ragu," ujarku sambil hendak mengambil piring saji berisi dadar telur eksotis di atasnya. Tapi Devon dengan tangkas menurunkan piring saji ke atas meja.

"No. Saya akan memakannya sendiri,"

"Kamu nggak mau membaginya denganku?" tanyaku heran.

"No. Biar nanti kalau ternyata memang ini beracun, saya sendiri yang kena," jawab Devon tengil sambil mulai mengiris telur dadar di depannya.

Hampir saja aku mengambil paksa telur dadar eksotis dari tangan Devon ketika tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku segera menerima panggilan karena kuatir ada hubungannya dengan pekerjaan Devon.

"Halo?"

Aku mendengarkan dengan seksama sebelum mengenali suara di seberang telpon.

"Ranti, kan? Apa kabar? Aku Febby!"

Aku tersenyum mendengar nama itu disebut. Febby adalah salah satu teman dekatku saat kuliah. Kami memang tidak seberapa sering bertemu, tapi hubungan kami selalu baik sejak dulu.

"Hai, Febby. Alhamdulillah aku baik. Kamu gimana?"

"Baik banget. By the way, Ran. Gimana kalau kita ketemuan? Rima dan suaminya kemarin nggak sengaja ketemu aku dan anak-anak saat main ke mall. Dan hari ini rencananya kami akan ngumpul makan malam malam bareng jam tujuh di Pablo's Kitchen. Kamu ikut gabung, yuk!" cerocos Febby dengan semangat.

"Seru juga tuh. Sebentar, ya?" aku menoleh ke arah Devon yang menatapku dengan ekspresi penasaran.

"Dari siapa?" tanya Devon datar.

"Teman lama," sahutku cepat. "Emm, Devon. Setelah makan, aku ijin langsung pulang, ya?"

"Kenapa?" tanggap Devon cepat. Nampak sekali ia tidak suka mendengarku ingin segera pulang karena memang aku baru saja datang untuk memasakkan dia telur dadar.

Reading RainbowWhere stories live. Discover now