40. Devon (2 Tahun Lalu)

94 16 0
                                    

     Seharusnya semua cewek tahu betapa berbahayanya emoticon bentuk hati jika dikirimkan pada seorang cowok. Terlebih lagi pada cowok yang menyukai mereka. Emoticon kecil itu bisa dengan ajaib bereaksi hebat terhadap kami, kaum Adam. Jantung rasanya berdetak lebih rajin sehingga membuat perasaan tidak nyaman di dada dan perut. Belum lagi lonjakan perasaan bahagia yang berlebihan sehingga membuat kami gagal fokus. Dan timbul kebiasaan baru dimana kami akan berkali-kali membaca ulang pesan dengan emoticon hati tersebut. Parahnya, kami bisa senyum-senyum sendiri tanpa bisa dicegah.

     Dan itu yang terjadi padaku pagi ini.

     Tunggu...

      Barusan tadi apa aku mengakui bahwa aku menyukai Boss?

      Tidak...tidak... Ini tidak mungkin. Aku hanya merasa kasihan pada Boss yang harus berjuang keras sebagaintulangnpunggung keluarga. Tidak lebih.

      Hari ini Boss aku istirahatkan karena aku merasa bahwa dekat dengan ibunya adalah hal paling berguna bagi Boss saat ini untuk mengembalikan mood baiknya.

     Maka pagi ini aku pergi sendirian tanpa ditemani Pak Misbah. Karena aku harus menuju sebuah tempat yang agak unik dan aku tidak mau Pak Misbah nanti bercerita ke Bik Nah atau ke Boss.

     Tidak sulit menemukan tempat ini. Tempatnya luas dan banyak pohon rindang. Mengingatkan aku saat masih kecil dulu. Ada banyak anak-anak berlarian di lapangan tengah bermain sepakbola. Setelah memarkir mobil, aku keluar dan segera merasakan angin sejuk menerpa wajahku. Udara bersih saat pagi hari karena berada di bawah pohon besar memang menyegarkan.

     Tiba-tiba seorang anak kecil berlarian dari lapangan bola ke arahku. Anak laki-laki itu tersenyum sangat lebar sambil berlari ke arahku. Aku tersenyum padanya.

     Aku tidak menyangka dia akan langsung memeluk pinggangku erat saat sudah berada di dekatku. Aku melepaskan pelukannya dengan lembut dan duduk berjongkok untuk bicara padanya.

     "Hai, Ray. Apa Oom terlambat?" tanyaku padanya.

     "Enggak, Oom. Ayo kita ke kelas!" ajak Ray sangat antusias. Matanya berbinar. Ray langsung menggandeng tanganku dan menyeretku menuju ke kelasnya.

     Sepanjang perjalanan ke kelasnya, seperti yang sering terjadi biasanya, para orang dewasa yang mengenaliku langsung membelalak kaget. Beberapa ibu-ibu yang sedang duduk menunggui anaknya langsung berdiri dan berkasak-kusuk antusias.

     "Eh, itu Devon kan, mbak yu?" tanya seorang ibu-ibu kepada temannya yang melongo melihatku.

     "Mimpi apa aku semalam! Pagi ini nganter anak bonus ketemu pangeran!"

      "Yaa Allah! Ada ya manusia seganteng Devon!"

      "Wah, aslinya ternyata jauh lebih ganteng!"

      "Jeng, kita harus foto bareng Devon!"

      "Mbak yu, jangan sampai ketahuan suaminya loh, ya!"

      Aku tersenyum ramah pada ibu-ibu tersebut. Dan mereka langsung heboh mengikik antusias satu sama lain. Saling towel dengan genit sambil ketawa-ketiwi.

     Aku berharap kelas Ray tidak akan terlalu jauh. Supaya aku tidak terlalu lama memasang senyum ramahku yang sering membuat pipiku rasanya kram.

     "Oom! Ini kelasku! Ayo masuk!" ajak Ray saat di depan pintu kelasnya.

     Aku tersenyum padanya dan mengikutinya masuk ke dalam kelas. Ternyata di dalamnya banyak para orangtua sedang duduk di bagian belakang kelas. Hari ini adalah 'Parents-children Day', dimana para orangtua mengamati anak-anaknya saat sedang belajar dan kemudian anak-anak secara bergantian mengenalkan orangtuanya pada teman-temanya.

Reading RainbowWhere stories live. Discover now