7. Ranti (2 Tahun Lalu)

110 16 4
                                    

Rambut hitam lurusnya dibiarkan sedikit berantakan di bagian depan. Alisnya tebal sempurna klop membingkai sepasang mata biru gelapnya yang dingin dan angkuh. Hidungnya mancung dan wajahnya bergurat tegas ala aristrokrat Inggris. Bibirnya tidak tebal juga tidak tipis. Sangat pas melengkapi ketampanan campuran Jerman-Indonesia miliknya. Badannya tinggi tegap dan atletis meski ia terlihat ingin menyembunyikannya di balik T-shirt biru muda yang dipadukan sweater putih longgar. Dia mengenakan celana putih yang pas dan cuttingnya di atas mata kaki. Hal ini membuatnya terkesan semakin tinggi. Dia hanya mengenakan flip-flop berwarna putih sebagai alas kaki.

Devon Regner.

Baru kali ini aku melihat sosoknya dari dekat. Meski sebenarnya aku pernah beberapa kali bertemu dengannya karena pekerjaanku yang memungkinkan aku selalu berada di lingkungan produksi film, tetap saja aku terpesona.

Tidak heran banyak gadis muda bahkan tante-tante terbius oleh ketampanannya. Devon Regner benar-benar mempunyai pesona luar biasa.

"Tepat waktu." ujar Devon dengan suara yang berat dan terdengar merdu. Hmm... Mendengar suara Devon aku jadi bergumam dalam hati bahwa Allah menciptakan makhluk yang satu ini begitu sempurna fisiknya.

"Tentu," tanggapku datar. "Saya selalu begitu."

Devon tiba-tiba tersenyum tipis. Senyum yang membuatnya terlihat sangat dingin dan menjengkelkan.

"Mbak Ranti adalah manajer saya yang ke-... Ah... entahlah. Yang jelas, saya menantikan kerjasama yang baik dan solid di antara kita." ujar Devon dengan mata berkilat penuh siasat.

"Saya juga menantikan hal itu." tanggapku datar.

Devon tersenyum tipis mendengar jawabanku. Dia lalu melangkah mendekat ke arahku. Saat sudah berdiri dekat di hadapanku, aku bisa mencium aroma parfum mahal Devon. Hanya Allah yang tahu seberapa banyak Devon menyemprotkan parfumnya hingga ia bisa sewangi ini. Devon menatapku sambil terus tersenyum penuh siasat. Lalu tiba-tiba ia mengulurkan tangannya mengajakku berjabat tangan.

Aku melihat sekilas ke arah tangan kanannya yang terulur, lalu aku menatap Devon sambil tersenyum.

"Maaf, saya tidak bisa menjabat tangan anda. Tapi saya berterima kasih atas kepercayaan anda menerima saya sebagai manajer," ujarku lugas sambil menangkupkan kedua telapak tanganku di depan dada untuk menolak ajakan Devon bersalaman.

Devon berdiri mematung sejenak sambil menatapku agak lama sebelum akhirnya ia menarik tangan kanannya kembali.

"Baru kali ini ada yang menolak menjabat tangan saya," ujar Devon kemudian. Terdengar nada penasaran di dalamnya. Ia memandangi tangannya sendiri sambil menyipitkan mata.

"Bukan tidak mau. Tapi tidak bisa," tanggapku santai berusaha agar Devon tidak tersinggung.

"Tidak bisa kenapa? Banyak gadis berjilbab yang berebut ingin salaman dengan saya." tanya Devon dengan tatapan mata penuh selidik.

Aku tersenyum mendengar argumen penuh rasa penasaran Devon. Lalu aku menjawab, "Saya hanya ingin menjalankan perintah agama semampu saya. Ya kalau saya sih berasumsi bahwa mungkin mereka belum tahu informasi bahwa wanita muslim sebenarnya tidak boleh sembarangan disentuh."

Devon menatapku dalam diam. Sepertinya ia menyelidiki apakah aku serius ataukah hanya basa-basi. Jika aku tidak ingat dia adalah aktor muda paling menjengkelkan, mungkin saat ini aku sudah berdebar ditatap sedemikian fokus oleh Devon.

"Baiklah," sahut Devon setelah beberapa saat menatapku dengan penuh rasa penasaran. "Saya hargai prinsip mbak Ranti."

"Terima kasih," tanggapku singkat.

"Hari ini saya harus ke beberapa tempat. Tolong atur semuanya agar tidak ada jadwal yang overlap. Saya akan berikan nomor kontak agensi saya. Mbak Ranti akan mendapat semua jadwal saya setahun ke depan." jelas Devon tidak mempedulikan ekspresi wajahku yang keheranan.

"Jadi hari ini saya sudah bekerja?" tanyaku akhirnya setelah Devon selesai mengoceh.

"Ya, tentu. Mbak Ranti adalah manajer Devon Regner," terang Devon memberikan penekanan suara saat menyebut namanya dengan bangga. "Tidak ada kata santai dalam kamus semua manajer saya."

Mendengar hal itu, aku merasa kesal sekaligus tertantang. Bocah tengil ini ternyata memang sangat menjengkelkan dan narsis persis seperti rumor yang beredar di kalangan selebriti dan dunia perfilman.

"Oke," ujarku setelah menarik napas panjang. "Saya akan mengatur semuanya. Tolong berikan nomor telpon agensi Anda."

Devon menatapku dengan sorot mata curiga dan tidak yakin.

"Kenapa?" tanyaku melihat reaksi Devon yang aneh.

"Mbak Ranti yakin bisa mengatur semua jadwal saya hari ini?" tanya Devon sambil memasukkan tangan kanannya ke saku celananya. Gesturnya ini benar-benar menggambarkan bahwa Devon telah memandang kemampuan dan pengalamanku sebelah mata.

"Seperti kata Anda barusan, saya adalah manajer Devon Regner," sahutku menirukan nada Devon saat menyebutkan namanya. "Tidak ada kata tidak bisa di dalam kamus saya."

Devon mendengus tertawa. Aku berani bersumpah. Devon terlihat luar biasa tampan saat tertawa lepas. Jauh lebih tampan saat dia tertawa di layar bioskop.

"Siap, Boss. Saya akan berikan nomornya." ujar Devon setelah tawanya reda.

"Boss?" ulangku bertanya dengan dahi berkerut karena heran.

"Iya. Boss. Saya akan memanggil mbak Ranti dengan sebutan itu mulai sekarang," jawab Devon dengan raut wajah acuh. "Keberatan?"

Aku mengangkat bahuku lalu menjawab, "Tidak."

"Good. Sekarang saya akan ke dalam untuk mengambil ponsel." sahut Devon sambil meletakkan kaleng makanan ikan yang sedari tadi dibawanya di dekat kakinya. Tapi lalu dia mengambil kaleng itu lagi dan menyodorkannya padaku.

"Tapi bisakah Boss membantu saya memberi makan ikan-ikan koi di kolam? Tadi saya belum selesai memberi mereka makan saat Boss tiba-tiba datang." ujar Devon dengan senyum mencurigakan. Aku yakin dia sedang merencanakan sesuatu yang licik. Hanya Allah yang mengetahui ada apa di balik senyum Devon yang mencurigakan.

Aku mengambil kaleng makanan ikan dari tangannya tanpa curiga. Lalu sambil tersenyum aku berkata, "Oke."

Devon tersenyum lalu berjalan bergegas menuju ke rumah utama. Aku pun berjalan menuju jembatan bambu untuk memberi makan ikan-ikan koi milik Devon.

Ikan-ikan koi itu rupanya memahami bahwa aku datang untuk memberi mereka makan. Mereka langsung berenang mendekat ke arahku dengan antusias.

Aku tersenyum melihat semangat mereka. Lalu dengan tanpa curiga, aku membuka kaleng makanan ikan koi yang diberikan Devon padaku. Saat tutup kaleng terbuka, tiba-tiba dari dalam kaleng melompatlah seekor katak gembul tepat ke dadaku.

Aku terkesiap kaget. Meski aku tidak takut katak, tapi tetap saja hal itu mengagetkan aku yang tidak pernah menduga bakalan ada seekor katak melompat dari dalam kaleng makanan ikan.

Katak gembul itu rupanya juga panik, sehingga setelah melompat ke dadaku, ia kembali melompat jauh dan menghilang di sela-sela bebatuan dinding kolam ikan koi.

Aku mendengus kesal.

Devon Regner, kamu benar-benar menyebalkan!!!

Reading RainbowTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon