99. Ranti (Saat Ini)

56 15 2
                                    

Aroma ini akrab rasanya di hidungku... Dimana biasanya aku mencium aroma ini, ya?

Tunggu...

Aku ada dimana?

Perlahan aku mulai membuka mata. Cahaya lampu langsung membuatku otomatis kembali menutup mata karena merasa silau.

"Ranti? Kamu nggak apa-apa, kan? Ranti... Ini aku, Tisya."

Tisya?

Mengapa dia ada di kamarku?

Aku kembali mencoba membuka mata meski rasanya kelopak mataku terasa sangat berat. Aku merasa sekujur tubuhku ngilu dan berdenyut.

"Air..." gumamku karena merasa bibirku sangat kering dan pahit.

"Ini. Ayo minum dulu," suara Tisya kembali terdengar di dekatku.

Aku kembali mencoba membuka mata untuk melihat sendiri apakah memang benar ada Tisya di kamarku.

Setelah gambar samar, kini aku bisa membuka mataku lebih lebar meski rasanya dengan begitu aku merasa pusing.

"Kamu pusing, ya? Ayo minum dulu," ujar Tisya yang kini sudah terlihat jelas dalam pandanganku. Rambut warna merahnya terkesan lebih mencolok saat ini. Ia sedang menyodorkan gelas dengan sedotan stainless steel yang mengarah padaku.

Aku sebenarnya ingin meraih gelas dengan tanganku sendiri. Tapi tanganku rasanya ngilu dan nyeri. Beratnya jadi bertambah. Maka aku mengurungkan niat dan memilih untuk langsung minum dari sedotan.

Setelah air putih segar menyentuh kerongkonganku, rasanya ada energi menyejukkan yang menyebar ke seluruh tubuhku. Kelopak mataku jadi tidak seberat tadi. Dan aku merasa lebih berenergi.

"Demammu sudah turun. Dokter tadi bilang bahwa kamu tidak sakit parah. Kamu pingsan karena kelelahan dan stress berat," jelas Tisya sambil meletakkan gelas di meja.

"Aku... pingsan?" tanyaku pelan.

"Lho kamu lupa? Tadi kamu pingsan. Badanmu panas sekali,"

Sontak aku tersadar.

Ini bukan kamarku. Aroma pengharum ruangannya, interiornya yang serba putih, dan tempat tidur lebar yang bantalnya besar... ini kamar Devon!

Aku memaksa diri untuk bangkit. Tapi kepalaku sangat pusing dan dunia rasanya berputar. Aku kembali menyandarkan kepalaku ke bantal dan memejamkan mata untuk meredakan pusing yang membuat pelipisku seperti berdenyut.

Tidak, tidak. Mengapa jadi begini? Mengapa aku malah sekarang tidur di sini?

Di kamar Devon.

Mengingat hal itu kembali, rasa cemas mulai menghinggapi benak dan pikiranku.

"Jangan bangun dulu. Kamu masih belum pulih benar, Ranti. Istirahatlah dulu," omel Tisya. Ia menarik naaps dalam-dalam. "Kamu ini cemas masalah apa? Aku belum pernah ngelihat kamu sampai seperti ini. "

Aku diam mendengar pertanyaan Tisya. Bukan karena aku tidak ingat. Tapi aku ingat semuanya.

Sebelumnya Devon terang-terangan menyatakan perasaannya dan bahkan berani melamarku! Saking terkejutnya aku jadi kehilangan keseimbangan dan kesadaran. Hingga di sinilah aku sekarang.

"Sya... yang bawa aku ke kamar ini... siapa?" tanyaku kuatir tapi berusaha tenang.

"Lho? Ya tentu aja Devon. Di rumah ini hanya ada Devon, Bik Nah dan Pak Misbah. Saat kamu pingsan, Pak Misbah lagi nyuci mobil dan Bik Nah lagi di dekat kolam renang belakang,"

Reading RainbowWhere stories live. Discover now