39. Ranti (4 Tahun Lalu)

166 13 0
                                    

      Syuting hari ini akhirnya selesai. Kami semua sudah nampak kelelahan dan hanya sanggup untuk berpamitan sekenanya. Aku sendiri merasa tenggorokanku agak perih. Sehingga hanya mampu melambaikan tangan dan mengangguk hormat untuk pamit pada para crew film. Mataku juga sudah terasa sangat berat karena ingin tidur.

     Dengan langkah gontai aku menuju mobil untuk pulang. Mas Ramli sudah siap di kemudi untuk mengantarku dan Brendan menuju rumah masing-masing.

     Sesampainya di mobil, Brendan nampaknya juga belum datang. Maka aku langsung masuk dan duduk di kursi yang aku rebahkan sandarannya. Aku akan mengambil kesempatan ini untuk tidur sejenak.

     Benar saja. Saat merebahkan punggung ke kursi, rasanya aku tidak sanggup menahan kantuk lagi. Aku sangat lelah...

*************************************

     Aku tiba-tiba terbangun karena teringat belum sampai rumah. Aku perlahan bangun dan berusaha memfokuskan pandangan memperhatikan jalan dari jendela mobil. Sepertinya sudah hampir sampai rumahku.

     Aku melirik kursi di sampingku yang kosong. Berarti Brendan sudah diantar duluan untuk pulang ke rumahnya.

     "Brendan tadi masuk mobil jam berapa, Mas?" tanyaku dengan suara sedikit serak.

     "Sekitar 10 menit setelah mbak Ranti masuk." jawab mas Ramli sambil melihatku dari kaca spion depan.

     "Oh, ya sudah kalau gitu. Terima kasih sudah mengantarkan Brendan, Mas. Maaf, tadi saya ngantuk sekali." tanggapku sambil meregangkan otot-otot tanganku.

    "Sama-sama, mbak."

    Hening sejenak. Mas Ramli kembali melirikku dari kaca spion depan.

     "Ada apa, mas? Apa ada yang mau diomongin?" tanyaku merasa bahwa mas Ramli ingin mengatakan sesuatu.

     "Saya... sebenarnya bingung mau ngomong atau tidak, mbak,"

     "Loh kenapa, mas? Ngomong aja," tanggapku santai.

     Mas Ramli diam sejenak. Meski ia sudah cukup lama jadi sopir agensi dimana aku bekerja, rupanya mas Ramli masih sangat menaruh rasa segan padaku. Untuk umurnya yang sekitar 30 tahunan, mas Ramli nampak lebih tua. Mungkin karena kerasnya kehidupan yang ia jalani demi menafkahi istri dan 2 putrinya yang masih kecil.

     "Maaf sebelumnya, mbak. Tapi... apa... mas Brendan itu pacarnya mbak Ranti?" tanya mas Ramli dengan nada ragu-ragu.

     "Ha?! Jelas bukan lah, mas!" sanggahku terkejut. "Kok mas Ramli bisa nanya kayak gitu?"

     Mas Ramli tersenyum malu. Lalu berkata, "Maaf, mbak. Soalnya saya tadi melihat mas Brendan kok tumben beda."

     "Beda gimana, mas?" tanyaku penasaran.

     "Ya tadi saat mbak Ranti tidur, saya pergi ke toilet dulu karena mas Brendan belum datang. Lalu saat saya kembali, saya melihat mas Brendan sudah di dalam mobil," jelas mas Ramli agak ragu lagi.

     "Lalu?" tanyaku mulai gusar. Aku tiba-tiba kuatir mas Ramli melihat sesuatu yang tidak semestinya.

     "Ya lalu... saat saya masuk mobil, mas Brendannya sedang..."

     "Sedang apa, mas?!" sergahku mulai panik.

     "Anu... Mas Brendan lagi ngeliatin mbak Ranti tidur," jawab mas Ramli mulai kuatir karena nada suaraku yang panik.

Reading RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang