64. Devon (1,3 Tahun Lalu)

67 17 0
                                    

"APA?! Jangan konyol! Pasang aja sendiri!"

Seruan kaget Boss ditambah ekspresi ngerinya saat kuminta untuk memasangkan topi baseball padaku semakin membuatku bersemangat menggodanya. Meski Boss sering tampil percaya diri dan cenderung cuek, ia memiliki aneka ekspresi wajah yang menarik. Itu sebabnya aku seperti tidak pernah kehabisan ide menggodanya. Aku suka mengamati ekspresi Boss. Mungkin karena aku seorang aktor, aku jadi otomatis tertarik mengamati mimik wajah seseorang.

"Kalau begitu saya akan keluar tanpa memakai topi," ujarku tidak mau kalah.

Boss mendengus kesal dan tetap tidak bergeming. Topi baseball navy di tangannya tidak jadi dilempar ke arahku.

"Boss kan harus memasang topi saya dengan baik agar saya tidak ketahuan," lanjutku lagi beralasan. "Boss kan tadi bilang sendiri kalau saya ini terlalu mencolok."

Boss menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum menanggapiku.

"Oke. Fine. Aku tidak mau berdebat denganmu," ujar Boss akhirnya mengalah. "Sini!"

Aku bersorak kegirangan dalam hati. Aku mendekatkan kepalaku pada Boss agar ia bisa memasangkan topi baseball di kepalaku.

Boss mencondongkan tubuhnya ke arahku. Ia lalu melesakkan topi baseball di kepalaku dengan hati-hati. Dengan posisi ini, aku jadi bisa mengamati wajah Boss dari dekat.

Boss punya garis wajah yang jelas dan tegas. Manik matanya hitam pekat dan besar. Bulu matanya lentik dan tebal. Kelopak matanya tegas dan dalam. Alisnya tebal dan bentuknya agak menukik. Jika diamati dari dekat begini, rambut-rambut halus alisnya di bagian pangkal hampir menyambung. Ini yang membuat Boss nampak cerdas dan ekspresinya terkesan dingin. Hidungnya sebenarnya tidak terlalu mancung, tapi bentuknya cukup runcing. Bibirnya agak tebal tetapi cukup mungil. Kulitnya kuning langsat. Tidak putih sepertiku. Tapi kulitnya terlihat sehat dan terawat baik. Ternyata, Boss sebenarnya berwajah sangat manis.

Aku merasakan jemari Boss di pelipisku. Ia sedang merapikan poniku yang turun. Saat Boss melesakkan topiku lebih dalam, tepat pada saat itu mata kami bertemu.

Boss menatapku dengan sorot matanya yang jernih. Aku balas menatapnya dan pelan-pelan tersenyum.

PAKK!!

"Aduh!" erangku kaget karena Boss tiba-tiba memukul ujung topiku dengan spontan.

"Nggak usah senyam-senyum!" tukas Boss galak. "Ayo cepat turun!"

Aku melongo kaget. Boss membuka pintu mobil, menyambar tas ranselnya, lalu bergegas turun dari mobil dengan tangkas.

Aku segera menyadarkan diri dari kekagetanku lalu mengikuti Boss turun dari mobil.

"Kenapa malah dipukul sih, Boss!" protesku.

"Karena bandelmu keterlaluan," tanggap Boss cepat. Nada suaranya penuh kejengkelan. "Ayo kita segera ke Ibuk!"

"Iya iyaaa... Baik, Booooss!" godaku.

Boss langsung mencangklong tas ranselnya lalu melangkah dengan cepat mendahuluiku menuju lobby Rumah Sakit.

"Hei, Boss! Tunggu!" seruku sambil mempercepat langkahku menyusulnya.

Bukannya melambat, Boss malah semakin mempercepat langkahnya meninggalkanku. Boss juga melangkah lebar-lebar supaya aku tidak bisa menyusulnya. Rok panjang dan kerudung Boss sampai berkibar-kibar karena saking cepatnya Boss berjalan. Aku tertawa geli dalam hati melihat tingkah Boss yang unik ini. Aku merasa tingkahnya ini sangat manis.

Reading Rainbowजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें