Epilog

441 32 3
                                    

PS: jangan jadi pembaca gelap

Selamat membaca

Satu tahun berjalan, tentu tanpa warna. Semuanya tampak abu-abu, seperti tidak ada semangat hidup di diri Raja, masa-masa SMA yang seharusnya seru malah ia tidak mendapatkan suasana itu.

Hidupnya tampak berantakan setelah kepergian gadis itu. Semenjak gadis itu pergi hidupnya tidak tertata lagi, rencana yang sudah disusun matang-matang sekarang hanya angan-angan belaka. Ia mengundurkan diri dari ketua osis, keluar dari basket, bahkan sikap dinginnya kini bertambah. Rafael dan Randi saja hampir gila melihat Raja yang sekarang.

Tepat pukul tiga sore sekolah dipulangkan. Raja keluar dari kelas tanpa menunggu kedua temannya, ia melangkah dengan tatapan kosong kearah parkiran, berniat bertemu seseorang yang sangat ia rindukan.

Setelah sepuluh menit perjalanan akhirnya ia sampai di tempat tujuan. Berjongkok di tepi tempat seseorang beristirahat untuk selama-lamanya, ia menatap batu nisan yang terdapat ukiran nama yang selalu sukses membuat rasa bersalah itu kembali muncul kepermukaan, sekelebat kenangan dulu muncul dengan tiba-tiba.

"Hai Ra."

"Aku kembali buat kamu."

Raja mengelus batu nisan itu dengan perlahan, setelah itu tanganya bergerak mencabuti rumput kecil yang mulai tumbuh di atas gundukan tanah itu. Memejamkan matanya dan merapalkan doa untuk gadisnya yang sudah tenang di alam nya.

"Mulai sekarang jangan bosan untuk lihat aku datang kesini, gimana Ra disana? Ketemu Ibu gak, sampaikan aku rindu juga sama Ibu.., dan kamu. Setelah Ibu aku pikir kamu orang yang dikirim sama Tuhan buat aku, tapi ternyata Tuhan lebih sayang sama kamu." Lirih Raja. Air matanya tak terbendung lagi, kenangan dan semua perbuatannya akan Ratu kembali berputar saat ia datang kesini, entah kebetulan atau tidak tetapi itu yang Raja rasakan saat ia berkunjung untuk Ratu.

****

"Udah setahun Yora." nada sumbang Ana menyelinap masuk diantara keheningan yang tercipta ditempat sekarang.

"Gue kangen Ratu, Na." Lirih Yora dengan suara bergetar, menunduk lemah, menumpahkan air matanya yang sudah tak terbendung.

"Ini terlalu berat, kenapa Ratu berkahir di tangan orang jahat, padahal dia baru aja seneng karena udah gak ada peraturan aneh dirumahnya lagi, tapi sekarang dia pergi. Setiap pertemuan akan ada perpisahan gue benci sama adanya kata-kata itu." Tangis Ana ikut pecah. Suasana sunyi susah di ambil alih oleh tangisan dua orang gadis, mengingat semua kenangan yang tercipta ditempat merek biasa menghabiskan waktu dengan Ratu, gadis lugu itu sekarang sudah tenang ditempatnya.

"Orang penyebab Ratu meninggal udah ditemuin?" Yora mengelap air matanya dengan sedikit kasar lalu menatap Ana. Ana dengan berita Ratu yang meninggal begitu terpukul, tidak jauh dari dirinya tetapi Ana masih belum bisa mengontrol emosinya.

"Udah. Dia udah nerima hukuman, tentu yang paling berat, dan dalangnya juga. Gue gak mau mereka bebas dengan sia-sia, Ratu gak bersalah kenapa jadi korban, gue masih gak terima tentang Ratu."

Ana menatap lurus kedepan, didapati danau yang cukup besar dan bersih. Ini adalah tempat mereka biasa berkumpul, tempat keluh kesah, tempat mereka bisa bersama tanpa orang lain tahu, tempat yang Ratu sukai setelah laut dan rumah.

"Tuhan... Ini terlalu berat."

****

Rumah yang biasanya selalu ramai kini sepi, semua orang lebih banyak mengurung diri dikamar sampai saat ini, padahal kejadian itu sudah lewat satu tahun, tetapi sepertinya sulit untuk melakukan seperti semula dengan berkurangnya satu anggota keluarga yang cukup berarti.

 DOUBLE R [COMPLETED]Where stories live. Discover now