35. ll Venus

149 18 21
                                    

Banyak orang berkata, "jika ini hanya mimpi, tolong jangan bangunkan aku." Lalu, kalau kamu tidak bangun, bagaimana kamu bisa menggapai mimpi itu di alam nyata? Jangan hapus senyummu, melangkahlah. Saat kau lelah, istirahatlah. Semua tidak ada yang tidak mungkin.
-Love in galaxy-

~happy reading~



ANGKASA sudah bersiap untuk menjemput Bulan. Cowok itu tengah melipat lengan kemejanya lalu mengeluarkan motornya dari garasi. Sebelum dia melajukan, kegiatannya terhenti ketika Bagas menghampirinya.

"Mau ke mana, Sa?" tanya Bagas menyelidik.

Angkasa menghela napas. "Jemput Bulan. Mau belajar buat persiapan olimpiade minggu depan," jawabnya sedetail mungkin.

"Pulangnya gak usah kemaleman!" peringat Bagas pada putranya.

Kaya' anak cewek aja. Batin Angkasa kesal.

"Iya, Pah. Kalo gak malem, besok pagi aja sekalian ya?" tanya Angkasa santai. Membuat Bagas memelototinya.

"Jangan bercanda, Angkasa!" gertak Bagas melihat Angkasa memainkan kunci motornya.

Angkasa memakai helmnya. Setelah itu, dia mengangguk menuruti perkataan Bagas. "Ya udah. Angkasa pergi dulu. Dah, Papa," katanya tertawa hingga menampilkan mata sipit di balik helm fullface-nya.

Bagas berkacak pinggang melihat tingkah Angkasa. Bagaimanapun juga, Bagas menyadari tingkah Angkasa hampir mirip dengannya. "Dasar bocah," ujarnya sembari menggelengkan kepala.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Bulan, Angkasa menggigiti bibir dalamnya. Bintang. Satu kata yang terlintas dalam benaknya itu membuatnya kembali berpikir. Semua orang tidak tahu, kalau perasaannya untuk Bintang tidak biasa saja. Bahkan, Elang dan Bulan yang sudah mengetahuinya pun mungkin juga akan berpikiran kalau Angkasa menyukai Bintang sewajarnya saja. Padahal, Angkasa tengah mati-matian menyembunyikan segalanya.

Sejak insiden dia memeluk Bintang waktu itu, rasa yang kuat-kuat dia bentengi perlahan runtuh. Jantungnya kian berdegub kencang berada di dekat gadis manis, mata sedikit sipit, dan juga punya senyum ceria itu. Tidak bisa dipungkiri, hatinya masih berharap. Perasaannya ingin mengungkap. Mungkin, menyatakan perasaannya untuk Bintang adalah cara yang tepat. Tapi kapan? Angkasa tidak ingin menyelipkan satu beban di antara beban lain.

Setengah jam di perjalanan, kini Angkasa sudah sampai di depan rumah Bintang. Gadis itu sudah berdiri di depan pintu. Dengan penampilan sederhana, Bulan menghampiri Angkasa.

"Lama banget," katanya.

Angkasa tersenyum di balik helmnya, hingga menampilkan eye smile. "Mandi dua jam, pilih baju setengah jam, dandan satu jam. Gimana? Keren, kan gue?" ujar Angkasa melebarkan tangannya. Seperti orang yang akan berpelukan.

"Gue udah lumutan nunggu," kesal Bulan.

Tidak bisa gadis itu pungkiri bahwa malam ini penampilan Angkasa benar-benar berbeda. Kemeja biru tua kotak-kotak yang dilipat sesiku, dipadu dengan kaos putih polos di dalamnya. Tidak lupa gelang jam hitam yang melekat ditangan kirinya itu menambah kadar ketampanannya.

Angkasa hanya memakai celana jeans hitam dan juga sepatu hitam bergaris putih. Sederhana memang, tapi Bulan dibuat terpesona setiap pertemuan.

Love In Galaxy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang