16. ll Aldebaran

Mulai dari awal
                                    

Bintang menatap Elang dengan penuh tanya. "Kenapa, lo jadi yakinin gue?"

"Karena gue pengin lo tau. Kalo gue kaya' gini cuma sama lo aja." Jawaban penuh keyakinan membuat Bintang membeo sesaat.

Di bangku tak jauh dari mereka, Angkasa juga merapikan dasinya sendiri. Berdiri di depan kaca, sambil menyisir rambutnya yang rapi dengan sedikit polesan pomade. Jas berwarna silver dengan kaos putih di dalamnya itu melekat manis di tubuh Angkasa yang atletis. Angkasa nampak lebih dewasa. Kalau kadar ketampanannya jangan ditanya. Meskipun sifatnya aneh, tapi dia sudah tampan dari lahir.

Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Perlahan, Angkasa menoleh dan mendapati Bulan yang memakai dress berwarna senada dengannya. Bulan nampak lebih anggun. Wajahnya yang manis itu semakin segar karena terpoles  make up.

"Gimana, Sa? Penampilan gue cocok nggak?" tanya Bulan sambil memutar sedikit tubuhnya.

Angkasa masih bergeming. Harus dia akui kalau gadis ini tak kalah cantiknya dengan Bintang.

"Cocok," jawabnya singkat.

"Gue cantik, kan?"

"Enggak." Jawaban Angkasa sukses membuat senyuman Bulan lenyap.

"Coba sekali aja lo itu muji gue. Gue udah susah-susah nyocokin baju gue sama lo, udah pake riasan kaya' gini juga. Gak bisa banget bikin gue seneng sekali aja." Bulan merunduk.

Angkasa menggerakkan bibirnya. Seolah-olah dia menirukan logat bicara Bulan ketika mengomelinya tadi. "Gue gak nyuruh lo buat nyocokin baju sama gue ya," ujarnya.

"Ya tapi kan biar kelihatan serasi di panggung nanti. Biar nilai kita nambah," balas Bulan.

"Terserah lo aja deh. Terus menurut lo, gue ganteng--"

"Gak! Lo gak ganteng sama sekali," potong Bulan cepat sebelum Angkasa menyelesaikan kalimatnya.

"Elah! Gue belum selesai ngomong," kesal Angkasa.

Bulan kembali menghentakkan kakinya. "Gue tau kok. Lo pasti mau tanya ganteng apa enggak, kan?"

"Marah lagi, marah lagi," cibir Angkasa.

"Ya, itu gara-gara lo. Ngeselin banget jadi orang. Tau gitu gue gak mau ya, duet sama lo." Amarah Bulan makin tersulut melihat wajah cengengesan Angkasa.

"Oh jadi nyesel nih duet sama gue?"

Bulan tidak menjawab. Dia masih marah. Dia kecewa. Mengapa perlakuan Angkasa membuatnya melayang dan terhempas dalam waktu bersamaan.

Bulan memutuskan untuk pergi. Dia ingin menenangkan pikirannya. Angkasa terkejut melihat Bulan yang hendak melangkahkan kaki. Dia segera menahan tangan Bulan dan bertanya pada gadis itu. "Lo mau ke mana sih, Mbul?"

Bulan menatap tangannya lantas menghadap Angkasa. "Mau nenangin diri. Gue kesel sama lo."

"Yah. Lo ngambek beneran," Angkasa nampak berpikir sebentar. "Gak usah pergi! Di sini aja nemenin gue. Rugi dong, kalo udah ganteng kaya' gini tapi gak ada cewek cantik macem lo yang nemenin," lanjutnya.

Love In Galaxy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang