28

747 42 0
                                    

Typo betebaran

Harap maklum :)

Happy reading :)


#

"Gue kirain lo udah mati na" ana sungguh terharu atas ucapan sambutan dina yang sangat menyentuh hati. Ingin rasanya ana menangis bahagia

"Entar kalo gue mati. Lo bahagia. Dan gue gak suka liat lo bahagia" ucap ana tanpa menatap dina. Dina hanya mendengus mendengar jawaban ana. Taoi tak bohong dina juga merindukan sosok ana. Temannya yang satu ini.  Yang selalu ceria bagaikan menebar kebahagiaan di setiap harinya. Taoi akhir akhir ini dina merasa ana tak seceria itu lagi.

"Jadi. Lo darimana ? Dan kemana lo selama ini ? Kok lo gamasuk ?" Tanya dina menuntut

Yang di tanya hanya menekuk wajah sambil melipat tangan dan        Menumpukan kepalanya di atas kedua tangan itu.

"Lo banyak nanya dehh.." ucap ana malas

"Eh gue kepo ya. Lo itu temen gue. Lo ilang tanoa kabar yah jelas lah gue kahwatir" ucap dina

"See?? Gue fine kan ? Good kan kayak mastin?" Balas ana receh

"Serah lo deh. Pokoknya gue gak mau yah sampe lo punya masalah tapi lo oendem gitu kayak sesak berak. Itu artinya lo gak anggap gue temen lo" dina melipat tangan di dada sambil menatap ana intens

"Iyah mak rempongggg"

Seseorang yang sangat ingin dijahui ana kini masuk kedalam kelas. Pada saat masuk ke dalam kelas ada sedikit raut wajah terkejut yang langsung di ganti kembali dengan paras datarnya.

Ana melihat itu langsung saja membuang muka nya ke arah berlawanan guna menjauhkan pandangan nya dari pria yang selama ini membuat perasaannya sedikit hancur ? Mungkin

Gio berjalan melewati bangku ana. Tak di ragukan bahwa ekor matanya juga sedikit melirik ke arah ana. Ada rasa bahagia, sedih, rasa bersalah dan juga rasa rindu. Oke gio akui yang terakhir itu adalah rasa yang paling besar.

Sepanjang pelajaran kelas gio selalu menatap ana yang duduk di depannya. Entah apa yang dipikirkannya yang pasti gio sangat ingin berbicara dengan ana. Hanya berdua.

Seakan mencari banyak topik. Dahi gio nampak sedikit berkerut memikirkan kira kira apa yang akan di tanyakannya dan dibicarakannya nanti pada ana.

#

"Akh..." ana memekik terkejut saat ketika merasakan tangannya di tarik paksa. Ingin merutuki pelaku nya namung ana jadi di buat bungkam saat tau siapa pelakunya. Gio memaksa ana membawanya menyeretnya ke arah rooftop. Sesekali ana meronta ingin dilepaskan. Tapi tak dihiraukan oleh gio.

Ana langsung merasa aksi melepaskan dirinya adalah hal yang sia sia. Kemudian diam saja dan mengikuti langkah gio membawanya. Yah ana rasa mungkin mereka perlu bicara.

Gio melepaskan tangan ana tepat saat dia berbalik dan menumpukan telapak tangannya di bahu ana.

Menatap ana lekat. Sebentar mereka saling terdiam. Seakan mata mereka saling berbicara. Ada tersirat kerinduan disana. Jantung mereka berdegub tak normal. Sampai akhirnya gio menarik ana dalam pelukannya. Tangan kirinya memeluk pinggang ana dan tangan kanan nya mengusap kepala ana.

"Gue rindu" ucap gio

Perlakuan gio saat ini membuat ana melupakan fakta bahwa gio oernah menyakitinya. Ana merasa jantungnya akan loncat sekarang juga. Pipinya memanas. Rasa nyaman yang hadir saat gio memeluknya membuatnya tak bisa berbohong kalau dia juga sangat merindukan sosok pemuda yang berhasil mencuri hatinya dan membuatnya jatuh cinta bahkan dalam hitungan detik setelah mereka bertemu. 

Meski ana tak membalas pelukan dan ucapan gio tapi gio dapat merasakan debaran jantung ana yang menggila di balik pelukan mereka. Gio melepaskan pelukannya perlahan. Mungkin ada banyak kata yang ingin diucapkan gio saat ini. Ada banyak pertanyaan yang tadi ingin di tanyakannya. Ada banyak hal yang ingin dia bicarakan nya pada ana. Namun saat melihat tatapan ana yang teduh. Gio hanya bisa mengucapkan "aku minta maaf"

Ana masih tak bergeming. Terlalu sulit bagi otak kecilnya untuk berpikir saat ini. Apalagi dia asih sangat gugup dan terkejut atas smua perlakuan gio yang tiba tiba ini.

"Gio gak suka kan ana dekatin?" Ana mulai membuka suara dengan sebuah pertanyaan yang sukses membuat gio terdiam sebentar.


"Bukan begitu" lidah gio keluh ingin membalas perkataan ana bagaimana karna dia sendiri pun peenah mengatakan hal sedemikian. 

"Ana ngerti kok. Jadi gio gak perlu minta maaf" ana menatap gio senduh. Dan gio hanya menatap ana sembari mendengar semua yang ingin diucapkan oleh ana " yang seharusnya minta maaf itu ana. Ana udah ganggu hidup gio. Ketenangan gio. Ana mencampuri urusan gio dan yang paling parah ana udah buat gio ga betah karna ana selalu ngerepotin gio. Tapi itu semua terjadi karna ana selalu ingin dekat sama gio. Selalu pingin tau perasaan gio. Ana ga nuntut gio harus balas perasaan ana kok. Tapi ana merasa benar benar sedih mendengar semua yang gio ucapkan tentang keburukan ana di mata gio. Saat itu ana sadar. Gak seharusnya ana cinta sama gio. Itu salah. Itu buat gio repot. Iyah kan?"

Gio bungkam. Ana baru saja mencampurkan kata katanya yang awalnya menyatakan cinta kemudian seakan ingin meninggalkannya. Gio tak suka ini. Gio merasa ada sesuatu yang menghimpit jantungnya sampai ebuatya sulit bernafas karena penuturan ana tadi.

"Mulai minggu depan ana bakalan pindah. Ana bakalan jauh dari gio. Ana harap itu bisa buat gio bahagia. Dan janji jangan sampai gio terjerumus lagi dan bergaul sama orang nakal lagi yah" ujar ana sambil mencoba memaksakan senyumnya.

Gio mengepalkan dua tangannya yang terletak di sisi tubuhnya. Sumpah bukan ini yang ia ingin Dengar dari ana. Semua kata kata yang tadi ingin di utarakannya seakan sangat sulit di ungkapkan saat ini.

Gio menatap ana lurus. Tak mengerti apa yang akan di ucapkan lagi.

"Jangan pergi" ucap gio

Ana sedikit terkejut. Gio menyuruhnya untuk tidak pergi. Dan membuat hati ana sedikit menghangat. Sedikit harapan yang membuat ana berpikir apakah gio sudah tak membencinya lagi.

Ana diam. Sungguh dia jadi sangat bingung padahal dia sudah membulatkan tekat untuk benar benar akan pindah. Dan sekarang tekat itu sedikit goyah. Dan semakin goyah. Ketika gio kembali menarik ana lagi dalam pelukannya lagi.

"Jangan tinggalin gue"




#



Tbc

GIO(Lengkap)Where stories live. Discover now