23

694 44 1
                                    

Ana menuju tempat dia bertemu dengan gio kemarin. Berharap menemukan gio disana dan berniat mengajaknya pulang.

"Ada anak kucing tersesat. Enaknya diapain yah ??"

#

Happy reading cuk

Sesaat ana merasa kakinya mulai melemas. Tubuhnya mulai bergetar dan yang lebih nyata lagi dia sangat takut. Dihadapannya sudah tersaji tiga orang pria remaja dengan tamoang seram dan berandalan.

Ana memundurkan langkah kakinya perlahan,  namun sialnya ketiga pria dia hadapannya kian ikut melangkah maju. Membuat ana semakin gugup.

"Kalian siapa ? Mana gio ?" Tanya ana mulai memberanikan dirinya. Rasa ingin bertemunya dengan gio membuat keberaniannya sedikit muncul.

Ketiga pria tersebut menyerngit bingung seakan bertanya kenapa ana mengenal gio. Dan mereka mulai paham setelah melihat seragam sekolah ana yang sama dengan seragam gio saat mengenal mereka.
"Lo pasti mainannya yah?" Tanya salah satu pria sambil tersenyum dan menarik tangan ana.

Ana semakin takut. "Bukan. Aku temannya" ana semakin takut saat ketiga pria semakin gencar mendekatinya. Dengan sekuat tenaga ana mendorong mereka dan berlari menjauh.

Ketiga pria tersebut mengejar ana "berhenti lo. Sialan, awas aja kalau dapat"

Ana terus berlari. Tak peduli kemanapun yang pasti dia ingin menjauh sejauh mungkin. Ana berlari melajukan langkah kaki nya ke arah gedung tua.

"Gak di kasih umpan.  Kena perangkap aja tuh cewe" ucap salah satu pria tersebut

"Mainan gio cewe bego" sambung temannya yang satu lagi.

Ana mulai bingung. Dia sudah lari sampai ke lantai tertinggi. Dan saat ini hanya ada jalan buntu. Kalau dia lari kebawah sudah pasti dia menyerahkan diri. Ini ruang kosong dan tak ada tempat yang bisa dijadikan tempat bersembunyi.  Ana melonjak kaget melihat pintu di dobrak dengan kaki dan menampilkan ketiga pria bar bar tadi. Dengan tatapan puas, mengejek, dan senang.  Seakan melihat anak kucing yang masuk perangkap

"Lo gabisa kabur lagi" ucap salah satu pria

"Kalian mau apa.? Jangan sekap aku. Aku cuma mau ketemu gio!!" Sentak ana pada mereka

"Mainan gio mainan kita juga kali. Enak aja mau langsung cabut lo" ucap pria kribo itu

Kemudia kedua pria sudah mencegat tangan kanan dan kiri ana yang di hadapannya saat ini adalah si pria kribo dengan tatapan mengejek nya

"Bagus sih. Tapi kayak bocah. Setau gue gio suka main sama yang dewasa" ucap pria kribo itu sambil mengusap dagunya. Membuat ana jijik dan semakin takut. Ana langsung memikirkan kemungkinan buruk yang akan menimpanya. Dan dia tak tau harus apa. Dia tak bisa membendung tangisnya. Dia ingin teriak memanggil papa mama nya. Tapi itu tidak mungkin.


"Tolong lepasin aku. Aku mohon" ucao ana sambil menangis.

Cowo kribo menatapnya sedikit membuat ekspresi iba. Punggung tangan nya kemudian mengusap pipi ana "setelah gue cium lo, gimana?"

Ana menutup matanya sambil tetesan air atanya keluar. Mungkin ana berpikir untuk menyetujui keinginan pria di depannya ini agar segera di lepaskan. Ana kembali membuka matanya perlahan. Namun matanya seketika membulat saat melihat gio berdiri di ambang pintu dengan tatapan lurus nya.

"Lepasin" ucap gio. Santai tenang tanpa ekspresi

Kedua pria yang menahan tangan ana langsung saja melepas tangan mereka. Ana berlari ke arah gio dan memeluk gio sambil menangis. Sungguh ana merasa sangat tenang dan lega sekarang.  Selalu gio yang ada saat ana tersesat. Dan itu membuat hati ana menghangat.

Namun rasa itu tak sampai satu menit saat gio menghentakkan bahu ana sampai ana teesungkur kelantai dengan perasaan bingung. Dan merasakan sakit di lututnya karena memang lantai gedung tua ini di taburi pecahan pecahan keramik lantai.

"Lo batu yah. Gue udah pernah bilang kan sama lo buat jangan ikuti gue atau campuri urusan gue ?" Ucap gio penuh penekanan sambil menatap ana dengan tajam

"Tapi ana perlu bicara sama gio" ucap ana sesenggukan  sambil menundukkan kepalanya. Ana oaling tidak bisa di bentak atau dimarahi. Hati nya mudah sakit dan sangat rapuh.

"Ga ada yang perlu di omongin. Ngomong sama lo juga ga ada gunanya. Asal lo tau!!!" Nada suara gio makin meninggi

"Tapi ana-"

"Lo gausah buat gue marah deh. Lo kelihatan kayak sampah sekarang tau gak ?!! Ngapain lo nyari gue kesini ? Bego lo gak ilang ilang yah. Dan kalian.." tatapan gio beralih ke arah ketiga pria yang tadi mengejar ana  "apa selera kalian serendah ini ?. Kalian boleh mainin siapapun tapi kalau cewe rendahan kayak begini hanya buat standart lo turun. Denger yah ni cewek,"  tunjuk gio pada ana dengan telunjuknya. "Selalu aja ngejar gue kemanapun. Nyatain perasaannya duluan dan gak segan segan deket cama cowok manapun. Sampah murah!!! Ga ada bagusnya. Dan benar yang kalian bilang. Dia bocah. Punya dia kecil. Gak menarik sama sekali."  Ucapan gio kali ini sungguh berbeda dari yang biasanya dia saat kesal dengan ana. Dan saat ini air mata ana selalu turun dengan deras tanpa henti. Ana merasa jantungnya seperti tertusuk sesuatu yang tajam. Ana masih menundukkan wajahnya. Tak berniat menunjukkan wajah sedihnya di depan gio. Namun terlihat jika ana sedang menangis dari bahunya yang bergetar dan sesenggukan yang terdengar jelas.

"Hahahaha" kompak ketiga pria yang mendengar ucapan gio tertawa "gitu yah. Gaselera deh gue. Sampah mah bau" ucao si kribo dan berlalu dari ruangan itu diikuti dengan kedua lainnya. Menyisahkan ana dan gio

"Lo lemah dan cuma bisa nangis. Gausah terlalu percaya diri mau bicara sama gue" ucap gio

Ana mengusap air matanya meski setiap tetesnya tidak mau berhenti juga. Dengan tertatih ana mencoba berdiri. Gio sedikit terkejut melihat kondisi ana sekarang.  Rambutnya berantakan. Penuh keringat seperti habis lari marathon. Matanya sebab  dan hidung serta pipinya memerah.

Ana menatap gio teduh dan mulai sedikit menampilkan senyum di bibirnya. Senyum yang selalu gio suka.  Namun di senyum itu tercampur kesedihan yang teramat. Sedikit menggores hati gio.

Gio menatap ana dengan tatapan yang sulit di artikan. "Pantas saja gio selalu menjauh setiap ana mendekat sama gio. Ternyata ana serendah itu di mata gio" ucapan ana ini sedikit membuat hati gio sakit. Namun gio tak memberi perlawanan dia hanya mendengar ana melanjutkan perkataannya. Ana meletakkan telunjuknya tepat di dada gio "pasti gio merasakan sakit yang teramat disini. Yang udah buat pikiran gio berkabut sampai pandangan gio tertutupi. Membuat gio berjalan tak terarah. Gio ... bukan disini. Bukan seperti ini mencari jalan keluar. Ini bukan jalan yang baik. ana pengen bicara sama gio. Ana pengen gandeng tangan gio untuk keluar dari kabut ini" tangan ana beralih menggenggam tangan gio. Gio hanya menatapnya diam " tapi ana gatau. Ana gatau harus buat apa. Dan langkah ana gabisa berhenti melangkah buat nyari gio. Gio yang seperti ini selalu mengganggu pikiran gio. Jadi bagaimana caranya ana bisa berhenti. Tolong jelasin. Gimana caranya ana berhenti" ucap ana dengan tangisnya yang pecah. Ana memukul mukul dada gio dengan kedua tangannya yang mengepal erat.  " hati ana sakit. Tapi ana gabisa benci sama gio" ini yang paling ana benci dari dirinya.
Dia sulit membenci siapapun.  Sebesar apapun kesalahannya. 

ana memundurkan langkahnya membiarkan gio tetap memandangnya datar tanpa ekspresi  

"Aku cinta kamu. Tapi sepertinya itu kesalahan terbesar ku"







#





Tbc

GIO(Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang