19

810 50 0
                                    

Typo harap maklum yah.

Hapread gyus.

#

Mood ana benar benar buruk pagi ini. Tamu bulanannya datang tak sesuai jadwal yang biasanya. Lebih cepat dari biasanya. Rasanya ana tak berniat ke sekolah hari ini tapi dirumah pun ana sangat malas. Membosankan hanya sendiri dirumah sebesar ini.

Perut ana terasa terlilit dan badan ana terasa lemas tak berdaya. Sungguh ana sangat pucat pagi ini. Tapi ana tetap keukeuh untuk tetap berangkat ke sekolah. Dengan kondisi nya yang begini ana harap ana mampu untuk menjalani harinya di sekolah senin ini.

"Kenapa sih setiap di hari senin muka lo kayak sak berak gitu ?" Dina mengerutkan keningnya sambil memperhatikan lamgkah ana yang lesu menuju ke bangkunya.
Meletakkan tas dengan lemah dan menekukkan wajah nya yang semakin terlihat seperti orang yang mau bunuh diri.

"Senin. Upacara. Mtk wajib 3 les. Mtk peminatan 2 les. Lo tau gak sih gue gak mau kewajiban kayak bwgitu dan gie gak minat blajar mtk gitu. Dan satu lagi gue benci diri gue sendiri yang saat pelajaran mtk udah kayak orang yang paling bego sedunia" ucap ana menyerocos tanpa jeda. Kekesalan udah di pucuk ubun ubun nya. Sungguh ini membuatnya

"Tau gitu lo masuk smk aja jurusan tataboga" tukas dina memberi saran.

"Makasih saran yang ngebangsatinnya"

Dina lalu terkekeh dan meninggalkan ana dengan segala kegalauannya.

#

"Jadiii!!! Sebagai generasi bangsa yang baik dan juga bisa di harapkan sebagai pemegang masa depan bangsa Indonesia kita yang tercinta. Jangan sampai kita lengah !!! Belajar keras !! Terus berusaha!!! Dan...."

Entah apapun yang dikatakan oleh bapak kepala sekola di podium atas sana. Ana sungguh sangat tak peduli. Dia sangat jenuh ditambah kondisi yang kurang baik pun membuat ana semakin tampak lemah. 

Gio memandang ke samping ke arah ana. Mereka berdiri di barisan paling belakang pria dan wanita dari kelasnya. Ana Terlihat pucat dan berkeringat. Bibirnya pun pucat mengering. Gio sedikit mencondongkan kepalanya ke arah ana dan berbisik "lo sakit"

Ana terkejut sedikit dengan gerakan gio yang tiba tiba. Ana memandang ke arah gio "enggak kok" terlihat senyum dipaksakan tercetak di bibir ana.

Beberapa menit selanjutnya si bapak kepala sekolah dengan botak setengah lingkaran di kepalanya itu belum juga menyelesaikan amanahnya. Di tengah terik matahari dia bahkan sangat antusias dengan semangat berkobar membara untuk menyampaikan amanahnya.

Brukk..!!!

Ana terjatuh pingsan. Ketepatan ghani si anak pmr yang berjaga di belakang ana langsung sigap menahan tubuh ana agar tak sempat menyentuh lantai lapangan sekolah. Anak anak yang lain mulai gencar melihati ke arah belakanga. Tepat dimana ana pingsan. Dan di sambut dengan sound kepala sekolah yang tiba tiba mengeras sehingga siswa lain tak beralih fokus darinya. Ghani sedikit panik dan mulai bersiap mengangkat ana. Namun seketika terurung karena gio mencegahnya. 

"Biar gue aja" ucap gio tenang sambil mengambil alih tubuh ana dari ghani

"Ini tugas gue sebagai anggota pmr" ucap ghani memperjelas statusnya pada gio

"Gue gak peduli. Minggir "  gio berucap tak ingin di bantah. Langsung sigap mengangkat tubuh ana ke uks dan juga meninggalkan ghani yang terdiam dan kesal ? Dengan sikap gio yang tak menghargai.

Melihat kedatangan gio yang membawa ana langsung saja anak pmr kerepotan untuk mempersiapkan tempat tidur,  teh dan obat yang di butuhkan. Namun gio langsung berucap "kalian semua boleh keluar" siswa anggota pmr tersebut terdiam sejenak lalu mulai melangkah takut keluar dari ruang uks.

Setelah pintu terkunci dan menyisahkan gio dan ana berdua di ruangan. Gio menatap ana yang terbaring. Gio mengecek suhu tubuh ana dengan meletakkan telapak tangan nya didahi ana. Ana tidak panas. Itu yang terucap di batin gio.

Gio melihat ana yang memang sangat pucat dan tak berdaya.

Gio menyiapkan teh untuk ana dan mengolesi tangan ana dengan minyak angin. Sejenak gio berpikir untuk mengoleskan minyak angin tersebut ke leher ana tau tidak. Setelah beberapa saat berfikir. Gio pun mengoleskanya sesekali menahan sesuatu yang bergemuruh aneh di dadanya.

Tak lupa gio mengoleskan minyak angin ke bawah hidung ana. Dan langsung saja bau yang sedikit panas itu membuat ana sedikit tersadar. Gio melihat ana mencoba mengupulkan kesadarannya.

"Gio" ana sedikit terkejut melihat keberadaan gio di sampingnya.  Seperti biasa dengan tampang songong khas gio

"Sadar juga. Kirain udh bisa di yasinin" ucap gio sambil membantu ana merubah posisi tidurnya jadi setengah terduduk bersender di kepala kasur.

"Jahat banget"

"Lo sakit apa sih. Tadi gue cek gak panas juga"

"Em itu..ana.." ana sedikit ragu mengatakan keoada gio bahwa ia sedang datang bulan sekarang. Pasti sangat memalukan.  Pikirnya

"Apaan?" Taya gio tak sabaran

"Ana datang bulan. Perut ana sakit" ucap ana dengan nada pelan bahkan berharap kalau gio lebih baik tak bisa mendengarnya.

Gio menokok pelan dahi ana dengan telunjuknya " terus ngapa sekolah pengok"

"Yah ana bosen kalau harus di rumah sendirian"

"Terus sekarang gimana? Masih sakit?"

"Iyah nii perut ana masih nyerii"

Gio melangkahkan kakinya mengambil minyak angin di lemari dan memberikannya kepada ana "olesin ke perut lo" suruh gio

"Ah gamau. Ana gasuka baunya. Ini juga badan ana udah bau minyak angin pasti kerjaan anak pmr ni"

"Lo yang olesin atau gue yang olesin?" Tak ingin berdebat yang tak penting gio langsung mengambil jalan tengah dengan memojokkan ana dalam sebuah pertanyaan.

"Heleh gio mana mungkin berani" ucap ana tak kalah menantang.

Gio tersenyum miring dan menatao ke mata ana dengan datar "lo ngeremwhij gue?"  Setelah itu tangan gio langsung bergegas menarik baju ana yang di masukkan kedalam rok itu sampai keluar. Ana melonjak kaget langsung saja menepis tangan gio dan kengambil minyak anginnya.

"Iyah iyah aku olesin sediri" ucap ana mengahkiri dan mulai mengolesi perutnya dengan minyak wangi. Sesekali ana menutup hidung nya.

Gio cukup puas pada akhirnya ana mau mengikuti perintahnya. Toh smua untuk kebaikannya juga.

#

Siang ini ana terheran dengan kedatangan rangga yang bertujuan menjemputnya. Padahal ana sama sekali tak menyuruh rangga untuk melakukan itu.

"Bukannya gue udah bilang kalau mulai sekarang gue yang antarin lo pulang?" Terdengar nada tak suka dari cara gio berbicara.

"Ana mana tau kalau kak rangga bakalan datang gini"  ucap ana membela diri

"Udah. Hari ini hiar gue aja yang antarin ana pulang" taear rangga dengan senyum manis di bibirnya.

"Gue aja, ayo" gio menarik pergelangan tangan ana. Namun rangga langsung melepasnya

"Bagusan lo bareng gue. Naik mobil kan lo lagi gaenak badan juga. Ntar kalau lo naik motor yang ada lo makin pusing. Gimana? " alasan yang benar benar membuat gio tak banyak bicara. Gio menatap rangga dengan tatapaj lurus tanpa ekspresi.

Yang diperebutkan hanya terbingung. Sangat tak bersemangat untuk mengomel sekarang. Ana terpaksa mengangguk lemah di hadapan rangga meski hati kecil nya lebih ingin pulang bersama gio sebenarnya.

"Yaudah lo hati hati. Ntar kalau udah sampe. Hubungin gue" ucap gio megakhiri dan kemudian menatap rangga sekilas dan tersenyum sedikit. Setelah itu berlalu dari hadapan rangga dan ana.






#


Tbc

GIO(Lengkap)Where stories live. Discover now