5

1.2K 60 0
                                    

.
.
.
Kembali beraktifitas seperti biasa. Kini kelas sudah di isi dengan beberapa orang yang datang.
Ana berjalan memasuki kelas dengan wajah lesu.

"Belom ngopi lo?! Diem bae" ujar dina sambil duduk di samping bangku ana.

Yah mereka semeja. Bukan sebangku. Kalau sebangku gak muat. Biar aku saja.

Ok ngaur -_-

"Ana sakit hati" dengan wajah yang di buat se sesedih mungkin sambil menepuk nepuk dadanya layaknya sakit itu berada tepat di dadanya.

"Eh crita dong.. Gue siap ni dengerin cerita lo" bujuk dina sambil mengelus punggung ana yang masih bertingkah dramatis dramatis.

Lngsung saja ana menghadap ke arah dina hendak curhat.

"Lo tau?!"

"Gak"

"Nyebelin" merasa kesal dengan jawaban dina. Ana pun memalingkan wajahnya ke arah lain. Merajuk. "Ana gajadi cerita deh. Dina nyebelin sama aja kayak gio buat ana merajuk aja deh"

"Ohh jadi tentang gio nih" merasa sudah tau akan hal apa yang membuat ana sakit hati. Karena ucapan ana tadi.

"Itu tu yah anak satu itu nyebelin banget bisa bisanya dia pergi gitu aja waktu gue selesai di antarin dia semalem. Yah gue tau gue ngerepotin tapi yah..gue kan mau bilang terimakasih masa dia lngsung gas terus pergi. Kan gue jadi kesel. Gue sumpain tu anak bakalan suka sama gue haha."

"Ana" sela dina di tengah-tengah ucapan ana yang neyepos aja kayak bajai

"Apasih gue belom selesai ngomong. Terus yah kalau dia udah suka sama gue. Gue bakalan tolak dia sampe dia mohon mohon ke gue. Nangis depan gue. Haha tau rasa lo.! Yah gak din?! Hebat kan gue!?" tanya ana di akhir ceritanya. Namun yang di tanya malah duduk dengan gelisah sambil tersenyum kecut. Merasa dina aneh ana pun bertanya "lo kenapa sih!?" tanya ana dengan raut wajah heran.

"Dibelkang lo na" jawan dina seadanya sambil mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja untuk menutupi wajahnya.

Seketika ana menoleh dan tepat saat itu ana merasa jantungnya berhenti berdetak.

Gio

Gio ada di belakangnya.
Apa gio dengar semuanya ?
Apa gio bakalan marah sama ana ?
Atau jangan jangan gio mau bentak ana saat ini ?

Pertanyaan pertanyaan itu memenuhi kepala ana. Dan membuatnya malah bengong menatap gio.

"Gue gak dengar" kata gio sambil berjalan melewati bangku ana dan meletakkan tasnya ke mejanya dan duduk dengan tenang.

"Hah!" ana tersadar dan langsung menghadap ke belakang arah  gio yang tepat di belakang bangkunya "eehh gio.. Pagi gio. Lo udah sarapan kan ? Lo mau sesuatu biar gue beliin deh. Atau, lo mau gue pijitin di pagi yang cerah ini ? " sapa ana dengan pertanyaan tak berguna.

"Berisik lo!" nada dingin itu sukses membuat ana mengatupkan bibirnya untuk berceloteh lagi di depan gio.

"Buat yang semalam, makasih yah gio. Lo gadengar semalam karna lo langsung keburu pergi"

"Gausah bilang makasih. Gaperlu. Karna suatu saat gue bakalan nagih buat ganti kata terimakasih lo"  gio mulai beranjak dari bangku nya dan berdiri sambil memasukkan kedua tangannya kedalam sakunya.
"Lo gausah berhayal tinggi. Gue gak akan pernah suka sama lo. Jadi panjangin pikiran lo. Bodoh" sambil melangkah keluar dengan ucapan yang menyakiti hati ana tentunya. Gio meninggalkan ana dengan wajah yang tenang. Seakan semua ucapannya memang pantas buat ana.

"Kasihan yah lo" ujar dina tiba-tiba

"Lo temen tai" kata ana dengan kesal dan langsung meletakkan wajahnya ke atas meja sambil dengan tangan yang menutup wajahnya.

.
.
.
.

Kelas sudah selesai. Dan para siswa sudah berhamburan menuju gerbang.

"Gio. Kita piket sekarang. Gio angkatin bangku ke meja yah nanti ana yang nyapu" sambil meletakkan tas nya di atas meja guru ana memandang gio yang sedang memasukkan bukunya kedalam tas.

"Bodo" setelah menjawab dengan santainya gio beranjak kelyar dari kelas.

"Gio jangan gitu dong" ana menarik lengan gio. Menghalangi gio untuk pergi karena ini adalah tugas..

"Lepasin"

"Kita kerjain bareng yah. Yang lain udah pada pulang gio. Ana takut bilanginnya tadi ana ajak semua pada cuek" pinta ana sambil menggoyang2kan lengan gio.

"Gue bilang lepasin" jawaban gio tak di usik sama sekali dengan ana. Ana malah semakin gencar memegang lengan gio erat yang mengobarkan emosi gio saat ini.
Tanpa segan segan gio menghentakkan tangan mungil milik ana hingga membuat ana terjatuh duduk di lantai. Sudah tau lah seberapa kuat gio menghentakkan tangannya sampai ana terjatuh seperti itu.

"Gue peringatin lo buat jangan deketin gue. Tapi lo keras kepala. Gue gak suka di ganggu. Ngerti?" ucapan yang terdengar memerintah itu membuat ana bungkam sambil memegang lengannya yang terasa sangat sakit karena hentakan keras yang tiba-tiba itu. Ingin rasanya ana menangis sekarang.

Ana menatap sepatu gio. Setelah mengatakan itu gio langsung saja pergi keluar tanpa menghiraukan ana sedikitpun.

Ana bangkit dan mulai mengangkati bangku dengan tangan yang masih sakit ana memaksakan diri. Ana menyelesaikannya sendiri. Hanya sendiri.

Bendahara harus tau ini untuk mengutip uang denda tidak piket.

.
.
.

"Uuh sakit banget ahh.. Ana gatahan banget. Rasanya tangan ana mau putus ini" ana memegang tangan kanannya yang terasa sangat pegal hingga tak bertenaga dan terasa lemas. "Gio jahat banget sih. Kenapa sih gio gak tersentuh. Benar benar dingin. Sampai senyum aja gapernah. Jahat sama gue lagi. Kesel"
.
.
.

"Ana bangun sayang.. Kamu gak sekolah emangnya?"
Suara merdu yabg dirindukan ana sejak beberapa hari ini membuat ana terbangun dari tidurnya.
Ternyata hanya mimpi.
Papa dan mamanya sangat sibuk. Sampai melupakan ana yang sendiri disini. Orangtua ana memang menganjurkan ana untuk tinggal di rumah teman orangtua ana jika papa mamanya pergi keluar kota.
Namun ana menolak dengan aladan sudah besar dan tak ingin merepotkan.

Ana langsung mengambil hp nya yang berada di samping bantalnya. Melihat beberapa notifikasi disana.

Momsky calling 20
1 message from momsky

Ana langsung membuka pesan dari mamanya.

Momsky : sayang. Mama sama papa kemungkinan pulang lusa. Kamu di rumah baik baik aja kan ? Makan tepat waktu dan jangan lupa belajar. Mama rindu. Salam sayang papa mama.

Ana : baik ma.

Setelah mengirim pesan itu ana langsung merebahkan kembali dirinya.

Semoga saja besok dia bangun sudah lusa. Sudah bisa bertemu papa mamanya.

Ana selalu merasa

Kesepian

Yahh kesepian. Ana tak punya teman selain dina yang hanya berbicara seadanya tidak terlalu kompak. No hp dina aja gak punya.
Mungkin besok ana akan minta. Siapa tau bisa berteman lebih jauh. Dan bermain bersama dengan dina. Biar dia tidak terlalu bosan.

Sedangkan gio.. Ana berpikir dia bisa berteman baik dengan gio. Ternyata tidak. Ana semakin merasa gio terganggu olehnya. Memang ana selalu mencoba untuk berbicara dengan gio dan gio terlihat sangat tidak suka. Memang ana lihat anak2 yang lain juga tak pernah mengajak gio berbicara kecuali seadanya. Ana merasa dia sok dekat dengan gio dan berharap gio mau dekat juga dengannya. Ternyata dia salah sangka. Gio gak suka ana mendekatinya. Kenapa ?

.
.
.
.
.



GIO(Lengkap)Where stories live. Discover now