19. (Min Fam) Terimakasih Karena Hadir di Hidupku

380 54 12
                                    

Jiae baru saja selesai mandi saat pintu kamar hotel terbuka dan menampakkan sosok suaminya. Jiae lantas berjalan mendekat ke arahnya, menyambut lelaki itu dengan hangat.

"Kenapa mandi malam-malam, hm? Bukankah kau tidak enak badan?" tanya Yoongi, mengusap pipi kanan Jiae dengan ibu jarinya.

"Gerah," balas Jiae, tersenyum tipis. "Bagaimana dengan acara reuninya? Kau pulang cepat?" tanya Jiae kembali.

"Ya. Membosankan." Yoongi menghempaskan tubuh di atas ranjang bersprei putih dan meraih tangan Jiae, menariknya agar sama-sama tertidur acak di ranjang tersebut.

"Sudah makan malam?" tanya Yoongi.

Jiae menggeleng pelan. "Aku tidak lapar sama sekali," balasnya.

"Hei, meskipun mungkin rasanya pahit, tapi tetap saja kau harus makan."

"Kau sendiri? Sudah makan?" Jiae balik bertanya.

"Sudah, di acara reuni tadi."

Jiae mengangguk kecil sebagai jawaban. Lalu detik berikutnya, ia sedikit tersentak begitu Yoongi memeluknya dari samping. Semenjak bulan madu kemarin, Yoongi jadi begitu sering memeluk Jiae seperti ini. Namun Jiae masih saja gugup saat itu terjadi.

"Kupesankan makan, hm?"

"Tidak usah, Yoongi. Aku tidak la--"

"Tidak ada penolakan!" potong Yoongi yang lalu duduk, meraih telepon di atas nakas.

"Lalu untuk apa bertanya jika pada akhirnya tetap memaksa?" gerutu Jiae pelan.

***

Yoongi memperhatikan Jiae yang makan dengan tak berselera. Butuh waktu hingga bermenit-menit lamanya hanya untuk memakan satu potong daging salmon.

"Berikan sumpitnya!" tutur Yoongi tegas karena sudah jengah menatap Jiae yang makan begitu lama.

"Apa?" tanya Jiae polos.

Tak menunggu Jiae mengerti, Yoongi segera mengambil paksa sumpit di tangan Jiae.

"Buka mulutmu. Aaaa~" Yoongi menyodorkan ikan salmon yang sudah ia celupkan ke dalam saus ke depan mulut Jiae.

Jiae tersenyum, dengan malu-malu menerima suapan dari tangan Yoongi. "Aaaa~"

Yoongi menggeleng kecil dengan senyuman jenaka. Jiae benar-benar seperti anak kecil yang menggemaskan dengan pipi mengembung begitu.

"Lagi?" tanya Jiae saat Yoongi kembali menyodorkannya salmon. Yoongi mengangguk kecil dan Jiae kembali membuka mulut, padahal mulutnya masih penuh dengan salmon yang pertama.

"Yoongi, sudah. Aku kenyang." Jiae menggeleng sambil menutup mulut dengan telapak tangan. Yoongi, sih, terus menyuapi Jiae tanpa henti. Mulut Jiae penuh.

"Hei, kau harus makan banyak."

Jiae menggeleng lagi. Kabur menyembunyikan diri di bawah selimut.

"Jiae-ya!"

"Aku mengantuk. Kita tidur saja!" balas Jiae, sedikit berteriak di balik selimut.

Yoongi mengulum senyum karena sikap Jiae yang menurutnya kekanakkan tapi lucu di matanya. Yoongi meletakkan makanan yang ia bawa, lantas ikut naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuh di sisi Jiae.

"Buka, aku tidak akan menyuapimu lagi," ucap Yoongi.

Kemudian selimut Jiae sedikit demi sedikit tersibak, menampilkan wajah Jiae yang tersenyum meringis.

"Kemari." Yoongi tidur sedikit menyamping, meraih kepala Jiae dan menjadikan lengannya sebagai bantalan. Sedangkan sebelah tangan yang lain memeluk Jiae yang juga memeluk perutnya.

Keduanya tersenyum kecil, merasa hangat hanya dengan mendekap satu sama lain dan saling menguatkan.

"Bagaimana dengan luka-lukamu?" tanya Jiae, memecah keheningan.

"Seperti yang kaulihat. Sudah membaik," Yoongi jawab.

Jiae mendongak, menatap Yoongi dengan bola matanya yang teduh. "Aku tahu kau bohong," cicit Jiae. "Luka di pelipismu masih terlihat. Memar di pipimu masih biru. Dan ini..." Jiae menyentuh bibir tipis Yoongi yang sudutnya masih menyisakan luka yang pasti terasa sangat sakit.

"Aku baik-baik saja selama kau di sisiku, Ji." Yoongi mengangkat sedikit sudut bibirnya meski itu menyakitkan.

Sontak saja hal itu membuat Jiae meringis sampai bulir-bulir air mata menggenang di pelupuk matanya. Jiae memeluk Yoongi erat, lupa bahwa ada beberapa luka di perut dan punggung Yoongi juga.

"Aku tahu ini berat. Tapi, menikahlah dengannya, Yoongi. Demi anakmu, bayi di dalam kandungan Nayeon," lirih Jiae beserta isakkan yang begitu menyesakkan.

Tidak. Tidak ada istri yang rela melihat suami yang dicintainya bersama wanita lain apalagi menikahinya. Tapi Jiae pikir, betapa egoisnya ia bila bahagia di atas penderitaan wanita lain. Betapa jahatnya ia, jika tertawa di atas tangis orang lain.

Jiae tak ingin jadi monster tak punya hati hanya karena cinta yang egois. Jiae tak ingin.

"Jangan katakan hal-hal menyakitkan itu. Apapun yang terjadi, aku tidak pernah berpikir untuk meninggalkanmu. Aku..."

"Aku tahu," sela Jiae, kembali mendongak menatap Yoongi. "Tapi kita bisa apa sekarang? Anak itu membutuhkan pengakuanmu, Yoongi-ya."

"Lalu bagaimana denganmu?" Yoongi melengos, menghindari menatap Jiae. "Menikahinya, hidup bersamanya, sama saja aku menghancurkanmu lebih jauh, Ji."

Jiae terdiam mendengar penuturan Yoongi yang putus asa. Bahkan suara lelaki itu terdengar bergetar. Ia melerai pelukan, menatap Yoongi dalam tanpa suara. Lantas, tangannya meraih tangan Yoongi, membuat Yoongi kembali menatapnya.

"Apa kau percaya tentang ketulusan cinta?" bisik Jiae. Tersenyum perlahan, namun matanya sama sekali tak mendukung senyumnya tersebut. "Sejak awal bagiku, mencintaimu saja cukup. Tak peduli seberapa banyak kau menyakitiku, tugasku hanya mencintaimu. Tak peduli saat itu kau tak membalas perasaanku, aku tetap mencintaimu."

"Ji," bisik Yoongi. Hampir saja isakkan tangisnya lolos.

"Sekarang, mengetahui kau mencintaiku dengan begitu besar saja sudah cukup." Tangan Jiae terangkat, menyentuh pipi putih Yoongi dan mengusapnya naik turun dengan lembut. Sementara sebelah tangannya lagi menggenggam tangan Yoongi semakin erat. "Berjanjilah untuk menjadi seorang ayah yang baik."

Yoongi menunduk. Begitu sulit menatap mata Jiae yang terlalu tulus sedangkan ia merasa begitu se-brengsek ini.

"Seharusnya kau tidak mencintaiku," isak Yoongi pelan. Sungguh, tak bisa lagi Yoongi menahan tangisnya. Jiae telah menyentuh ruang hati terdalamnya. Memukul Yoongi dengan kenyataan bahwa ia telah menyakiti malaikat seperti Jiae.

Tanpa menjawab ucapan Yoongi, Jiae menghambur kembali ke pelukan Yoongi. Mengusap punggung lebar Yoongi yang begitu rapuh saat ini.

"Aku tahu kau pria yang bertanggung jawab. Aku tahu kau akan menyelesaikan semuanya. Apapun itu, aku akan selalu mendukungmu. Kita akan melewati semuanya sama-sama." Jiae berbisik serak, menahan tangis yang hampir saja pecah.

"Tidurlah. Esok akan sangat melelahkan," ujar Jiae, menutup malam Yoongi dengan kecupan lembut di keningnya. Hanya itu yang bisa Jiae lakukan sebagai istri dan sebagai seseorang yang mencintai Yoongi.

"Terimakasih karena hadir di hidupku," bisik Yoongi, balas mengecup kening Jiae dengan air mata yang meluruh dari mata kecilnya.

***

Marriage Life Lovelyz ➖ HiatusOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz