7. (Bhuwakul Fam) Berpisah

253 40 6
                                    

Sujeong menatap sekelilingnya yang begitu sesak oleh orang-orang yang berlalu lalang. Di sana, Bambamnya berjalan tenang, dengan gaya sok tampannya yang entah mengapa, membuat Sujeong tersenyum.

"Legaaa," desah Bambam, mengusap mantelnya. Barusan, lelaki itu selesai dari toilet karena urusan mendesaknya.

"Pesawatmu sebentar lagi berangkat," gumam Sujeong, berdiri dan merapikan pakaian Bambam.

Ada rasa sedih untuk melepas Bambam pergi. Takut Bambamnya lupa untuk pulang, padahal itu mustahil.

"Ya Tuhan, kenapa kau sangat cantik sehingga aku begitu sulit meninggalkanmu?" decak Bambam, mencubit pipi Sujeong yang cabi.

Mendengar itu, perasaan Sujeong semakin tak karuan saja. Tak kuasa, Sujeong segera menghambur ke pelukan Bambam, menenggelamkan kepala di ceruk lehernya.

"Selesaikan pekerjaanmu secepat mungkin di sana, dan segeralah pulang," bisik Sujeong.

Bambam tersenyum, mengusap punggung sempit Sujeong lembut. "Tentu, aku akan segera pulang untukmu," balas Bambam. "Jangan nakal selama aku pergi. Ingat, kau milikku. Tidak ada yang boleh melihatmu berkacamata, tidak ada yang boleh melihatmu memakai lipstik merah, tidak ada yang boleh melihatmu memakai pakaian terbuka, tidak ada..."

Sujeong melerai pelukan, kemudian menyimpan telunjuknya di bibir Bambam. "Aku tahu. Sujeong hanya miliknya Bambam. Sujeong hanya akan cantik di depan Bambam. Dan Sujeong hanya akan mencintai Bambam seorang. Puas?" Sujeong menggeleng pelan dengan senyuman tipisnya.

Bambam terkekeh, lantas kembali memeluk Sujeong dengan erat. "Jaga diri baik-baik, Sayang. Jika rindu, panggil namaku tiga kali," ujarnya jenaka.

"Kau bukan jini!"

"Memang bukan. Aku Bambam."

Sujeong memukul pelan bahu Bambam, tetapi kemudian tersenyum lebar. "Pergilah, sekretarismu sudah menunggu," ucap Sujeong berat hati.

Keduanya melerai pelukan. Dengan senyum simpul, Bambam menatap mata terang Sujeong yang senantiasa membuatnya jatuh dan jatuh cinta lagi setiap harinya.

"Ya Tuhan, aku tidak menyangka meninggalkanmu bisa seberat ini," decak Bambam setelah lama hanya menatap lurus wajah Sujeong. Diusapnya pipi wanita cantik itu dengan ibu jarinya. "Tunggu aku," lanjutnya kemudian, mengecup lama kening Sujeong.

"Aku akan menunggumu," balas Sujeong yang kini mendapatkan kecupan di puncak kepalanya.

Setelah itu, Bambam benar-benar pergi, melambaikan tangannya dengan senyuman teduh. Selangkah demi langkah yang Bambam ambil, tak luput dari pengawasan netra Sujeong, sampai sosok itu benar-benar hilang dari jangkauan pandangnya.

"Cepatlah kembali, Bam," bisik Sujeong, saat pesawat lepas landas. Setitik air mata yang sejak tadi ia tahan, akhirnya terjatuh membasahi pipi wanita itu. "Aku akan sangat merindukanmu," lanjutnya, sebelum berbalik pergi.

***

Awalnya Sujeong pikir, empat hari adalah waktu yang singkat. Tapi ternyata salah. Hari ini, belum genap Bambam pergi sehari, perasaan rindu itu sudah mengganggunya. Belum lagi tubuhnya yang terasa remuk membutuhkan dekapan Bambam sebagai pereda nyeri.

Sujeong berusaha tertidur, karena malam sudah semakin larut. Bahkan sebenarnya, ini sudah menjelang pagi. Tapi kantuk itu tak kunjung datang. Matanya masih segar dan ringan. Maka yang ia lakukan sejak tadi pun hanya memandangi sisi tempat tidurnya, di mana biasanya di sana ada Bambam yang akan memeluknya dengan hangat.

"Sial sial sial!" Sujeong menendang selimutnya dengan kesal. "Kenapa aku merindukanmu secepat ini?" gerutu Sujeong sebal.

Di setiap penjuru kamar, seluruh bayangan Bambam ada, mengacaukan pikirannya. Lalu setelah sekian lama, akhirnya Sujeong menangis. Awalnya hanya menangis biasa, lalu lama kelamaan semakin keras dan keras.

***

Pagi hari yang seharusnya diawali dengan aktifitas, Sujeong malah masih meringkuk di atas ranjang. Setelah semalaman memikirkan Bambam dan menangis. Pagi harinya, Sujeong pulang pergi ke kamar mandi untuk memuntahkan makan malam dan juga cairan-cairan bening.

Kepalanya terasa penat dan berat, disertai dengan perut yang bergolak mual. Kemarin, seingat Sujeong sakitnya tidak separah ini.

Menjelang siang, Sujeong hanya bisa melahap bubur dan berusaha meringankan pikirannya dengan menonton tv. Dering ponsel di atas meja membuat wanita itu melebarkan mata dengan senyuman bahagianya.

"Bam!" pekik Sujeong segera setelah ia mengangkat panggilan.

Terdengar kekehan khas Bambam di seberang sana. "Hei, kau bersemangat sekali? Kau sudah merindukanku, ya?" tanya Bambam.

Sujeong tersenyum malu, merasa bahwa dirinya memang benar-benar bodoh sehingga Bambam bisa segera menebak.

"Kau sudah sampai?" tanya Sujeong.

"Aku masih di dalam taksi menuju hotel," balas Bambam di seberang sana. "Apa kau makan dengan baik? Suaramu sedikit berbeda."

"Yah, aku makan dengan baik. Jangan khawatir, Bam."

"Baguslah. Aku merindukanmu."

"Aku juga."

"Semalam rasanya tidak nyaman. Aku tidak bisa memelukmu, atau bahkan mendengar suaramu," ucap Bambam dengan rengekan manjanya seperti biasa.

Sujeong tersenyum. Itu juga yang ia rasakan. Perasaan kosong dan hampa tanpa Bambam.

"Kurasa aku sudah sampai di hotel," ucap Bambam setelah dehamannya. "Aku tutup dulu, ya. Nanti malam akan kuhubungi lagi."

Sujeong mengangguk, tak sadar bahwa Bambam tidak akan bisa melihatnya.

"Jeong?"

"Ah, ya, ya. Jaga dirimu," gumam Sujeong sebelum mengakhiri panggilan.

Sekarang Sujeong terdiam lagi. Tak tahu harus melakukan apa untuk mengisi luang. Ingin pergi ke toko, tapi tubuhnya benar-benar lemas luar biasa. Bahkan sekadar berjalan ke toilet saja rasanya begitu sulit. Mungkin, Sujeong harus memeriksakan keadaannya ke dokter sore ini.

***

Sujeong tak punya pilihan lain selain pergi ke dokter sendirian sore ini. Karena akan semakin gawat keadaannya jika ia hanya berdiam diri di rumah tanpa memastikan keadaan kesehatannya.

Sebelum mengantri, Sujeong juga menyempatkan diri untuk menjenguk ibunya Yein yang sedang dirawat. Setelahnya, baru Sujeong mengambil nomor antrian untuk periksa.

Sujeong sudah memakai mantel yang paling tebal yang ia punya. Tapi, tubuhnya masih menggigil dingin, padahal udara tak sedingin minggu lalu karena musim dingin juga akan segera berakhir.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya namanya dipanggil. Dengan langkah hati-hati, Sujeong masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Dokter Krystal menanyakan beberapa keluhan Sujeong dan memeriksa detak jantung beserta perut wanita itu.

"Anda baik-baik saja, hanya perbanyaklah istirahat dan makan buah sayur," ucap dokter Krystal seraya menuliskan resep obat di atas secarik kertas. "Dan saya sarankan setelah ini Anda berkonsultasi dengan dokter kandungan."

Sujeong mengangguk paham, tapi, detik berikutnya ia terdiam.

Kandungan?

Kandungan?

Apa...

"Saya hamil?" tanya Sujeong kaget.

"Ya. Usia kandungan Anda sudah memasuki dua minggu sepertinya."

"Bagaimana bisa?" pekik Sujeong. "Minggu lalu saya melakukan test, tapi hasilnya negatif!"

"Tapi Anda benar-benar hamil, Nyonya. Mungkin saja hasil test yang Anda terima kemarin salah. Testpack kadang memang sering salah."

Sujeong benar-benar terdiam. Bibirnya terangkat membentuk senyum setelahnya. Tapi air matanya juga mengalir di saat yang sama. Sujeong tidak tahu, ternyata Tuhan merencanakan alur tak terduga ini untuk hidupnya.

***

Marriage Life Lovelyz ➖ HiatusWhere stories live. Discover now