6. (Min Fam) Cemburu?

320 63 9
                                    

Sudah tiga hari Yoongi hanya berbaring di atas ranjang dengan selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Yoongi sungguh bosan dan muak, tetapi kondisi tubuhnya benar-benar buruk. Untuk ke toilet saja dia membutuhkan orang lain untuk membantunya turun. Yah, meski sekarang sudah lebih baik.

"Kau sudah bangun?"

Yoongi menoleh ke sisi kanan, di mana Jiae baru saja masuk dengan sebuah baskom air dan handuk kecil di pangkuan yang kemudian ia simpan di atas nakas.

"Kau bisa bangun sedikit?" tanya Jiae datar, tetapi lembut di saat yang sama.

Yoongi mengangguk kecil dan berusaha duduk dibantu oleh Jiae yang sudah duduk di sudut ranjangnya.

"Maaf aku harus melakukan ini," gumam Jiae gugup. "Kau harus membersihkan diri. Jadi bisakah kaubuka kausmu?"

Yoongi menatap Jiae intens. Beberapa saat setelahnya, ia bergerak untuk mengangkat ujung kausnya. Tapi sial, tenaganya benar-benar lenyap, sehingga membuka kaus saja begitu susah sampai ia berkeringat dingin. Padahal ia tinggal meloloskan kaus itu di kepalanya.

"Maaf, biar kubantu."

Jiae bergerak membantu Yoongi meloloskan kausnya. Kemudian mundur sedikit untuk menyimpan kaus itu ke dalam keranjang pakaian kotor. Perasaan gugup menyertai keduanya, apalagi Jiae. Kentara sekali ia sangat malu melihat Yoongi bertelanjang dada, pipinya merona dengan tatapan mata yang enggan melihat ke arah mata atau aset kotak-kotak milik Yoongi.

"Miringkan kepalamu," ucap Jiae setelah mencelupkan handuk kecil ke dalam baskom berisi air hangat dan memeratnya.

Dengan telaten, wanita itu melap sekitaran leher Yoongi. Sampai pada saat netra mereka bertemu, Jiae sempat terkunci tatapan tajam lelaki yang menyandang gelar sebagai suaminya tersebut. Membuat kinerja jantungnya menggila. Namun setelah beberapa saat, Jiae memutus kontak mata mereka dan memilih kembali berkonsentrasi pada pekerjannya.

Yoongi sendiri hanya diam, membiarkan Jiae menyelesaikan pekerjaannya. Tapi sungguh, Yoongi tak bisa bohong bahwa sesungguhnya ia juga gugup berada dalam keadaan itu. Apalagi ketika netranya memandang tatapan polos Jiae, ada perasaan aneh yang membuatnya ingin tersenyum.

Ternyata selain dari tubuh mungil dan wajah imutnya, aku baru sadar bahwa tatapan mata Jiae juga polos. Dia benar-benar seperti malaikat kecil. Sangat lucu.

Yoongi menggelengkan kepala keras-keras saat pemikiran itu muncul begitu saja di benaknya. Mengundang Jiae untuk menatapnya dengan bingung.

"Ada apa?" tanya Jiae.

Yoongi kembali memasang eskpresi datar. "Tidak ada," balasnya. "Apakah sudah selesai?"

Jiae mengangguk kecil dan menyimpan handuk yang ia pegang ke dalam baskom. Kemudian wanita itu turun dan mengambil sebuah kaus tebal lengan panjang berwarna hitam di dalam lemari.

"Pakailah!" gumam Jiae seraya menyimpan kaus itu di pangkuan Yoongi.

Yoongi sendiri menatap kaus tersebut dengan tatapan bingung. Ia rasa kaus itu bukan miliknya. Ia belum pernah membeli kaus model seperti itu.

"Aku membelikannya untukmu kemarin," balas Jiae lembut.

Yoongi menatap dingin, tetapi kemudian memakainya. "Lain kali tidak usah membelikan aku apapun. Aku cukup mampu membeli barang-barang seperti ini," gumamnya.

Jiae hanya tersenyum kecil. "Aku tahu. Kau bahkan bisa membeli dengan tokonya jika kaumau. Tapi itu kubeli sebagai hadiah, jadi pakailah!" jawab Jiae.

Yoongi kembali membaringkan tubuhnya dan menarik selimut hingga ke dada.

"Aku tidak berulang tahun atau apapun."

"Itu hadiah perpisahan," balas Jiae cepat. Dan Yoongi? Ia terdiam seketika.

Perpisahan?

"Aku akan membawakanmu sarapan dan obat. Tunggulah sebentar," ucap Jiae kemudian. Tak menyadari bahwa Yoongi membisu dengan pikiran berkecamuk bingung.

***

Siang hari di saat biasanya Yoongi tengah disibukkan dengan berbagai pekerjaan dan pertemuan penting, kini Yoongi hanya menatap datar pada jendela di mana cahaya mentari menerobos masuk menuju kamar. Sungguh membosankan.

Yoongi mendesah kecil. Diambilnya ponsel di dalam laci dan menghubungi Nayeon. Di dering kedua, panggilannya sudah diangkat dan suara gadis yang ia rindukan terdengar.

"Oppa! Kenapa kau belum masuk kantor juga?" Suara di seberang sana menyahut demikian ketika telpon tersambung.

"Aku masih belum pulih, Sayang. Sabar, ya," balas Yoongi. Berusaha berbicara selembut mungkin, meski itu bukan gayanya.

"Aku merindukanmu, Yoongi Oppa... bagaimana bisa aku sabar?" pekik Nayeon di seberang sana. "Kau bahkan tidak memperbolehkan aku menjengukmu ke rumah! Sungguh keterlaluan."

"Nayeon-a, mengertilah. Jika kau ke sini, Eomma pasti akan mengusirmu. Kau tahu bukan tentang status pernikahanku?" ucap Yoongi berusaha bersabar.

"Itulah mengapa aku ingin kau cepat bercerai dari wanita lumpuh itu! Aku benci terus kucing-kucingan seperti ini!" protes Nayeon. "Tak bisakah kau singkirkan saja Jiae dengan cara yang lebih sederhana? Menuduhnya selingkuh, mungkin? Atau buat dia pergi selama-lamanya! Menunggunya sembuh hanya akan membuatku bosan dan pada akhirnya pergi darimu!"

"Nayeon-a!"

"Kau mencintaiku, bukan? Seharusnya berjuanglah untuk cinta kita, sebelum Jiae mencuci otak semua keluargamu, dan kau akan terjebak dengannya selamanya."

Yoongi turun dari ranjang dan berjalan pelan menuju balkon. Kepalanya berdenyut nyeri, belum lagi mendengar ocehan Nayeon yang ia kira akan menenangkannya, justru malah memberikan kegusaran yang lebih buruk. Ia duduk lesehan di lantai balkon, dengan punggung bersandar ke pagar pembatas balkon tersebut.

"Nayeon, aku mungkin mencintaimu dan membenci pernikahan ini. Tapi aku tidak bisa berbuat sejahat itu," balas Yoongi pelan. "Sabarlah. Aku pasti akan menyelesaikan semuanya. Kau mau menungguku, bukan?"

Hening yang cukup lama sebelum Nayeon menjawab, "Aku mungkin akan berpikir ulang tentang kelangsungan hubungan kita. Kupikir kau tidak serius mencintaiku," ucap Nayeon. Setelahnya telpon terputus begitu saja.

Yoongi memejam lelah. Membiarkan tangannya terkepal pelan di atas dahi. Sungguh Yoongi tak ingin kehilangan Nayeon, tetapi tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk gadisnya itu. Terkadang Yoongi lelah menghadapinya.

Cukup lama Yoongi berada di posisi seperti itu. Sampai pada saat suara tawa yang manis terdengar, Yoongi membuka mata. Netranya mengedarkan pandangan, mencari asal suara tawa tersebut. Ia pikir itu berasal dari bawah, jadi Yoongi mengintip ke bawah dan menemukan dua manusia yang tengah berbincang hangat di sana.

"Jiae?" monolognya.

Entah untuk alasan apa, Yoongi tersenyum saat melihat Jiae berdiri dan mulai melangkah pelan di bawah sana. Tidak, Yoongi tidak tersenyum karena ia akan lepas dari Jiae setelah gadis itu sembuh. Yoongi tersenyum murni karena merasa bangga Jiae bisa pulih.

Namun, senyuman Yoongi lenyap seketika saat menatap Jiae terjatuh dan lengan Dokter yang ia kenal memeluk Jiae. Ada perasaan tak suka saat ia melihatnya.

Yoongi berdiri, berpegangan pada pagar balkon dan menatap Jiae dan Kim Minjae semakin lekat. Merasa semakin ada yang tidak beres ketika melihat Jiae tersenyum pada Jiae, Yoongi berjalan mundur, kembali ke kamar.

Tidak. Kenapa aku tidak suka melihat senyum Jiae kepada dokter itu? Kenapa aku harus merasa marah? Apa aku... cemburu?

Shit! Mustahil! Mencintainya saja aku tidak.

***

Marriage Life Lovelyz ➖ HiatusWhere stories live. Discover now