10. (Bhuwakul Fam) Takdir yang Lucu

153 36 14
                                    

Takdir memang terkadang lucu. Mereka senang bermain-main, memainkan kehidupan seseorang. Seperti halnya hidup Sujeong kini. Takdir dengan begitu tak sopannya memporak porandakan Sujeong dengan cara merenggut Bambam dari sisi hidupnya. Tapi saat ini, di depan sana, di tepi pantai, Sujeong melihat seseorang seperti Bambam. Seseorang yang dari rambut, dari perawakannya, dari senyumnya, sangat Sujeong hafal.

Benar, Sujeong sudah berusaha rela. Benar, Sujeong sudah berusaha ikhlas. Tapi bagaimana bisa pertahanannya kini runtuh, hanya karena melihat orang yang hanya mirip dengan Bambam?

Air mata yang dua hari kemarin tak pernah lagi keluar, hari ini terpaksa kembali Sujeong biarkan mengalir membasahi pipinya. Bukan, bukan karena Sujeong kembali lemah. Sujeong hanya ingin membiarkan sesaknya reda dengan tangis. Setidaknya, dia pikir itu adalah sesuatu yang tepat untuk dia lakukan.

Wanita itu berjalan sedikit ringkih, tersenyum getir, dan mengusap bulir-bulir air yang jatuh dari matanya. Ditatapnya dua manusia yang tengah berpelukan mesra di tepi pantai itu. Sangat manis, mereka benar-benar manis.

Bodohkah jika Sujeong membayangkan bahwa kedua manusia itu adalah dirinya dan Bambam?

Sujeong mengusap perutnya yang besar. Kaki-kaki jenjangnya melangkah dengan sendirinya menuju dua insan itu. Bukan untuk menyaksikan keromantisan yang tak lagi bisa ia lakukan. Tapi untuk menyentuh lelaki yang mencuri perhatiannya. Untuk menatap lelaki yang Sujeong pikir, bisa membuat bayi di dalam kandungannya tenang, berpikir bahwa lelaki itu adalah ayahnya.

Di jarak tiga langkah di belakang mereka, Sujeong berhenti. Ditatapnya lekat-lekat postur tubuh lelaki yang mirip Bambam tersebut. Dan Sujeong mulai memikirkan hal-hal bodoh, seperti halnya berpikir bahwa ia adalah Bambam. Bambam-nya yang hilang lima bulan lalu.

Sadarlah, Jeong! Tidak mungkin dia Bambam! Dirinya yang lain mengingatkan.

Kembali Sujeong berjalan, menyentuh pundak lelaki itu hingga sang empunya berbalik.

Dan ... Sujeong bergeming.

"Bam," lirihnya tersendat.

Sujeong tidak tahu apakah ia berhalusinasi atau tidak. Tapi laki-laki di hadapannya benar-benar Bambam, suaminya. Dia bukan hanya mirip, tapi benar-benar orang yang sama. Sujeong tidak mungkin salah mengenali suaminya sendiri, bukan? Mereka sudah bersama dalam kurun waktu yang lama, Demi Tuhan!

"Maaf?" Bukan lelaki itu yang merespons, tapi wanita cantik di sisinya.

Sujeong mengerjap, menjernihkan pikiran bahwa tidak mungkin pria di hadapannya adalah Bambam. Namun semakin ia menyangkal, semakin yakin pula bahwa lelaki itu adalah orang yang sama dengan lelaki yang menikahinya tempo lalu.

"Kau Bambam, kan?" tanya Sujeong. Semua niat awalnya sirna, saat tatapannya beradu dengan tatapan lelaki itu. Ia yakin itu Bambam. Sujeong tidak mungkin salah menilai seseorang yang menjadi hidupnya selama ini.

"Kau ... siapa?" tanya lelaki itu bingung, menatap Sujeong dan wanita di sisinya bergantian.

Suara itu ...

Itu suara Bambam-nya. Tidak mungkin Sujeong salah. Sujeong terlalu mengenal Bambam. Sujeong terlalu tahu semuanya tentang Bambam melebihi Bambam-nya sendiri.

Alih-alih menjawab pertanyaan lelaki yang ia pikir Bambam, Sujeong segera menghambur ke pelukannya. Memeluk tubuh tinggi pria itu dengan begitu erat. Terisak sangat keras di sana.

Bahkan pelukan itu pun sama. Sujeong bisa merasakan hal itu. Aroma alami tubuh Bambam. Kehangatan nyata pelukan Bambam yang biasa dia dapatkan.

Dia benar-benar Bambam. Sujeong tahu itu.

"Hei, aku tanya. Kau siapa?"

Lelaki itu melerai pelukan dengan paksa, menatap Sujeong dengan tatapan tak suka, lalu meraih lengan wanita di sisinya.

Sujeong bergeming. Menatap mereka bergantian.

"Bam, siapa dia?" tanya wanita itu, memeluk lengan Bambam dengan posesif. Seolah-olah dia sangat takut bahwa lelaki itu akan pergi dari sisinya.

Sujeong sendiri berdiri diam, menatap lelaki tinggi itu tepat di manik matanya. Bukankah wanita tadi memanggilnya Bambam? Berarti dia benar-benar Bambam-nya, kan? Bambam yang selama ini ia rindukan? Tidak mungkin satu orang yang sama memiliki wajah, postur tubuh, suara, bahkan nama yang sama. Itu terlalu mustahil!

"Kau tidak mengenaliku?" tanya Sujeong lirih. "Dengar, kau bilang kau pergi sementara. Kau bilang kau akan kembali, kau akan tinggal di sisiku selamanya, bahagia denganku dan juga anak kita. Kau tak ingat itu, hm?" Sujeong hampir kehilangan suaranya karena tangis yang tiba-tiba lolos. Dadanya terasa begitu penuh dan sesak oleh berbagai macam perasaan yang merangsek masuk.

Pertahanannya hancur, hatinya remuk, begitu Bambam hanya menatap datar dan mundur, menjauh darinya. Seolah-olah ia berpikir bahwa Sujeong adalah wanita gila yang tiba-tiba datang.

Sujeong bergeming hampa. Air laut yang pasang mengenai kakinya, membawa pasir yang juga ikut terseret mengotori kaki Sujeong. Ditatapnya lekat-lekat wajah Bambam dengan mata yang basah.

"Kau pernah bilang, bahkan jika di kehidupan selanjutnya kau tidak bisa mengingatku, kau akan tetap mencintaiku." Sujeong tersenyum getir, memegangi perutnya. "Apa kau juga lupa dengan itu? Atau kau pura-pura lupa?"

Sujeong maju, Bambam mundur.

Sejauh itukah kau pergi, Bam? Hingga pada akhirnya kaulupa jalan untuk pulang.

Bagaimana bisa, hanya dalam kurun waktu lima bulan, kau berubah. Bagaimana bisa pula, kaulupa.

Atau selama ini, kau hanya pura-pura mencintaiku? Menentang keluargamu demi aku, berdiri paling depan untuk melindungiku, dan pada akhirnya, meninggalkanku.

"Kurasa kau salah orang," ucap wanita di sisi Bambam, yang lalu menggandeng tangan lelakinya.

Mereka melangkah beriringan, meninggalkan Sujeong yang meluruh di atas pesisir pantai yang basah. Terterpa ombak, dan duka yang teramat sakit.

Mengapa semua bisa menjadi begini?

Mengapa Bambam-nya lupa?

Mengapa Bambam-nya berubah begitu cepat?

Dan mengapa... Sujeong masih tak percaya dengan apa yang terjadi?

Apakah Sujeong yang bodoh, atau memang takdir yang begitu kurang ajar dalam mempermainkan hidupnya?

***

Marriage Life Lovelyz ➖ HiatusWhere stories live. Discover now