18. (Min Fam) Aku di Sini

289 59 5
                                    

"Dia menghamili Nayeon," gumam ayah Yoongi, menyela Jiae. "Apa kau masih tetap ingin membela suami brengsekmu ini, hm?"

Jiae bergeming seketika. Menatap nanar Yoongi, dan kemudian tersenyum, seiring dengan jatuhnya air mata yang semakin deras.

"Berdirilah. Kau bisa, kan?" tanya Jiae pelan, membantu Yoongi bangun.

"Jiae-ya," lirih Yoongi. "Kau tidak dengar Appa bicara apa barusan?"

"Aku dengar," balas wanita itu, tanpa ingin menatap mata Yoongi. Kedua tangan kecilnya tetap bergerak membantu Yoongi berdiri dengan susah payah. Tubuh kecilnya membopong Yoongi, seolah ukuran tubuh yang mungil tidak ada artinya karena cinta dan hatinya yang begitu besar.

"Ji." Lagi-lagi Yoongi memanggil Jiae.

"Berhentilah berbicara Yoongi-ya. Aku tahu itu pasti sakit," balas Jiae, lalu menatap pria paruh baya di sisinya. "Abeoji, maafkan aku. Bukan maksudku kurang ajar, tapi aku harus menghentikanmu."

Sementara Jiae berjalan meninggalkan rumah bersama Yoongi, ayah Yoongi terduduk lemas, memegangi lengannya yang bercucuran darah.

"Lihat, aku malu membesarkan anak brengsek sepertinya," gumam ayah Yoongi berdecih. "Aku menikahkannya dengan wanita sebaik Jiae, tapi dia malah bermain dengan wanita lain."

***

"

Jiae." Yoongi menoleh dengan susah payah, menatap Jiae yang tengah menyetir mobil.

"Kau butuh sesuatu?" tanya Jiae, menoleh. Wanita itu menatap Yoongi dengan tatapan tak terbaca. Masih tersisa air mata di sudut matanya yang membuat Yoongi merasa semakin bersalah.

"Kau tidak marah?" Yoongi tanya.

Tak ada respon dari Jiae, sehingga Yoongi bergerak menyentuh sebelah tangan Jiae dan menggenggamnya lembut.

"Maafkan aku. Maaf karena aku memaksamu berjanji untuk tetap tinggal di sisiku," ujar Yoongi. Bertepatan dengan itu, mereka sampai di depan rumah sakit hallym.

"Berhentilah bicara, Yoongi-ya. Tunggu di sini sebentar, aku akan meminta perawat membawamu, hm?" Jiae menunjukkan senyuman kecilnya meski dapat Yoongi lihat genangan air mata tinggal di pelupuk mata wanita itu.

Yoongi hanya terdiam, menyaksikan Jiae keluar dan berlarian kecil ke dalam rumah sakit.

Demi apapun, Yoongi merasa teramat sesak. Di saat seharusnya Jiae marah, mencaci maki atau minimal meninggalkannya, Jiae justru malah melakukan hal yang sebaliknya. Yoongi merasa semakin bersalah menyakiti wanita sebaik Jiae. Tapi di satu sisi juga merasa takut, jika diamnya Jiae kini hanya untuk memberinya kejutan yaitu, perpisahan.

Tidak, Yoongi tidak mau.

Tapi, Yoongi juga merasa tak pantas tetap tinggal di sisinya.

Tak berselang lama, dua perawat datang menjemput Yoongi. Membawanya ke rumah sakit untuk segera mengobati memar dan luka di seluruh tubuhnya.

***

Jiae duduk di depan IGD, menatap kosong ubin rumah sakit yang begitu dingin. Setitik air mata Jiae jatuh, membasahi outfit yang ia kenakan. Ada yang sakit di sudut hatinya, teramat sakit hingga menyebabkannya sulit walau hanya menghirup udara.

Jiae tidak tahu, ke mana takdir akan membawa hidupnya setelah ini. Apakah terus menyeretnya menuju kubangan duka, atau membawanya pada cahaya terang meski terlebih dahulu melewati jurang yang curam.

Jiae bergeming, bingung.

Jiae terlanjur mencintai Yoongi dan berjanji untuk tetap tinggal di sisinya. Tapi Jiae tak bisa berbohong bahwa ia juga terluka. Amat sangat terluka. Apalagi, kesalahan Yoongi kali ini melibatkan seorang janin yang tak berdosa.

Haruskah Jiae egois dan tetap berpegang pada janjinya? Atau memilih merelakan demi janin yang ia sayangkan?

Jiae tidak tahu.

Jiae berdiri tatkala dokter keluar dari ruangan Yoongi. Setelah bercakap mengenai keadaan Yoongi, Jiae segera masuk, menatap sendu Min Yoongi yang terbaring dengan lebam di tubuh dan wajahnya.

"Sudah lebih baik?" tanya Jiae, duduk di sudut ranjang.

Yoongi sedikit bangkit, mengambil posisi setengah duduk dibantu Jiae.

"Ji," lirih Yoongi, meremas tangan Jiae. Tidak perlu melanjutkan kata-katanya, Jiae sudah tahu betapa putus asa dan takutnya Yoongi. Matanya tak bisa berbohong.

Jiae tersenyum, mendekat dan mengusap pipi Yoongi lembut. "Tidak apa-apa. Kita akan membicarakan solusinya nanti," ucap Jiae. "Istirahatlah, hm?"

"Kau akan meninggalkanku?" tanya Yoongi. Genggaman tangannya mengerat, dengan tatapan tepat di manik mata Jiae.

"Bukankah aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu?" bisik Jiae. Wanita itu bergerak, beringsut memeluk tubuh Yoongi perlahan. "Kau menyuruhku berjanji karena hal ini, kan?" tanya Jiae di bahu Yoongi. Air matanya mengalir sangat pelan.

Ya, Jiae paham sekarang alasan Yoongi terus membicarakan soal kepercayaan dan menyuruhnya untuk tetap tinggal. Semua karena ini. Semua karena Yoongi takut kehilangannya. Tak perlu Yoongi bicara, Jiae sudah mengerti bahwa Yoongi mulai mencintainya.

Sementara Jiae menangis dalam hening di pelukannya, Yoongi memejamkan mata, menahan sesak yang begitu memukul hatinya.

Yoongi juga bingung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Apakah brengsek jika Yoongi berpikir tidak ingin menikahi Nayeon? Apakah bajingan jika Yoongi berpikir menghidupi Nayeon dan anaknya tanpa pernikahan pun merupakan bentuk tanggung jawab?

Jawabannya jelas ya. Yoongi brengsek dan bajingan jika melakukan itu semua.

Tapi Yoongi tidak sanggup meninggalkan Jiae, atau bahkan menduakannya. Yoongi tidak bisa.

"Apa kau merasa takut?" tanya Jiae. "Apa kau merasa putus asa? Bingung? Menangislah, Yoongi-ya. Menangislah di pelukanku." Jiae berbisik serak disertai elusan tangannya di bahu Yoongi, mengisyaratkan Yoongi untuk melakukan apa yang ia ucapkan.

"Ji, aku takut kehilanganmu..."

Akhirnya, kalimat yang terus memenuhi benak dan batin Yoongi tersuarakan. Ia memeluk tubuh mungil Jiae erat, tak peduli meskipun tubuhnya kesakitan bekas pukulan ayahnya. Yoongi hanya ingin memeluk Jiae sekarang, menghempaskan sesaknya yang menghimpit.

"Aku takut, Ji. Aku takut kau meninggalkanku."

Yoongi, seorang laki-laki yang tampak datar, dingin dan tak pandai mengekspresikan diri, untuk pertama kalinya menangis di pelukan wanita selain ibunya. Yoongi, seorang laki-laki yang dulu sering mempermainkan wanita, kini terisak di pelukan satu-satunya wanita yang berhasil memporak porandakan perasaannya.

Yah, cinta bisa mengubah seseorang dengan begitu cepat.

"Aku di sini, Yoongi. Aku di sini. Aku tidak akan meninggalkanmu. Itu janjiku, kan?" isak Jiae, sesekali menciumi pipi Yoongi. "Aku akan mempercayakan semuanya padamu. Kita akan lalui semuanya sama-sama. Jangan merasa sendiri. Aku tahu kau sudah berubah, aku tahu. Aku di sini."

Keduanya berpelukan dengan tangis yang pecah. Saling memberi kehangatan, kekuatan dan ketenangan.

Ya. Dua insan yang telah terikat dengan cinta yang kuat, akan berpikir bahwa mereka bisa melalui semua dengan mudah, asal keduanya saling bergenggam tangan. Tanpa mereka tahu, dunia itu terkadang kejam. Tanpa mereka tahu, dunia terkadang egois.

***

Marriage Life Lovelyz ➖ HiatusΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα