9. (Jeon Fam) Gwaenchana~

285 70 13
                                    

"Appa..." Yein memeluk lengan lelaki paruh baya yang notabene adalah ayahnya. Wanita itu memeluk lengannya seraya menenggelamkan wajah di sana dan terisak pelan. Sementara, wanita paruh baya yang melahirkannya tengah tertidur lelap di atas blankar dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya.

"Yein-a, kau harus percaya bahwa Eomma akan kuat," lirih Sang Ayah menenangkan.

Yein menggeleng lemah, sambil masih terisak. "Appa, aku takut," lirih Yein kembali. "Bukankah Eomma sudah sembuh beberapa tahun lalu? Kenapa bisa kambuh lagi?"

"Appa juga tidak tahu, Yein-a. Mendadak Eomma merasakan sakit perut lagi. Appa yakin, ini bukan kali pertama dia sakit, tapi dia tak pernah mengatakan apapun pada Appa."

Yein menjauhkan kepalanya dari lengan Sang Ayah, kemudian berdecak pelan menatap ibunya. "Ck. Eomma memang bodoh," ucapnya.

"Yein-a!"

"Itu benar, Appa. Eomma bodoh, selalu menyembunyikan sakitnya sendirian," lanjut Yein. Wanita hamil itu terisak lagi. "Kalau sakitnya parah, dan Appa tidak ada di rumah, bagaimana? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya!"

"Yein-a!" Yein mendongak, tatkala suara yang ia kenal terdengar.

"Kook!" pekik Yein tertahan. Wanita itu berlari kecil, menghambur ke pelukan Jungkook secepatnya. "Eomma, Kook!" isaknya, menyeka air mata di pipi dengan kemeja merah Jungkook.

"Iya iya, In. Tenang, ya. Eomma pasti tidak apa-apa. Jangan khawatir," bisik Jungkook, mengelus lembut kepala Yein.

"Aku kesal sekali padanya, Kook!" Yein menatap Jungkook dengan mata basah dan hidung yang merah. Rambut depan wanita itu sedikit berantakan karena pelukannya barusan.

"Hei, jangan begitu," gumam Jungkook, memegang bahu Yein lembut. "Do'akan saja supaya Eomma cepat sembuh, ya? Jangan menangis terus." Dengan sangat lembut, ibu jari Jungkook menghapus bulir-bulir air mata yang mengalir di pipi Yein yang mulai membengkak.

"Tapi Eomma akan sembuh, kan?" bisik Yein. "Aku akan memarahinya nanti jika ia sadar."

Jungkook tersenyum kecil, menatap Yein yang menggemaskan meski wajahnya jelek saat menangis. "Eomma akan sembuh," balas Jungkook, lantas meraih Yein ke pelukannya.

"Jungkook, sebaiknya kau bawa Yein keluar dari sini. Sepertinya Yein juga belum makan," gumam Ayah Yein, menatap Jungkook dengan senyuman tipis yang menyembunyikan kegundahannya.

"Appa, apa kau mengusirku?" Yein menoleh dan memasang wajah sebal.

Ayahnya terkekeh kecil, berjalan pelan menghampiri puteri semata wayangnya yang cantik. "Appa hanya tidak ingin puteri dan calon cucu Appa kelelahan. Pergilah dulu untuk makan, hm?" Sang Ayah mengusap kepala Yein dengan senyuman hangat.

Yein tersenyum meski air matanya jatuh. "Appa..." lirih Yein, memeluk tubuh lelaki paruh baya itu dengan erat. "Jaga Eomma untukku, hm?" bisik Yein.

Yein lupa, kapan terakhir kali ia memeluk sang ayah. Mungkin sebelum ia menikah? Dan itu terasa sangat lama. Yein juga lupa, kapan terakhir kali ia berdebat dengan ibunya. Apakah ketika ia masih anak SMA, atau kuliah? Atau mungkin kemarin, sebelum ia resmi menjadi istri Jungkook? Yein lupa, kapan ibunya memarahinya dan Yein berlari untuk mengadu pada ayah. Mungkin itu beberapa tahun yang lalu, tetapi Yein merasa itu masih kemarin. Dan anehnya, Yein rindu itu semua.

Yein mengembangkan senyum. Dalam dekapan ayahnya, Yein berdo'a, semoga Tuhan membiarkan kedua orang tuanya hidup lebih lama untuk menghabiskan masa tua dengan cucu-cucu mereka. Yein berharap, dapat tertawa lebih lama dengan appa dan eomma-nya. Ya, hanya itu, sesederhana itu. Tapi, tidak pernah ada yang tahu bagaimana Tuhan menuliskan takdir.

Marriage Life Lovelyz ➖ HiatusWhere stories live. Discover now