Part 6✔

15.1K 389 5
                                    

"Rasa nyaman tidak selalu didapatkan dari orang yang kita sukai. Karena rasa nyaman datang karena dua orang yang mampu mengisi satu sama lain."

~~~

Pelataran rumah megah yang luas menjadi tempat persinggahan mobil milik Faldo saat ini. Taman bunga yang asri mendominasi pelataran itu menjadi tampak lebih rapi.

Dilemparnya kunci mobil itu pada seorang pria yang mengenakan pakaian ala orang sunda pedalaman. Faldo memang sudah biasa seperti itu, memberikan kunci mobilnya kepada Mang Asep supaya mobilnya dapat diparkir dengan benar.

"Makasih ya, Mang," tutur Faldo berterima kasih.

"Santai den," ditariknya sudut-sudut bibir Mang Asep hingga terbentuk sebuah senyuman.

Faldo bergegas pergi memasuki rumahnya yang megah. Dibukanya pintu berwarna gold itu dengan halus. Terdapat ayah dan bunda Faldo yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.

"Hai, Yah, Bun," sapa Faldo.

"Hai sayang, sini duduk, ayah sama bunda mau bicara sama kamu," perintah bunda.

Faldo duduk di sofa seperti apa yang diperintahkan oleh bundanya tadi.

"Ada apa, yah, bun?"tanya Faldo heran.

"Setelah lulus nanti, kamu mau lanjutin kemana?"tanya Ayah langsung pada intinya.

"Faldo belum tahu, Yah, Faldo masih bingung,"

"Kamu ini sudah kelas dua belas Faldo, selangkah lagi kamu akan menginjak bangku kuliah. Cepat pikirkan masa depan kamu, Ayah nggak mau kamu jadi anak yang bebas. Kamu ngerti kan, apa maksud Ayah?" tutur Ayah menasehati dengan cara bicaranya yang berwibawa.

"Iya, yah, Faldo ngerti kok," ujar Faldo mengerti perkataan ayahnya.

"Ya udah, yah, bun, Faldo ke kamar dulu ya, mau istirahat," pamit Faldo.

Ayah dan bunda hanya menganggukan kepala tanda mengiyakan.

Dibantingnya tubuh yang kekar itu ke atas ranjang kesayangannya. Pikirannya melayang-layang membayangkan perkataan ayahnya tadi.

Jujur, Faldo memang sama sekali memikirkan dimana ia akan berkuliah. Pikirannya masih tertuju pada dunia remaja yang baginya sayang untuk dilewatkan. Dunia remaja yang ia miliki bukan dunia remaja yang mulus, tertata, dan terencana. Melainkan dunia remaja yang bebas.

Kebebasan itu membuat Faldo menjadi laki-laki yang sulit untuk menghargai orang lain, kecuali ayah bunda. Kepribadian itu sudah melekat erat pada diri Faldo. Susah sepertinya jika harus membuang atau membuka perekat kepribadian itu supaya Faldo dapat menjadi lebih baik.

"Stalk instagramnya aja kali ya," gumam Faldo sambil membuka screen lock ponselnya.

"Emang nggak salah pilihan Refaldo Gilang Ariwijaya," tutur Faldo yang senyum-senyum sendiri karena sebuah foto pujaan hatinya.

Setelah hampir seluruh feeds instagram itu ditelusurinya, tak sadar Faldo terlelap di alam mimpi yang sangat membuatnya nyaman.

Seragam yang masih melekat pada tubuhnya itu menjadi pengganti baju tidurnya sekarang. Mungkin latihan basket tadi sangat menguras tenaga Faldo. Terlebih lagi masalah yang harus Faldo hadapi dengan beberapa gurunya yang geram padanya.

Love Is Miracle [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang