Aku tidak bisa menahan diriku agar tidak memperhatikan penjuru ruangan rumah William (aku ingin membiasakan diri menyebutkan milik William bukan milik kami mengingat perpisahan kami yang akan berada di depan mata). Firasatku buruk. Aku merasakan perasaan yang kuat bahwa aku tidak akan kembali ke rumah ini lagi. Oh! It's gonna be hurt. Aku menyeka mataku yang berair kemudian bergegas meninggalkan rumah William dengan segudang memori kami.

***

Satu minggu. Selama itu, William tidak menghubungiku sama sekali. Aku juga tidak berani menghubunginya ataupun mencari tahu informasi melalui sekertarisnya. Tetapi aku dapat menyimpulkan dua hal yang bisa William lakukan, yaitu mengurung diri di dalam kamar atau kembali ke pelukan Yuriska.

Camilla tidak banyak menangis selama kami berada di rumah orangtuaku. Aku memiliki perasaan yang baik mengenai ini. Camilla mungkin tidak akan terus menerus bergantung dengan keberadaan William lagi. Aku akan lebih mudah membawa Camilla melarikan diri bersamaku. Tetapi aku tidak dapat membohongi perasaanku jika aku terus menerus terpikirkan dengan William. Aku menjadi bertanya-tanya akan alasan William tidak menemui Yuriska.

Pertama, Yuriska tidak mau membukakan pintu untuknya. Kedua, William ingin memberi kejutan untuk Yuriska. Ketiga, William malu berhadapan dengan Yuriska karena dia telah beristeri bahkan beranak. Aku mengigit bibirku sambil memainkan ponselku. Kupikir kemungkinan ketiga adalah kemungkinan yang paling masuk akal. William malu dan menyesal telah menikahiku.

Ponselku berdering. Cynthia, sekertaris William, menghubungiku. Aku menjadi gugup. Sebenarnya aku tidak ingin menerima panggilan itu tetapi aku harus mengangkatnya. Maksudku, mungkin saja Cynhia menyampaikan berita penting.

"Bu Kattie? Bisa ke rumah sakit sekarang? Pak William mengalami kecelakaan!"

Demi Tuhan! Berita itu adalah berita paling buruk yang paling tidak ingin kudengar. Ponselku jatuh. Jantungku berdegup kencang. Aku begitu khawatir hingga menangis tidak menentu. Apa yang harus kulakukan? Pikirku kacau. Aku tidak dapat berpikir dengan benar selain nama rumah sakit tempat William berada. Aku bergegas ke rumah sakit setelah mencoba menyakinkan diriku agar tetap tenang.

Perjalanan yang hanya memakan waktu setengah jam terasa menyiksa. Kakiku bergetar begitu menuruni taksi. Aku terlalu gelisah bahkan hanya untuk menyebut nama William beruntung Cynthia menghampiriku. Dia menuntunku menuju lantai empat, dimana William berada.

"Tunggu bu!" Cynthia menarik tanganku saat aku hendak masuk ke dalam kamar VVIP itu

"Sepertinya Ibu harus menunggu sebentar karena di dalam ada tamu." Cynthia menatapku dengan tatapan bersalah sementara aku harus menahan rasa penasaran dan khawatirku dengan mati-matian. Maksudku, sepenting apa sih tamu itu sampai-sampai aku yang notabane istri William tidak dapat masuk ke dalam?

"Siapa tamunya?" tanyaku

"E... itu ... mm, tamunya sebenarnya ...."

"Aku tidak bisa menunggu lagi!" balasku kesal kemudian bergegas membuka pintu VVIP tersebut tetapi langkahku tertahan saat menemukan Yuriska berada di sisi William. Tangan-tangan lentik wanita itu mengusap lembut wajah William. Aku berani bersumpah jika kali ini adalah kali termenyakitkan yang pernah kurasakan karena melihat William mengusap pipi Yuriska juga. Keduanya saling bertatapan seolah-olah aku tidak ada di sana.

Cynthia menarikku keluar dengan hati-hati. Tatapannya yang mengasihaniku membuatku marah tetapi aku mencoba menyembunyikan perasaanku dengan dehaman pelan.

"Kamu bilang William kecelakaan?" sindirku dengan suara bergetar sementara itu Cynthia menunduk malu. Shit! Please,kat. Control yourself!

"Ditabrak motor bu. Cedera ringan."

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now