***

Setelah percintaan panas kami, aku mulai menyadari banyak hal, bahwa kami ternyata bisa akrab juga. Kami mulai melakukan banyak hal bersama seperti membaca bersama, berenang bersama, makan malam bersama, menonton bersama sampai mandi bersama. Oh! Memikirkannya membuatku panas seketika.

Aku segera berlari ke dapur untuk mengambil segelas air dingin dari kulkas untuk 'mendinginkan' diriku kemudian tatapanku jatuh pada notes kuning yang tertempel di kulkas.

I must go to office for meeting.

I'll miss you. Have your breakfast!

-Dick-

Tak sadar aku tersenyum membacanya. Dicky membiasakan diri dengan menyebut dirinya sendiri Dick seperti sebutanku padanya selama ini. Entahlah. Bagiku dengan menyebutnya Dick lebih terdengar kebarat-baratan. Entahlah. Above all, laki-laki ini sukses berat membuatku jatuh cinta.

Aku segera menyalakan ponselku untuk menghubungi Dicky tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Kutepuk jidatku sambil tersenyum tidak jelas. Bodoh. Dicky sedang rapat. Dia tidak mungkin menjawab panggilanku.

Aku baru saja hendak kembali menonton televisi saat kudengar ponselku berdering. Kuharap itu dari Dicky tetapi bukan orang yang kuharapkan menghubungiku. Nadia. Oh. Aku hampir melupakan sahabatku itu. Kutepis kekecewaanku dan mengangkat panggilannya dengan bahagia.

"Hi!"

"I don't care your hi. Today is 13th june. Have you got your period?" suara itu terdengar menuntut dan sedikit kasar tetapi aku sudah terbiasa. Maklum, sahabatku itu tahu segala hal termasuk percintaan panas kami. Maka tidak aneh jika Nadia menginginkan bayi diantara kami.

Aku menggeleng.

"Nope. Telat mungkin?" aku menebak dan langsung dibalas Nadia dengan tawa bahagia. Aku menyergit binggung tidak mengerti tetapi tidak lama kemudian Nadia menjawab kebinggunganku dengan satu kalimat yang pasti membuat jantungku berdebar kencang.

"You're pregnant! Ayo siap-siap. Kita harus ke dokter kandungan sekarang."

Aku masih tidak bergerak untuk lima menit ke depan. Perasaanku campur aduk antara bahagia dan ketidakpercayaan. Tak sadar aku menempelkan tanganku di perut sambil mengusapnya dengan tangan bergemetar karena bahagia. Am I really pregnant?

***

"Congratulations! You'll be a mother soon."

Kata-kata itu bermain terus di kepalaku. Aku tidak bisa menghilangkannya sama sekali tetapi itu tidak membuatku stress sama sekali. Aku malah merasa bahagia, sangat. Nadia dan aku terus berpelukan dan bersenandung ria sepanjang perjalanan. Bahkan Nadia langsung membelikanku susu ibu hamil dan makanan-makanan yang dibutuhkan ibu hamil lainnya.

Sikap Nadia membuatku tercengang tetapi tak ayal aku memeluknya dengan hangat. Kedua mataku berkaca-kaca.

"Thanks,Nad. Tanpa kamu, aku ngga tahu lagi gimana bisa buat abang kamu nempel samaku." Ujarku. Aku mendapati tawa Nadia yang terdengar sedikit janggal tetapi secepat itu Nadia membuatku melupakan kejanggalan itu dengan ciuman hangat di pipiku.

"Hei,Han. Itu usaha kamu sendiri! It's not me. Kamu pantas mendapatkan abangku. You're worth,Han. Jangan pernah mikir yang engga-engga ya. Ngga baik juga untuk bayi kamu." ujar Nadia khawatir. Aku membalasnya dengan senyum tulus kemudian kami kembali melanjutkan aksi belanja kami.

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now