-

-

-

Gista bersyukur karena Rizky belum kembali saat Gista kembali ke lantai enam untuk mengambil map merah titipannya. Dengan santainya Gista menghampiri Fena lalu meminta map merah titipannya.

"Masih sama Pak Rizky,Gis." Ucap Fena membuat kening Gista mengkerut

"Kok bisa,mbak? Bukannya selama ini Pak bos hanya tandatangan lalu mengembalikannya?" Tanya Gista.

Fena mengangkat bahu sebagai balasan.

"Nggak tahu juga,Gis. Pak Rizky tadi cuman pesan nanti bakalan manggil yang buat pekerjaan itu. Sepertinya kamu ada salah input angka,Gis." Terka Fena.

Dada Gista berdegup kencang. Ia menegang di tempatnya. Ya Tuhan. Ia menggeram dalam hati. Apa sih yang salah? Biasanya pekerjaannya jarang salah. Apa jangan jangan Tiya yang salah mengerjakannya? Ah sial.

"Oh yauda deh,mbak. Kalau Pak Bos udah kembali, telepon ke Tiya aja ya,Mbak, soalnya dia lebih ngerti tugas ini. " Tukas Gista langsung mendapat anggukan Fena.

Gista menghembuskan nafas lega. Dalam hati Ia merasa bersalah pada Tiya namun apa daya dirinya. Ia masih jauh dari kata sanggup untuk bertemu pria itu secara langsung dan Tiya.. ah entahlah. Mungkin semangkuk bakso bisa meredakan rasa kesalnya pada Gista nanti.

-

-

-

Gista gelisah dalam kerjanya. Sudah dua jam berlalu namun entah mengapa Ia merasa gelisah padahal jelas jelas Ia tahu Rizky pasti akan memanggil Tiya nanti. Gista menyembunyikan kepalanya sembari menggerutu dalam hati.

"Gis, kamu dipanggil tuh." Tukas Tiya dari mejanya.

"Hah,aku? Sama siapa?" Tanya Gista binggung.

"Tadi Mbak Fena hubungin aku, dia bilang Pak bos mau ketemu kamu. Kamu sih di hubungi malah nggak ngangkat. Makanya jangan melamun terus!" tukas Tiya menghentikan detak jantung Gista saat itu juga.

Kedua mata Gista mengerjap. Wajahnya pucat seketika itu. Beribu cara melarikan diri mulai tersusun dengan rapi dalam otaknya.

"Eh, perutku tiba tiba mules. Tolong gantiin aku bentar,ti." Tukas Gista buru buru bangkit dari duduknya namun secepat itu Tiya menahannya.

"Gak!"

"Please. Perutku beneran mules,Ti. Tolongin lah."

"Aku enggak lupa kalau dua bulan lalu kamu juga kasih jawaban yang sama. Please deh,Gis, kamu enggak mungkin naksir sama Pak bos kan? Lagian dia udah berkeluarga." Ucap Tiya blak blak an.

Gista menggeram dalam hati. Dengan langkah berat Ia menuju ke ruangan direktur. Setibanya Gista memandang Mbak Fena dengan wajah kesal seolah berkata, kok aku bisa ada disini.

"Sorry,Gis. Bukannya gitu. Kamu sendiri yang bilang kalau Tiya lebih ngerti tugas itu. Jadi karena itu Pak Rizky manggil kamu." Tukas Fena saat Gista melewatinya.

Gista menutup mata, mencoba meredam rasa kesal yang tidak seharusnya. Sial. Kenapa Ia bisa seceroboh itu sih?

"Iya mbak nggak apa apa. Tapi sebagai permintaan maaf, mbak bilangkan aja ya kalau aku lagi enggak ada di tempat. Gimana?" Tanya Gista setengah berbisik.

Fena menggeleng tegas.

"Gak bisa. Lagian mbak udah keceplosan bilang kamu ada. Udah deh masuk aja. Pak Rizky baik kok. Ganteng lagi. Apa yang kamu takutkan?"

Hatiku.

Sudut hati Gista berteriak namun lagi lagi Ia hanya mengangguk pasrah. Dengan tangan gemetar, Gista mengetuk pintu ruangan direktur. Suara percakapan menyambut kedatangan Gista. Dalam hati Gista berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Apa sih yang perlu kamu takutkan,Gis? Tatapannya? Wajahnya? Oh Tuhan. Dia udah berkeluarga,tolol. Bertahun tahun sudah berlalu. Anaknya sudah berumur tiga tahun bahkan istrinya sekarang sedang mengandung anak kedua. Kamu bukan lagi pengaggum sialan seperti dulu. Sadar,Gis.

Gista berhenti melangkah ketika mendapati Rizky sedang memainkan bolpoin sembari bercakap cakap. Dada Gista serasa tertusuk ribuan pisau seketika itu. Tak pernah terbayang rasa ini masih tersisa bagi pria yang bahkan tidak mengenalnya sama sekali.

Gista berdeham pelan, membuat sepasang mata hitam itu memandang kearahnya. Sesaat Gista hampir kehilangan cara bernafas saat kedua pasang mata mereka bertemu. Tubuhnya merinding seketika itu saat tidak sengaja Rizky meneliti dirinya.

"Selamat sore,Pak. Anda mencari saya?" Tanya Gista.

"Ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan denganmu. Jadi.. Gista, silahkan duduk." Tukas Rizky menunjuk kursi dihadapannya.

Gista mengangguk lalu berjalan menduduki kursi dihadapan Rizky. Bersyukur kini Gista lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Kedua jemari tangannya yang tersembunyi dibawah saling meremas.

"Menurut data karyawan, kamu sudah bekerja disini lebih dari enam tahun. Kenapa saya tidak pernah melihat kamu disini?" tanya Rizky dengan nada ringan.

Gista tersenyum tipis.

"Hanya bapak terlalu sibuk hingga sulit untuk bertemu." jawab Gista seadanya.

Rizky mengangkat sebelah alisnya, bibirnya hampir membentuk senyuman.

"Saya selalu berada di kantor dan selama ini tugas tugas kamu tidak pernah diserahkan kamu sendiri. Kenapa? Apa karena saya terlalu mengerikan? Padahal saya masih muda loh." Ucap Rizky dengan nada humor.

Gista hanya diam. Ia binggung untuk menjawab. Rasanya Ia terlampau asing dengan keberadaan Rizky. Tidak sengaja kedua matanya memandang foto keluarga Rizky yang sengaja pria itu letakkan diatas meja sebagai pajangan foto. Gista tersenyum lirih.

"Eh, saya hanya ingin tahu saja bagaimana persepsi karyawan saya mengenai diri saya. Saya enggak mau semua karyawan saya menganggap saya mengerikan dan lain sebagiannya. Diluar kantor kita semua seharusnya berteman baik,bukan." Tukas Rizky.

"Maaf Pak. Saya hanya sibuk dengan tugas tugas saya." Jelas Gista singkat. Gista membasahi bibirnya saat seorang lain yang berada di ruangan itu pamit keluar.

"Maaf Pak, kalau saya boleh tahu kenapa saya dipanggil ya? Apakah saya ada buat kesalahan?" Tanya Gista

Rizky menyandarkan tubuhnya, memandang Gista dengan lurus.

"Tidak ada. Saya hanya mau melihat wajah karyawan saya yang selalu tepat waktu menyelesaikan tugasnya." Puji Rizky secara tak langsung membuat pipi Gista memanas namun seketika itu Gista sadar Ia tidak pantas memerah hanya karena pujian Rizky. Demi tuhan, Rizky sudah berkeluarga. Dan lagipula siapa sih dirinya? Hanya seorang karyawan kecil yang biasa.

"Terima kasih. Jadi bolehkah saya kembali bekerja? Maaf pekerjaan saya sedang banyak." Tukas Gista bangkit dari duduknya.

"Tentu." Ucap Rizky mengangguk pelan, membiarkan Gista melangkah meninggalkan ruangannya namun sebelum mencapai pintu, Gista menabrak seseorang yang baru memasuki ruangan direktur. Sial. Kenapa sifat cerobohnya masih saja mempermalukan dirinya?

"Maaf."

Gista menunduk, malas untuk memandang orang yang ditabraknya tersebut lalu dengan hati yang berdebar meninggalkan ruang tersebut sedangkan di dalam ruangan, seorang wanita memandang punggung Gista yang kian menjauh hingga pintu benar benar tertutup.

"Kenapa lo disana?" Tanya Rizky pada Yunni.

Yunni menggeleng lalu berjalan mendekati meja Rizky. Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi sembari menekuk jus buah yang Ia beli sebelum datang ke kantor.

"Cuman mau menemui abang sepupu tersayang. Kenapa? Lo gak senang gue datang?" tanya Yunni memandang Rizky dengan kesal.

Rizky terkekeh. Ia menjitak kepala Yunni lalu kembali bersandar pada kursi kerjanya.

"Ya enggak lah. Sepupu gue!" Tukas Rizky hanya dibalas Yunni dengan senyum getir. Sedikitnya bayangan wanita tadi cukup menganggu pikirannya.

"Kenapa lo? Nggak biasanya gitu." Tanya Rizky sembari menyalakan komputer. Matanya melirik sepupunya yang sedang berwajah murung.

"Lo lagi berantam sama Bima?" Tebak Rizky langsung mendapat tatapan sinis dari Yunni.

"Yang baik dong. Yang buruk pula lo doain."

"Jadi, lo kenapa?"

"Em, ngogak deh. Gak penting."

Yunni menundukkan kepala. Ia memainkan jemari tangannya. Entah mengapa hatinya terasa tidak tenang ketika mengucapkan kata terakhirnya. Yunni menghela nafas kuat. Ia mengangkat kepala, memandang Rizky dengan tatapan menyelidik.

"Em, sebenarnya ada sih yang mau gue tanyain.. tadi, cewek tadi, itu siapa?" Tanya Yunni hati hati.

Rizky mengangkat bahu acuh. Ia memijit pelipis kepalanya sembari memandang Yunni selama sesaat sebelum akhirnya kembali fokus pada pekerjaannya.

"Karyawan gue. Kenapa?"

"Kenapa dia bisa ada disini?"

Rizky berdecak pelan. Ia memandang Yunni dengan kesal karena wanita itu selalu menganggu pekerjaannya.

"Kenapa? Gue nggak mungkin selingkuh kali. Gue cuman mau tahu aja alasan kenapa karyawan gue selalu ngehindari gue. Sebagai pemimpin yang baik, gue tentu harus memahami karyawan gue dong." Jelas Rizky.

Yunni menelan ludahnya dengan susah payah. Dadanya berdebar. Tebakannya akan keberadaan sahabatnya dulu membuatnya penasaran setengah mati. Ia mengigit bibirnya, memandang Rizky lalu berbisik,

"Kalau boleh tahu namanya siapa?"

"Gista. Kenapa sih? Kepo banget sih lo hari ni."

Yunni memejamkan mata sesaat. Gista? Gista sahabatnya. Pengaggum rahasia sepupunya dulu. Seketika itu bayangan Gista menangis berkelebat dalam pikirannya. Masihkah wanita itu menjadi penganggum abang sepupunya? Lantas mengapa wanita itu masih bekerja disini?

" Gista.. dia..."

****

New short story.
For next part, voment ya.
Maaf kalau typo bertebaran ya.

Selamat malam dan selamat membaca :)

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now