Ia memutuskan untuk berbaring dan menutup matanya. Besok adalah hari baru, dan ia berharap pikirannya akan lebih jernih saat bangun nanti.
Namun, di lubuk hatinya, Hana tahu bahwa pertemuannya dengan Rafa bukan sekadar pertemuan biasa. Itu adalah awal dari sesuatu yang baru sesuatu yang mungkin akan mengubah banyak hal dalam hidupnya.
Sejak pertemuan di taman, Ryan mulai lebih memperhatikan perubahan kecil dalam sikap Hana. Hana masih menjadi dirinya yang biasa ramah dan perhatian tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda.
Ia tidak seaktif dulu dalam membalas chat Ryan. Jika biasanya mereka sering berbincang panjang di telepon sebelum tidur, kini Hana lebih sering terlihat online tetapi tidak membalas pesan Ryan secepat biasanya.
Siang itu, saat jam istirahat di sekolah, Ryan berjalan menuju kantin sambil mencari sosok Hana. Ia melihatnya duduk bersama Risa dan Anissa, seperti biasa, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya Hana sedang tersenyum sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
Ryan mendekat dan duduk di samping Hana. "Lagi chat sama siapa?" tanyanya dengan nada santai, meskipun ada sedikit ketegangan dalam suaranya.
Hana menoleh sebentar sebelum kembali ke ponselnya. "Rafa. Dia baru cerita kalau dulu waktu kecil pernah nyasar pas main petak umpet, terus malah ketemu aku di warung dekat rumah neneknya."
Ryan berusaha tersenyum, tapi di dalam hatinya, ada perasaan tidak nyaman yang makin kuat. "Oh, lumayan sering ya kalian ngobrol?"
Hana mengangguk. "Iya, lumayan. Aku senang aja, bisa ingat banyak hal yang dulu hampir terlupakan."
Risa dan Anissa saling pandang, menyadari ketegangan halus di antara mereka.
"Eh, Hana," kata Risa tiba-tiba, mencoba mengubah suasana. "Minggu ini kita jadi latihan bareng buat lomba olahraga kelas, kan?"
Hana tersenyum. "Iya dong! Aku udah siap banget. Kalian gimana?"
Ryan hanya diam, memperhatikan Hana yang tampak begitu bersemangat dengan kehidupannya akhir-akhir ini. Ia tahu Hana tidak bermaksud menjauh, tetapi tetap saja, ada sesuatu yang terasa berbeda.
Ketika jam istirahat hampir selesai, Ryan akhirnya berkata pelan, "Aku kangen ngobrol lama sama kamu."
Hana terdiam sejenak, menatap Ryan dengan sedikit rasa bersalah. "Maaf, aku nggak sadar kalau akhir-akhir ini jarang ngobrol sama kamu. Mungkin aku terlalu sibuk."
Ryan menggeleng dan tersenyum kecil. "Nggak apa-apa. Aku cuma... kadang ngerasa kamu lebih nyaman ngobrol sama Rafa sekarang."
Hana tidak langsung menjawab. Ia tahu Ryan bukan tipe orang yang suka mengekspresikan kecemburuannya secara terang-terangan, tetapi ia bisa merasakannya.
"Aku nggak ada niat ninggalin siapa pun, Ry," kata Hana akhirnya. "Aku cuma menikmati waktu yang aku punya sekarang."
Ryan mengangguk, meskipun ada banyak hal yang ingin ia katakan.
Saat bel masuk berbunyi, Hana beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Ryan yang masih termenung.
Di dalam hatinya, Ryan tahu satu hal ia mulai merasa kehilangan sesuatu yang dulu selalu ia anggap pasti.
Hari itu, Hana dan Rafa terlihat berjalan bersama di lorong sekolah setelah jam pelajaran berakhir. Mereka tampak akrab, berbicara sambil sesekali tertawa kecil.
Ryan yang baru saja keluar dari kelas melihat mereka dari kejauhan. Ada sesuatu dalam dirinya yang terasa tidak nyaman, tetapi ia tetap berjalan mendekati mereka dengan ekspresi datar.
“Hana,” panggil Ryan, suaranya terdengar lebih tegas dari biasanya.
Hana dan Rafa sama-sama menoleh. Hana tersenyum seperti biasa, tetapi ada sedikit keraguan dalam matanya ketika melihat ekspresi Ryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Part Of Class
Fiksi RemajaSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 42
Mulai dari awal
