Part 28

315 172 23
                                        

••••••~~ HAPPY READING GUYS ~~••••••
                                ~✨~
                                ~✨~
                                ~✨~
                                ~✨~
                  
                         ••••••💫••••••

Hana terdiam sejenak setelah mendengar kata-kata Ryan. Hatinya bergejolak, antara kebingungan dan perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Ia merasa canggung, dan sepertinya Ryan juga merasakan hal yang sama, terlihat dari ekspresi wajahnya yang sedikit gelisah.

"Aku... aku nggak tahu harus gimana," Hana akhirnya berkata pelan, matanya teralihkan ke meja di depannya. "Maksudku, kita kan teman, Ryan. Aku... aku butuh waktu buat mikir."

Ryan menatap Hana dengan ragu, namun ia mengangguk pelan, memahami keputusan Hana. "Tentu, aku paham kok. Aku nggak mau bikin kamu tertekan."

Rama yang duduk di samping mereka, meskipun bisa merasakan ketegangan, mencoba mencairkan suasana. "Udah, Hana. Jangan terlalu dipikirin sekarang. Kalau kamu butuh waktu, ya ambil aja. Yang penting, kamu jujur sama perasaanmu sendiri."

Hana tersenyum tipis, meskipun hatinya masih terombang-ambing. Ia tahu bahwa keputusan ini bukanlah hal yang mudah untuk diputuskan. Di satu sisi, ia sangat menghargai persahabatan mereka selama ini, tetapi di sisi lain, ia juga merasakan ada perubahan dalam hubungan mereka sejak Ryan mengungkapkan perasaannya. Hana khawatir jika ia terlalu cepat memberi jawaban, itu bisa merusak persahabatan mereka. Begitu pun jika ia tidak bisa memberikan jawaban yang tepat, hubungan mereka bisa jadi terasa canggung.

"Aku janji bakal mikirin ini, Ryan," kata Hana, "Tapi... aku butuh waktu, setidaknya sampai hari Selasa. Aku nggak mau buru-buru, dan aku nggak mau kalau pertemanan kita jadi aneh gara-gara ini."

Ryan mengangguk lagi, kali ini dengan senyum yang sedikit lebih tenang. "Aku paham. Makasih udah kasih waktu."

Hana menghela napas, merasa lega sedikit, meskipun perasaannya tetap tidak pasti. Setelah percakapan itu, mereka melanjutkan waktu mereka di kafe dengan suasana yang sedikit lebih santai, meski Hana tahu bahwa hatinya masih bergelut dengan pertanyaan besar yang harus ia jawab.

Sesampainya di rumah, Hana merasa bingung dan tak tahu harus mulai dari mana. Ia berpikir tentang teman-temannya, tentang bagaimana pertemanannya dengan Ika, Risa, Anissa, dan yang lainnya. Ia takut jika perasaannya terhadap Ryan benar-benar mengubah semuanya, membuatnya terfokus hanya pada satu hal dan melupakan yang lainnya.

"Kalau aku jawab 'iya' sama Ryan, apakah semua ini akan berubah?" pikir Hana sambil duduk di pinggir tempat tidurnya. "Apa aku siap untuk mengambil langkah itu?"

Ia merasa bingung, dan rasa takut itu semakin menambah keraguan di hatinya. Namun, Hana tahu bahwa apapun keputusan yang ia ambil, ia harus bisa jujur pada dirinya sendiri, dan yang terpenting, menjaga pertemanannya dengan semua orang agar tetap bisa berjalan dengan baik.

Setelah cukup lama duduk dan mengobrol di kafe, Hana melirik jam di ponselnya. Waktu sudah mendekati Zuhur. Ia merasa sudah saatnya pulang sebelum terlalu siang.

Ia menoleh ke Ryan dan Rama yang masih sibuk dengan obrolan mereka. Dengan nada santai, Hana berkata, "Udah mau Zuhur, aku pulang duluan ya."

Ryan langsung mengangkat alis. "Cepet banget? Kenapa gak makan dulu?"

Hana tersenyum kecil. "Nanti aja di rumah. Aku juga udah agak capek, mau istirahat."

Rama mengangguk paham. "Oh, yaudah, hati-hati di jalan ya, Han."

Ryan masih terlihat ragu, tapi akhirnya ikut mengangguk. "Kalau ada apa-apa, kabarin aja."

"Iya, tenang aja," jawab Hana sambil tersenyum.

Part Of ClassDonde viven las historias. Descúbrelo ahora