••••••~~ HAPPY READING GUYS ~~••••••
~✨~
~✨~
~✨~
~✨~
••••••💫••••••
Minggu pagi yang malas. Hana masih meringkuk di tempat tidurnya, enggan beranjak meskipun sinar matahari mulai masuk melalui celah tirai jendelanya. Rasanya tubuhnya masih sedikit lelah setelah hari sebelumnya yang cukup panjang.
Ponselnya tergeletak di samping bantal, layar masih menyala karena notifikasi yang terus berdatangan. Dengan malas, ia meraih ponselnya dan membuka Instagram. Ia melihat jumlah like dan komentar di unggahan kado-kadonya bertambah, lalu beralih ke Story.
Nama yang tak disangka-sangka: Rafen.
Hana menutup wajahnya dengan tangan. Rasa malu dan sedikit panik bercampur dalam dirinya. Ia tidak tahu bagaimana reaksi Rafen saat melihat Story itu, atau apakah dia bahkan peduli. Tapi tetap saja, ada perasaan aneh yang membuat Hana ingin menghilang di balik selimutnya.
Sambil menghela napas panjang, ia menatap layar ponselnya lagi. Tidak ada pesan dari Rafen tidak ada tanda-tanda dia bereaksi terhadap Story itu. Tapi justru itu yang membuat Hana semakin penasaran. Dia melihatnya, tapi kenapa diam saja?
✨✨✨
Suasana rumah yang awalnya tenang berubah menjadi ribut saat suara adik-adik Hana bertengkar terdengar dari luar kamar. Hana yang masih di tempat tidur awalnya mencoba mengabaikannya, tetapi suara mereka semakin keras, membuat kepalanya berdenyut karena kesal.
Dengan napas berat, Hana akhirnya bangkit dan keluar dari kamar. "Udah, kalian berdua diam nggak sih?! Ribut terus dari tadi!" bentaknya.
Rania dan Raina langsung terdiam, menatap Hana dengan wajah ketakutan. Mereka belum pernah melihat kakaknya semarah ini. Wajah Hana terlihat tegang, nadanya tajam, dan itu cukup membuat mereka ciut. Tak butuh waktu lama sebelum keduanya mulai menangis.
Tidak lama kemudian, mamah Hana datang ke ruang tengah dan melihat kedua anak kembarnya menangis. Pandangannya langsung tertuju pada Hana. "Kakak, kenapa malah marah-marah ke adik? Mereka itu masih kecil!" tegurnya dengan nada tajam.
Hana menggigit bibirnya, menahan emosinya yang kembali memuncak. "Mereka ribut banget, Mah. Aku dari tadi udah capek, tapi malah makin berisik!"
"Tapi nggak harus dimarahin sampai mereka nangis, kan?"
Hana menghela napas kasar. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan masuk ke kamarnya, lalu mengunci pintu. Ia butuh waktu sendiri.
Di dalam kamar, Hana duduk di kasurnya sambil menatap langit-langit. Ia mencoba mengatur napasnya, menenangkan pikirannya agar tidak semakin emosional. Perasaan kesal, lelah, dan sedikit rasa bersalah bercampur dalam dirinya.
Waktu berlalu, tetapi Hana tetap di dalam kamar. Tidak ada yang tahu apa yang ia lakukan di dalam, hanya saja hingga sore menjelang, ia belum juga keluar.
Pagi itu, Hana sudah tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Ia duduk bersama Ika, Risa, dan Anissa di bangku panjang dekat kelas, mengobrol santai sambil menunggu upacara dimulai.
Saat mereka sedang bercanda, seorang cowok dari kelas sebelah tiba-tiba mendekat. Ia tersenyum lebar ke arah Ika. "Eh, Ika! Lama nggak ketemu, ya?" sapanya dengan nada ceria.
Ika, yang awalnya asyik ngobrol dengan teman-temannya, langsung terdiam sesaat sebelum membalas, "Eh… iya! Kamu di kelas sebelah sekarang?"
"Iya, dong. Baru tau kamu sekelas sama mereka," katanya sambil melirik Hana, Risa, dan Anissa.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
