Part 21

222 193 22
                                        

••••••~~ HAPPY READING GUYS ~~••••••
                                ~✨~
                                ~✨~
                                ~✨~
                                ~✨~
                  
                         ••••••💫••••••

Setelah menerima tiket masuk, para siswa mulai berjalan melewati gerbang museum. Langkah mereka terdengar riuh di antara lantai batu yang sedikit berdebu. Beberapa siswa langsung mengeluarkan ponsel, ada yang sibuk memotret bagian luar museum, ada yang membuat video pendek untuk diunggah ke media sosial.

Hana berjalan di samping Ika, sesekali melirik sekitar. Museum ini lebih besar dari yang ia bayangkan, dengan bangunan tua berarsitektur klasik yang terlihat megah. Anisa dan Risa tak jauh dari mereka, asyik berbisik sambil sesekali tertawa kecil.

Di sisi lain, Rafen berjalan santai, kedua tangannya masih dimasukkan ke dalam saku jaketnya. Matanya bergerak mengamati sekitar, tetapi sesekali melirik ke arah Hana.

Pak Aryo berdehem sebelum berbicara, “Oke, sebelum kita mulai eksplorasi, bapak mau ingatkan satu hal. Jaga sikap kalian di dalam. Jangan ada yang ribut atau menyentuh benda-benda koleksi, paham?”

“Paham, Pak!” sahut beberapa siswa, meskipun beberapa lainnya hanya mengangguk malas.

Pintu museum terbuka, menyambut mereka dengan udara yang lebih sejuk dan aroma khas benda-benda bersejarah. Hana menarik napas pelan. Ini bukan pertama kalinya ia ke museum, tetapi entah kenapa, kali ini rasanya berbeda.

Sementara itu, di luar museum…

Ryan memilih untuk tidak ikut masuk dan justru pergi ke sebuah kafe di dekat museum. Ia memesan kopi dan duduk di dekat jendela, memandangi kendaraan yang berlalu-lalang. Sesekali ia membuka ponselnya, mengecek pesan atau sekadar melihat Instagram.

Di tengah kesibukannya menyeruput kopi, notifikasi baru muncul di layar ponselnya. Sebuah pesan suara dari Rama.

Ryan mengangkat alis. Dengan sedikit ragu, ia menekan tombol play.

Suara dirinya sendiri terdengar jelas. “…aku suka Hana dari pertama kali ketemu…”

Mata Ryan membulat. Sial. Ia langsung menoleh ke sekeliling, memastikan tak ada yang memperhatikannya. Jemarinya lincah mengetik pesan untuk Rama.

Ryan: Lo ngapain ngirim ini ke Anisa?!

Pesan itu terkirim, tetapi belum ada tanda-tanda dibaca. Ryan mendesah, mengusap wajahnya dengan kesal.

Tanpa ia sadari, di dalam museum, seseorang juga sedang memikirkan dirinya.

Setelah nyuruh Hana dan Risa jalan duluan, aku langsung narik tangan Ika buat masuk ke toilet. Museum ini lumayan ramai, tapi area toilet agak sepi. Beberapa cewek dari sekolah lain lagi sibuk bercermin atau benerin hijab mereka.

Begitu masuk, Ika langsung noleh ke aku dengan tatapan curiga.

"Kamu tadi di bus kenapa? Kok diem banget?" tanyanya sambil nyender di wastafel.

Aku ngeluarin ponsel dari saku rok dan nunjukin satu pesan suara yang belum aku play.

"Aku dapet sesuatu," jawabku pelan.

Ika ngeliatin layar ponselku.

"Maksud kamu?"

Aku menarik napas sebelum ngomong lagi.

"Tadi sebelum turun dari bus, Rama kirim ini ke aku. Dia bilang aku harus dengerin."

Ika makin penasaran.

Part Of ClassOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz