Part 17

203 174 17
                                        

••••••~~ HAPPY READING GUYS ~~••••••
                                ~✨~
                                ~✨~
                                ~✨~
                                ~✨~
                  
Bagian kedatangan perawat.
                         ••••••💫••••••

Ryan menatapnya dengan khawatir. “Lo kenapa, Han?”

Namun, sebelum Hana bisa memberi jawaban—pintu kamar terbuka lagi.

Seorang perawat masuk, membawa nampan kecil berisi beberapa ampul dan jarum suntik. Hana langsung menegang.

“Selamat malam, Hana,” sapa perawat itu ramah. “Saya bawakan obat tambahan supaya tubuh kamu nggak terlalu lemah, ya.”

Hana melirik ke arah nampan itu, matanya membesar begitu melihat tiga suntikan yang sudah disiapkan.

Ryan, yang menyadari perubahan ekspresinya, ikut melirik dan langsung paham. “Takut jarum suntik?” tanyanya pelan.

Hana menelan ludah. “Enggak…” jawabnya, meski suaranya terdengar ragu.

Perawat tersenyum mengerti. “Biasanya ada keluarga yang nemenin, ya?”

Hana mengangguk pelan. Biasanya, mamah atau adik kembarnya selalu ada di sampingnya saat ia harus disuntik. Tapi sekarang, tidak ada siapapun.

“Kalau gitu, saya suntik pelan-pelan aja, ya. Biar nggak terlalu terasa.” Perawat mulai mempersiapkan suntikan pertama.

Hana menggenggam selimutnya erat. Ia berusaha menenangkan diri, tapi tetap saja rasanya gugup.

Ryan mengamati ekspresinya, lalu tiba-tiba mengulurkan tangannya ke arah Hana.

“Pegang tangan gue,” katanya santai.

Hana melirik Ryan, ragu sejenak.

“Biar nggak tegang,” tambah Ryan.

Akhirnya, Hana perlahan meraih tangan Ryan, menggenggamnya dengan cukup kuat. Ryan tetap diam, membiarkan Hana menyalurkan kegugupannya lewat genggaman itu.

Perawat kemudian mulai menyuntikkan obat pertama ke lengan Hana.

Hana mengerjap pelan, menggigit bibirnya sendiri. Rasanya tidak sesakit yang ia bayangkan, tapi tetap saja membuatnya tegang.

Setelah suntikan pertama selesai, perawat mengganti jarum untuk suntikan kedua.

Genggaman Hana di tangan Ryan semakin erat. Ryan tetap tidak berkata apa-apa, hanya membiarkan dirinya menjadi sandaran diam-diam untuk Hana saat itu.

Malam Hari – Rumah Sakit

Setelah suntikan kedua selesai, Hana masih menggenggam tangan Ryan erat. Dia nggak sadar kalau genggamannya cukup kuat sampai Ryan mengerutkan kening.

“Hana,” panggil Ryan pelan.

Hana langsung ngelepasin genggamannya. “Eh… Maaf,” ucapnya lirih.

Ryan mengusap tangannya yang tadi diremas kencang, tapi dia cuma senyum kecil. “Santai aja, yang penting lo nggak kabur pas disuntik.”

Hana mendengus pelan. “Emang bisa kabur?”

Perawat yang ada di situ cuma senyum. “Oke, Hana. Tinggal satu lagi, ya.”

Begitu jarum suntik terakhir disiapin, Hana langsung tegang lagi. Dia tarik napas dalam, berusaha nenangin diri.

Kali ini, Ryan nggak nawarin tangannya. Dia cuma diem, ngeliatin Hana.

Tapi sebelum suntikan dikasih, Hana tiba-tiba narik tangan Ryan lagi.

Part Of ClassWhere stories live. Discover now