••••••~~ HAPPY READING GUYS ~~••••••
~✨~
~✨~
~✨~
~✨~
••••••💫••••••
Setelah kejadian di kantin, Hana merasa pikirannya penuh. Ia berjalan menuju kelas dengan langkah pelan, sementara Ryan tetap berada di sisinya.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Ryan lembut.
Hana menghela napas, menatap lurus ke depan. "Aku cuma... nggak enak sama Rafa. Aku ngerasa harusnya aku ngomong lebih awal."
Ryan menepuk punggung tangan Hana. "Dengar, Rafa pasti butuh waktu buat nerima ini. Tapi kamu nggak salah, Hana. Kamu nggak harus merasa bersalah karena memilihku."
Hana mengangguk pelan, tapi hatinya masih terasa berat.
Sesampainya di kelas, Ika dan Risa langsung menghampiri Hana dengan wajah penasaran.
"Gimana? Tadi gue liat ekspresi Rafa pas keluar kantin kayak orang yang kena prank," celetuk Risa.
Hana hanya tersenyum kecil. "Aku udah kasih tahu dia tentang aku dan Ryan."
Ika mengangguk paham. "Ya ampun, kasihan juga sih. Tapi kalau dipikir-pikir, ini emang udah jalannya. Daripada dia berharap terus."
Sementara mereka mengobrol, Hana sesekali melirik ke arah bangku belakang. Biasanya, Rafen akan duduk di sana, entah sibuk sendiri atau mendengarkan obrolan temannya. Tapi kali ini, bangkunya kosong.
"Kemana Rafen?" tanya Hana tanpa sadar.
Risa mengangkat bahu. "Tadi gue lihat dia keluar kelas. Mungkin lagi nyari angin."
Hana menggigit bibirnya. Entah kenapa, ada perasaan tidak nyaman dalam hatinya.
Di luar kelas, Rafen berjalan menuju lapangan belakang sekolah, tempat yang jarang dikunjungi orang saat jam istirahat. Di sana, Rafa sudah berdiri sambil menendang-nendang batu kecil di tanah.
Rafen menghampirinya. "Lo kecewa?"
Rafa mengangkat bahu. "Ya, lumayan. Tapi bukan berarti gue nggak bisa nerima."
Rafen menghela napas, bersandar ke tembok. "Lo lebih baik daripada gue. Kalau gue yang ada di posisi lo, mungkin gue udah marah."
Rafa menoleh. "Kenapa lo ngomong gitu?"
Rafen hanya tersenyum kecil. "Nggak tahu. Mungkin karena gue pernah ngerasain rasanya berharap tapi nggak kesampaian."
Rafa menatapnya dengan ekspresi penuh tanya. "Lo juga pernah suka sama Hana, ya?"
Rafen tidak langsung menjawab. Ia hanya tertawa kecil, lalu berkata pelan, "Nggak penting, kan?"
Rafa terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Ya udah, kalau lo nggak mau cerita. Gue cuma berharap, meskipun sakit, gue masih bisa tetap temenan sama mereka."
Rafen menepuk bahu Rafa. "Lo pasti bisa, bro. Lo orangnya kuat."
Mereka berdua diam sejenak, menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup di lapangan kosong itu.
Setelah jam istirahat selesai, Hana berjalan menuju kelas dengan perasaan yang sedikit lebih baik. Tapi saat melewati lorong, ia melihat Rafen dan Rafa berdiri berdua, terlihat mengobrol dengan serius.
Hana berhenti sejenak, melihat mereka dari kejauhan. Ia tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang berkata bahwa hubungan mereka bertiga tidak akan sama lagi setelah hari ini.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
