Keesokan harinya, Hana dan Ryan bertemu di sebuah kafe kecil dekat sekolah setelah jam pulang. Tempat itu cukup tenang, cocok untuk menghabiskan waktu berdua tanpa banyak gangguan.
Ryan sudah lebih dulu datang dan duduk di pojokan, menunggu Hana. Saat Hana masuk, ia langsung melambaikan tangan kecil dan tersenyum.
"Kamu nunggu lama?" tanya Hana sambil duduk di hadapan Ryan.
Ryan menggeleng. "Nggak kok. Baru aja sampai."
Mereka memesan minuman lalu mulai mengobrol santai. Namun, ada sesuatu dalam diri Hana yang membuatnya sedikit lebih diam dari biasanya. Ryan menyadarinya.
"Kamu kenapa? Kayak ada yang dipikirin," tanya Ryan sambil menyesap kopinya.
Hana menggigit sedotan es tehnya sebelum menjawab. "Kemarin aku ketemu Rafa."
Ryan menaikkan alisnya sedikit. "Teman kecil kamu yang dulu pindah itu?"
Hana mengangguk. "Iya. Aku nggak nyangka bisa ketemu lagi setelah sekian lama."
Ryan menatap Hana dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Terus, gimana perasaan kamu? Senang?"
Hana tersenyum kecil. "Ya… aneh aja rasanya. Dulu kita dekat banget, tapi sekarang kayak orang asing. Aku masih ingat dia, tapi nggak tahu dia masih ingat aku atau nggak."
Ryan mengaduk minumannya pelan. "Terus, kamu mau dekat lagi sama dia?"
Hana menatap Ryan, sedikit bingung dengan pertanyaan itu. "Aku nggak tahu. Kita udah lama banget nggak komunikasi. Aku juga nggak tahu apa dia masih ingat semua hal yang aku ingat tentang masa kecil kita."
Ryan hanya mengangguk pelan. "Ya, kalau kalian memang teman lama, mungkin nggak ada salahnya ngobrol lagi."
Hana mengangguk, tapi tetap merasa ada sesuatu yang lain dalam nada suara Ryan—sesuatu yang tidak bisa ia artikan dengan jelas.
Sementara itu, di tempat lain, Rafa duduk di bangku taman dekat rumahnya, menatap langit senja. Di tangannya, ada ponsel dengan layar chat kosong. Ia sempat berpikir untuk menghubungi Hana, tapi kemudian ia ragu.
"Apa dia masih ingat aku seperti dulu?" pikirnya.
Namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dari ibunya.
Ibu: "Rafa, nanti malam kita makan di luar. Ajak Hana kalau dia mau."
Rafa menatap pesan itu cukup lama. Lalu, tanpa berpikir panjang, ia mengetik sesuatu di ponselnya.
Rafa: "Hana, malam ini kamu sibuk?"
Di tempat lain, ponsel Hana bergetar. Saat ia melihat nama yang muncul di layar, hatinya sedikit berdebar.
Apa Rafa benar-benar ingin kembali dalam hidupnya?
Hana masih menatap layar ponselnya, sedikit ragu. Ia tidak menyangka Rafa akan menghubunginya secepat ini setelah pertemuan di taman kemarin. Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya membalas chat itu.
Hana: "Enggak sih. Kenapa?"
Tak butuh waktu lama sebelum Rafa membalas.
Rafa: "Malam ini aku makan di luar sama keluarga. Ibu ngajak kamu ikut. Mau nggak?"
Hana terdiam sejenak. Ini bukan hanya sekadar ajakan biasa. Terakhir kali ia makan bersama keluarga Rafa adalah sebelas tahun lalu sebelum Rafa pindah. Rasanya agak aneh, tapi juga menarik.
Namun, sebelum ia bisa membalas, terdengar suara notifikasi lain. Kali ini dari mamanya.
Mama: "Hana, ibu Rafa ngajak kita makan malam di Restoran Harmoni. Ajak adik-adikmu juga. Kamu harus dandan yang rapi, ya. Pakai baju yang sopan."
CZYTASZ
Part Of Class
Dla nastolatkówSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 41
Zacznij od początku
