Hana terdiam.
Lebih dari itu?
Apa benar?
Atau ia hanya terbiasa dengan kehadiran Ryan selama ini?
Saat pikirannya semakin kacau, suara Nayara tiba-tiba terdengar di belakang mereka.
"Eh, eh, eh! Kalian udah denger gosip baru belum?"
Hana mendongak. "Gosip apa lagi?"
Nayara terkekeh kecil. "Katanya Selina dan Ryan udah makin dekat. Banyak yang bilang mereka cocok, dan beberapa anak malah mulai bertaruh kalau mereka bakal jadian sebentar lagi!"
Hana membeku di tempatnya.
Ika, Risa, dan Anissa langsung melirik ke arahnya, mencoba membaca ekspresinya.
Namun, Hana tetap berusaha tersenyum.
"Oh… ya? Bagus kalau begitu."
Tapi entah kenapa, kata-kata itu terasa semakin aneh di hatinya.
Sore itu, Hana sedang duduk di bangku taman sekolah, menunggu angkot untuk pulang. Langit mulai berwarna jingga, dan angin sepoi-sepoi bertiup lembut, tapi pikirannya terlalu penuh untuk bisa menikmatinya.
Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat.
"Hana."
Ia menoleh dan menemukan Ryan berdiri di sampingnya. Wajahnya tampak serius, tidak seperti biasanya.
"Aku bisa ngobrol sama kamu sebentar?" tanyanya pelan.
Hana menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Boleh."
Ryan duduk di sampingnya, tapi tidak langsung berbicara. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah sedang menyusun kata-kata.
"Kamu kenapa sih akhir-akhir ini?" tanyanya akhirnya. "Aku ngerasa kamu mulai menjauh."
Hana tersentak. "Aku? Menjauh?"
Ryan menatapnya tajam. "Iya. Kamu nggak seceria biasanya, terus rasanya ada sesuatu yang kamu tahan. Aku nggak suka, Han. Aku nggak suka kalau kamu diam dan berpura-pura semuanya baik-baik aja."
Hana mengalihkan pandangannya, menggigit bibirnya.
Ia tahu ini akan terjadi cepat atau lambat.
Setelah beberapa saat hening, akhirnya ia berkata pelan, "Ryan… kamu suka sama Selina?"
Ryan terbelalak. "Apa?"
"Aku dengar banyak orang bilang kalau kalian cocok," lanjut Hana, suaranya terdengar hati-hati. "Dan aku lihat sendiri, kalian sering ngobrol berdua. Aku nggak marah, tapi… aku mulai sadar kalau aku nggak suka lihat itu."
Ryan terdiam, seakan mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Hana.
Kemudian, ia terkekeh pelan. "Hana, kamu ini… benar-benar polos atau pura-pura nggak sadar?"
Hana mengerutkan kening. "Maksudnya?"
Ryan menoleh padanya, menatap langsung ke dalam matanya. "Aku pacaran sama kamu. Bukan sama Selina, bukan sama siapa pun. Kenapa aku harus suka sama orang lain?"
Hana membuka mulutnya, tapi tidak ada kata yang keluar.
Ryan menghela napas, lalu melanjutkan, "Aku emang ngobrol sama dia karena dia yang selalu nyari aku. Aku nggak mau jadi orang yang jahat dengan langsung nolak dia mentah-mentah. Tapi kalau ini bikin kamu nggak nyaman, aku bisa jaga jarak."
Hana menunduk, merasa sedikit malu dengan pikirannya sendiri. "Aku bukan nggak percaya sama kamu, Ryan. Aku cuma… nggak suka kalau hubungan kita jadi nggak jelas."
Ryan menatapnya dalam. "Maksud kamu?"
Hana menggigit bibirnya sebelum akhirnya berkata dengan mantap, "Aku nggak mau hubungan kita jadi sesuatu yang bisa diremehkan orang lain. Selina bisa masuk ke kehidupan kamu karena orang-orang nggak tau kalau kita masih pacaran. Jadi… kalau kamu serius, ayo kita publish hubungan kita lagi."
Ryan tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya pada Hana. "Aku nggak pernah main-main sama kamu, Han. Mulai sekarang, kita nggak usah sembunyi-sembunyi lagi."
Hana menatap tangan itu, lalu menggenggamnya dengan yakin.
Mulai hari itu, tidak ada lagi keraguan.
Ryan adalah miliknya.
Dan Hana adalah miliknya.
Tanpa perlu diragukan lagi.
Keesokan harinya, suasana sekolah terasa sedikit berbeda. Bukan karena ada acara khusus atau pengumuman penting dari guru, tetapi karena satu hal—hubungan Hana dan Ryan kini bukan lagi rahasia.
Malam sebelumnya, Ryan mengunggah foto sederhana di Instagram Story. Hanya foto tangan mereka yang saling menggenggam di atas meja kafe, dengan tulisan singkat:
"Not hiding anymore."
Tidak perlu tanda atau mention. Tapi semua orang langsung tahu siapa pemilik tangan satunya.
Dan kini, saat Hana melangkah ke kelas, tatapan penasaran, bisik-bisik, dan bahkan beberapa senyuman menggoda dari teman-temannya langsung menyambutnya.
"Hanaaa!" Ika langsung menghampiri dengan ekspresi penuh antusias. "Jadi bener, kalian balikan?"
Hana hanya tersenyum kecil. "Kita nggak pernah putus, Ka."
Ika ternganga. "Hah? Serius? Tapi kenapa kalian diem-diem aja selama ini?"
Anissa yang duduk di bangkunya ikut menimpali, "Wah, wah, wah… pantesan aja si Ryan nggak pernah deket sama cewek lain, ternyata dia masih setia sama kamu, Han!"
Hana menghela napas sambil tersenyum tipis. "Bukan maksudnya diem-diem sih, cuma… waktu itu kita ngerasa nggak perlu ngumumin apa-apa. Tapi sekarang, aku pikir lebih baik orang tahu aja."
Risa menyenggol lengan Hana dengan tatapan menggoda. "Jadi, sekarang makin lengket dong?"
Belum sempat Hana menjawab, tiba-tiba ada suara lain menyela dari belakang.
"Wih, selamat ya. Akhirnya publikasi juga."
Hana menoleh dan melihat Nayara dengan senyum jahilnya. Di belakangnya ada beberapa teman sekelas lain yang ikut tersenyum.
"Dari dulu udah ketebak sih," kata Nayara sambil duduk di meja sebelah Hana. "Ryan tuh kalau deket sama cewek lain, paling cuma ngobrol bentar. Tapi kalau sama kamu? Wah, beda banget! Tatapan matanya tuh nggak bisa bohong."
Hana merasakan wajahnya sedikit memanas mendengar itu. Ia memang sudah siap menghadapi reaksi teman-temannya, tapi tetap saja, mendengar hal seperti ini langsung dari mulut mereka terasa agak… aneh.
Namun, ia tahu ini adalah bagian dari keputusan yang sudah diambilnya.
Di sisi lain, di kelas Ryan
Ryan baru saja tiba di kelasnya saat beberapa temannya langsung menyapanya dengan penuh godaan.
"Brooo! Akhirnya nggak diem-diem lagi!" seru salah satu temannya, Reno, sambil menepuk bahunya.
"Udah nggak takut direbut orang lagi ya?" Gavin menimpali dengan smirk khasnya.
Ryan hanya terkekeh santai sambil menaruh tasnya. "Aku sih dari dulu nggak pernah takut."
Valeska, yang juga duduk di dekat mereka, ikut menyahut. "Tapi kamu tahu kan, ada yang kecewa karena ini?"
Ryan menoleh dengan alis sedikit terangkat. "Maksud kamu?"
Valeska menatap ke arah pintu kelas, di mana Selina baru saja masuk. Ekspresinya terlihat datar, tapi jelas ada sedikit perubahan dari biasanya.
Ryan hanya diam, tidak bereaksi berlebihan. Ia sudah mengambil keputusan, dan tidak ada alasan untuk merasa bersalah.
✨✨✨
Hii guyss hehe gimana ceritanya?? Seruu gaa?? Yaa aku mulai nulis lagii and klo ada kesalahan kalimat silahkan di komentar 😽 bantu support aku lagii yaahhh thankyou guyss.... JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, AND SUPPORT YAAA
Tunggu kelanjutannya yahh
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 40
Start from the beginning
