Ryan mengangguk pelan, seolah mengerti.

Namun, sebelum obrolan mereka berlanjut, sebuah suara lain memecah suasana.

"Ryan! Aku udah nunggu dari tadi, lho!"

Hana dan Ryan sama-sama menoleh.

Di depan mereka, berdiri Selina.

Ia tersenyum manis, lalu melirik sekilas ke arah Hana sebelum kembali menatap Ryan.

"Kita jadi pulang bareng?" tanyanya dengan nada ringan.

Ryan tampak sedikit kaget, seolah tidak menyangka Selina akan datang secepat ini. Ia melirik Hana sebentar sebelum akhirnya menjawab, "Oh… iya. Bentar, aku ambil tasku dulu."

Hana hanya diam, mencoba tetap tenang meski ada sesuatu yang terasa aneh di dadanya.

Saat Ryan pergi, Selina menoleh ke Hana dan tersenyum tipis.

"Kamu nggak keberatan, kan?" tanyanya dengan nada lembut.

Hana menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Kenapa aku harus keberatan?"

Selina mengangkat bahu santai. "Nggak tahu. Aku cuma ingin memastikan."

Setelah mengatakan itu, Selina berjalan pergi, meninggalkan Hana yang masih duduk di bangku taman.

Angin sore bertiup pelan, membawa serta perasaan yang mulai bercampur aduk dalam hati Hana.

Sejak hari itu, Hana mulai memperhatikan sesuatu yang berbeda.

Bukan hanya tentang Ryan yang lebih sering terlihat bersama Selina, tapi juga perasaan di dalam dirinya yang sulit dijelaskan.

Awalnya, ia mengira semuanya baik-baik saja. Ia sudah terbiasa dengan Ryan, sudah cukup nyaman dengan kebebasannya sendiri, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tapi ternyata, tidak semudah itu.

Setiap kali melihat Ryan dan Selina berbicara, ada sesuatu yang terasa mengganggu.

Bukan perasaan marah, bukan juga cemburu yang berlebihan.

Tapi lebih kepada… aneh.

Seperti ada ruang kosong yang dulu tidak pernah ada, dan sekarang perlahan mulai terasa.

Hari itu, saat jam istirahat, Hana duduk bersama Ika, Risa, dan Anissa di kantin seperti biasa. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana.

Matanya sesekali melirik ke meja lain, di mana Ryan sedang berbincang dengan Selina.

Ia tidak tahu sejak kapan, tapi kini, pemandangan itu mulai menjadi hal yang biasa.

"Hana."

Sebuah tepukan di bahunya membuatnya tersadar.

Ika menatapnya dengan dahi berkerut. "Kamu kenapa sih? Dari tadi diem aja."

Hana menggeleng cepat. "Nggak apa-apa."

Risa menyipitkan mata curiga. "Oh ya? Tapi kamu dari tadi ngeliatin Ryan sama Selina."

Hana terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Aku cuma… ngerasa aneh aja."

Anissa mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aneh gimana?"

Hana menggigit bibirnya. Ia ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan.

Tapi pada akhirnya, ia berkata pelan, "Dulu, aku nggak pernah mikirin dia bakal deket sama siapa. Tapi sekarang, aku mulai sadar kalau ada bagian dari diriku yang ngerasa kehilangan."

Ketiga temannya saling bertukar pandang.

Ika bersedekap. "Itu tandanya kamu mulai sadar, Han. Kamu nggak sekadar nyaman sama Ryan, tapi mungkin… lebih dari itu."

Part Of ClassWhere stories live. Discover now