Hana awalnya tidak terlalu memikirkan hal ini, tetapi lama-lama ia merasa risih dengan tatapan dan bisik-bisik di sekitarnya.
Saat ia berjalan di lorong menuju kelas, Nayara—teman sekelasnya yang selalu jahil—tiba-tiba menghampirinya dengan ekspresi penuh arti.
"Hanaaa, jadi beneran kamu pacaran sama Ryan?" tanyanya dengan nada menggoda.
Hana hanya tersenyum kecil. "Gosip dari mana lagi tuh?"
"Udah, jangan pura-pura. Banyak yang lihat kalian makin sering bareng. Apalagi kemarin waktu pulang bareng, kelihatan banget auranya beda!"
Hana tertawa kecil, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ya ampun, Nay. Aku sama Ryan emang udah dekat dari dulu, biasa aja kali."
Nayara mendekat, berbisik, "Tapi ada yang kepo banget sama hubungan kalian. Denger-denger, ada yang suka sama Ryan juga."
Hana sedikit terkejut, tapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa?"
Nayara mengangkat bahu. "Aku nggak tau pasti, tapi katanya anak kelas lain. Jadi hati-hati aja, nanti ada yang tiba-tiba nyari masalah sama kamu."
Hana hanya bisa menghela napas pelan. Ia tidak menyangka hubungannya dengan Ryan bisa menimbulkan perhatian sebesar ini.
Sementara itu, dari kejauhan, Rafen duduk diam di bangkunya, memperhatikan Hana yang sedang dikerubungi beberapa teman ceweknya. Wajahnya datar, tetapi ada sedikit ekspresi berpikir di matanya.
Ryan juga menyadari ini, dan meskipun ia mencoba mengabaikannya, ia tidak bisa menutupi perasaan tidak nyaman yang muncul di hatinya.
Di sisi lain, Rafa benar-benar terlihat sibuk dengan kehidupannya sendiri. Ia mulai jarang berbicara dengan Hana dan lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-teman dari ekskulnya.
Hana mulai menyadari hal ini, tapi ia tidak tahu apakah sebaiknya ia bertanya langsung atau membiarkan semuanya berjalan apa adanya.
Hari-hari berlalu, dan gosip tentang Selina yang mulai mendekati Ryan semakin menyebar di sekolah. Banyak teman sekelas Hana mulai membicarakannya, termasuk Risa dan Anissa yang semakin sering memberi kode bahwa Hana harus ‘melakukan sesuatu’ jika memang masih peduli pada Ryan.
Tapi Hana tetap menahan diri.
Ia bukan tipe orang yang akan bertindak gegabah hanya karena gosip.
Namun, bukan berarti dia tidak merasa apa-apa.
Sore itu, saat ia baru selesai latihan vokal, ia memutuskan untuk duduk sebentar di taman sekolah sambil menyesap minuman dinginnya. Pandangannya tertuju pada langit yang mulai menguning menjelang senja.
Lalu, sebuah suara familiar menyapanya.
"Sendirian?"
Hana menoleh dan menemukan Ryan berdiri di sampingnya. Ia masih mengenakan seragam olahraga, sepertinya baru selesai bermain basket.
"Iya, lagi santai aja."
Ryan tersenyum kecil lalu ikut duduk di sampingnya. "Aku denger kamu makin sibuk sekarang. Vokal, lari pagi, tugas sekolah… Kayaknya lebih aktif dari sebelumnya."
Hana mengangguk. "Iya, aku ngerasa lebih baik kalau sibuk. Setidaknya, pikiranku nggak terlalu kemana-mana."
Ryan menatapnya sesaat, lalu berkata pelan, "Itu artinya kamu lagi menghindar dari sesuatu?"
Hana terdiam. Ia tahu Ryan bukan tipe orang yang mudah percaya jika ia hanya menjawab ‘enggak’.
Ia menghela napas. "Bukan menghindar. Aku cuma... lagi fokus sama diri sendiri."
BINABASA MO ANG
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 40
Magsimula sa umpisa
