Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Hana.

Selama ini, Ryan adalah sosok yang selalu ada untuknya dengan cara yang sederhana tapi terasa nyata. Sekarang, melihatnya bersikap lebih tertutup membuat Hana merasa ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka.

Sore itu, Hana berlari seperti biasa di sekitar kompleks. Langkah kakinya ringan, menikmati udara segar yang membantunya berpikir lebih jernih.

Saat ia melewati taman kecil di dekat sekolah, ia melihat seseorang duduk di bangku, menatap langit dengan ekspresi kosong.

Ryan.

Hana memperlambat langkahnya. Ia ragu sejenak, tapi akhirnya memutuskan untuk menghampirinya.

"Sendirian aja?" tanya Hana sambil duduk di sebelahnya.

Ryan menoleh sekilas, lalu mengangguk. "Iya. Lagi pengen santai aja."

Hana mengamati wajahnya. Ada sesuatu di sorot mata Ryan sesuatu yang tidak biasa.

"Kamu kelihatan kayak banyak yang dipikirin," kata Hana pelan.

Ryan menghela napas. "Mungkin karena emang ada yang aku pikirin."

Hana menunggu, berharap Ryan akan melanjutkan.

Setelah beberapa detik hening, Ryan akhirnya berbicara lagi. "Kamu masih nyaman sama semua ini, Han?"

Hana mengerutkan kening. "Maksud kamu?"

Ryan menatap lurus ke depan. "Sama aku. Sama kita."

Pertanyaan itu membuat dada Hana sedikit berdebar. Ia tidak menyangka Ryan akan sejujur ini.

Hana terdiam sejenak, lalu menjawab dengan jujur, "Aku nyaman. Tapi kalau kamu ngerasa nggak nyaman, kamu bisa bilang."

Ryan tersenyum kecil. "Bukan nggak nyaman, Han. Cuma... Aku takut bikin kamu susah. Aku nggak mau kita jadi bahan omongan terus."

Hana menatapnya dalam-dalam. "Ryan, kalau kamu masih nganggep aku temen yang berarti, jangan tiba-tiba ngejauh tanpa alasan jelas. Kalau ada yang kamu pikirin, ya kamu ngomong. Biar kita cari jalan keluarnya bareng."

Ryan menunduk, jemarinya saling menggenggam. "Aku ngerti, kok."

Hana tersenyum tipis. "Aku nggak mau kamu ninggalin aku cuma karena takut sama omongan orang, Ryan."

Kata-kata itu menggantung di udara. Ryan tidak langsung menjawab, tapi dari caranya menatap Hana, seolah-olah ada sesuatu dalam dirinya yang mulai berubah.

Setelah beberapa saat, Ryan akhirnya berkata, "Aku bakal pikirin lagi, Han. Tapi makasih."

Hana mengangguk, merasa sedikit lega. Setidaknya, untuk sekarang, mereka masih ada di sisi satu sama lain.

Setelah perbincangan sore itu, Hana merasa sedikit lebih tenang. Meskipun Ryan belum memberikan jawaban pasti, setidaknya ia sudah mulai membuka diri. Itu cukup untuk saat ini.

Hari-hari berlalu dengan lebih ringan. Hana tetap sibuk dengan aktivitas barunya latihan vokal, lari sore, dan sesekali berdiskusi dengan teman-temannya di kelas. Ia merasa lebih bebas, tidak terlalu terbebani oleh omongan orang lain.

Namun, meskipun ia sudah mulai terbiasa dengan kehidupannya yang sekarang, tetap ada momen-momen di mana pikirannya melayang ke arah Ryan. Bagaimanapun juga, Ryan pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Suatu sore sepulang sekolah, Hana berjalan menuju gerbang sambil mengetik pesan di ponselnya. Ia berniat pulang sendiri seperti biasa, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara yang sudah familiar.

"Hana."

Hana menoleh dan melihat Ryan berdiri tidak jauh darinya. Ia tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berjalan mendekat.

"Kamu mau pulang sekarang?" tanya Ryan.
Hana mengangguk. "Iya. Kenapa?"

Ryan mengusap tengkuknya, tampak sedikit canggung. "Aku bisa antar kamu pulang?"

Hana terkejut sesaat, tidak menyangka Ryan akan menawarkan hal itu lagi setelah sekian lama. Ia memperhatikan wajah Ryan yang tampak serius.

Setelah beberapa detik hening, Hana tersenyum kecil dan mengangguk. "Boleh."

Ryan tersenyum lega, lalu berjalan bersamanya menuju parkiran motor. Selama perjalanan pulang, mereka tidak terlalu banyak bicara, tapi keheningan di antara mereka terasa nyaman. Tidak ada beban seperti sebelumnya.

Setelah sampai di depan rumah Hana, Ryan menghentikan motornya dan menoleh ke arah Hana. "Aku nggak mau kita jadi asing, Hana."

Hana menatapnya, hatinya sedikit bergetar mendengar kata-kata itu.

"Aku juga nggak mau," jawab Hana pelan.

Ryan tersenyum kecil. "Kalau begitu, ayo kita coba perbaiki semuanya pelan-pelan."

Hana tersenyum, merasa bahwa mungkin, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, semuanya mulai berjalan ke arah yang lebih baik.

Hari-hari berlalu, dan meskipun Hana dan Ryan tidak kembali seperti dulu, hubungan mereka menjadi lebih nyaman dan dewasa. Tidak ada lagi keharusan untuk selalu terlihat bersama atau memberi tahu dunia tentang mereka. Mereka memilih untuk lebih privat, menikmati momen tanpa harus menjelaskan apa pun kepada orang lain.

Hana pun semakin menikmati kehidupannya. Ia tetap aktif di ekskul vokal, tetap rajin berlari sore, dan semakin menemukan jati dirinya. Tidak ada lagi rasa ragu atau takut akan pandangan orang lain.

Di sisi lain, Ryan tetap ada di sisinya bukan sebagai seseorang yang mengikatnya, tapi sebagai seseorang yang mendukungnya. Mereka berjalan berdampingan, dengan atau tanpa label.

Mungkin ini bukan akhir yang sempurna, tapi ini adalah awal dari sesuatu yang lebih baik.

                             🌷🌷🌷

"Kadang, bukan tentang kembali seperti dulu, tapi tentang menemukan cara baru untuk tetap bersama."

                              ✨✨✨

Hii guyss hehe gimana ceritanya?? Seruu gaa?? Yaa aku mulai nulis lagii and klo ada kesalahan kalimat silahkan di komentar 😽 bantu support aku lagii yaahhh thankyou guyss.... JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, AND SUPPORT YAAA
Tunggu kelanjutannya yahh

Part Of ClassWhere stories live. Discover now