Bahkan, sore itu, saat Hana duduk sendirian di taman sekolah menunggu Ika yang sedang ada urusan di kelas, Rafa datang menghampirinya dengan dua botol minuman dingin di tangan.
"Kelihatannya lagi banyak pikiran," ucap Rafa sambil menyerahkan satu botol minuman pada Hana.
Hana tersenyum kecil, menerima minuman itu. "Kok bisa nebak?"
"Keliatan dari caramu melamun." Rafa duduk di sampingnya, santai seperti biasa. "Ada masalah?"
Hana menggigit bibirnya, ragu. Seharusnya ia tidak menceritakan masalahnya dengan Ryan kepada orang lain, tapi entah kenapa, ia merasa Rafa adalah orang yang bisa dipercaya.
"Ryan…" Hana akhirnya berbicara. "Kayaknya dia nggak nyaman kalau aku dekat sama kamu."
Rafa diam sebentar, lalu mengangguk pelan. "Aku sudah nebak dari awal."
Hana menoleh, terkejut. "Kamu sadar?"
Rafa terkekeh. "Ya. Aku bisa lihat dari cara dia menatap aku setiap kali kita ngobrol."
Hana terdiam.
"Tapi aku nggak bisa menyalahkan dia juga," lanjut Rafa. "Wajar kalau seseorang cemburu kalau orang yang dia sayang sering bersama orang lain."
Hana menggenggam botol minumannya lebih erat. "Tapi aku nggak ngelakuin hal yang salah, kan?"
"Enggak," kata Rafa cepat. "Tapi di hubungan itu ada yang namanya perasaan. Kadang, meskipun nggak ada yang salah, seseorang tetap bisa merasa tersakiti."
Kata-kata itu membuat Hana terdiam. Ia mulai menyadari bahwa mungkin… Ryan merasa takut kehilangan dirinya.
Tapi, sebelum Hana bisa menjawab, tiba-tiba seseorang berdiri di depan mereka.
Ryan.
Tatapannya dingin, matanya mengarah langsung pada Rafa sebelum akhirnya beralih ke Hana.
"Kita bisa bicara sebentar?" tanyanya, nadanya datar tapi terdengar jelas ada ketegangan di dalamnya.
Hana menatap Rafa sebentar, sebelum akhirnya bangkit berdiri dan mengikuti Ryan menjauh.
Rafa hanya bisa menghela napas, menatap punggung Hana yang semakin menjauh sambil berpikir, "Hubungan mereka mulai rapuh, dan aku ada di tengah-tengahnya."
Hana mengikuti langkah Ryan yang berjalan dengan cepat ke arah lorong belakang sekolah yang lebih sepi. Begitu mereka sampai di sana, Ryan berhenti dan menghela napas panjang sebelum menatap Hana dengan serius.
"Kamu sebenernya sadar nggak, Han?" Ryan membuka pembicaraan dengan suara pelan tapi penuh tekanan. "Akhir-akhir ini kamu lebih sering sama Rafa dibanding aku."
Hana terkejut mendengar itu. "Ryan, aku—"
"Aku nggak bilang kamu selingkuh atau gimana," potong Ryan cepat, nada suaranya sedikit lebih lembut. "Tapi… aku juga manusia. Aku nggak bisa pura-pura nggak ngerasa apa-apa setiap kali ngeliat kamu nyaman sama dia."
Hana mengernyit, merasa bingung sekaligus bersalah. "Tapi, aku dan Rafa cuma teman, Ryan."
Ryan tertawa kecil, tapi terdengar hambar. "Iya, aku tahu. Cuma teman. Tapi kamu sadar nggak, Han? Kadang, justru yang 'cuma teman' itu yang akhirnya jadi lebih dekat dibanding yang udah pacaran."
Hana terdiam. Ada sesuatu dalam cara Ryan mengatakannya yang membuat dadanya terasa berat.
"Aku nggak mau kehilangan kamu," lanjut Ryan, kali ini suaranya lebih pelan, hampir seperti bisikan. "Tapi kalau aku terus merasa begini… aku nggak tahu sampai kapan aku bisa tahan."
ESTÁS LEYENDO
Part Of Class
Novela JuvenilSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 38
Comenzar desde el principio
