Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Ryan menghampiri Hana dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Hana, kita harus ngomong nanti," katanya singkat sebelum pergi lebih dulu.

Hana hanya bisa diam. Dia tahu, cepat atau lambat, perasaan yang terpendam pasti akan terbuka juga.

Setelah beberapa hari berlalu sejak kedatangan Rafa, perubahan kecil mulai terasa di antara mereka semua. Hana tidak bisa mengelak bahwa ia nyaman berbicara dengan Rafa. Cowok itu punya cara bicara yang tenang dan menyenangkan, membuat obrolan selalu terasa ringan.

Tapi bagi Ryan, itu adalah tanda bahaya.

Setiap kali ia melihat Hana tersenyum saat berbicara dengan Rafa, ada sesuatu di hatinya yang terasa sesak. Ia tahu Hana tidak berbuat salah, tapi tetap saja… ada rasa cemburu yang semakin lama semakin sulit dikendalikan.

Siang itu, saat istirahat, Ryan mendekati Hana yang sedang duduk di kelasnya bersama Rafa. Ia tidak langsung berkata apa-apa, hanya berdiri di depan meja Hana, menatap mereka berdua.

Hana mengangkat wajahnya, sedikit terkejut. “Ryan?”

Ryan tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang berbeda. “Bisa ngobrol sebentar?”

Hana menatap Rafa sebentar sebelum mengangguk dan bangkit dari kursinya. Mereka berdua berjalan keluar kelas, mencari tempat yang lebih sepi di koridor.

“Ada apa?” tanya Hana lembut.

Ryan menghela napas sebelum akhirnya berkata, “Kamu… nyaman ngobrol sama Rafa, ya?”

Hana mengerutkan kening. “Iya, dia teman yang asik buat diajak ngobrol. Kenapa?”

Ryan menunduk sebentar, lalu menatap mata Hana dalam-dalam. “Aku nggak suka.”

Hana terdiam.

“Aku tahu aku nggak bisa ngatur-ngatur kamu,” lanjut Ryan dengan suara lebih pelan, “tapi aku nggak bisa bohong kalau aku ngerasa… cemburu.”

Hana menggigit bibirnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Ia tidak pernah ingin membuat Ryan merasa seperti ini, tapi di sisi lain, ia juga tidak bisa begitu saja menjauh dari Rafa tanpa alasan yang jelas.

“Ryan…” Hana akhirnya bersuara, “kamu tahu kan, aku sayang sama kamu? Aku nggak akan ninggalin kamu cuma karena Rafa.”

Ryan menatapnya dengan ragu. “Tapi… perasaan orang bisa berubah, Hana.”

Kata-kata itu membuat Hana terdiam lebih lama. Ia ingin menyangkal, ingin meyakinkan Ryan sepenuhnya, tapi… entah kenapa ada sedikit keraguan dalam dirinya.

Sementara itu, dari kejauhan, Rafa dan Rafen sama-sama melihat mereka berdua berbicara. Rafa tetap dengan ekspresi tenangnya, sementara Rafen mengernyit, seolah menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

Dan saat itulah, ketegangan mulai terasa lebih kuat di antara mereka semua.

Sejak percakapan mereka di koridor, Hana merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Ryan jadi lebih sering mengirim chat, lebih sering mencari Hana saat di sekolah, dan lebih sering memasang ekspresi tidak nyaman setiap kali melihatnya bersama Rafa.

Sikapnya tidak berlebihan—Ryan tidak langsung marah atau menuntut Hana menjauh dari Rafa. Tapi, dari sorot matanya yang tajam dan caranya berbicara yang lebih dingin, Hana bisa merasakan bahwa Ryan mulai merasa terancam.

Namun, di sisi lain, Rafa tetap seperti biasa. Ia tidak berubah—masih menjadi sosok yang ramah, tenang, dan menyenangkan untuk diajak bicara. Setiap kali mereka ngobrol, Rafa selalu punya sesuatu yang menarik untuk dibahas.

Part Of Classحيث تعيش القصص. اكتشف الآن