Hari-hari setelah pengakuan Hana tentang hubungannya dengan Ryan terasa sedikit berbeda. Bukan hanya bagi Rafa, tetapi juga bagi Rafen.
Di dalam kelas, Hana tetap mengobrol dengan Ika dan Risa seperti biasa. Namun, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Rafen mulai menjaga jarak. Jika dulu ia masih sesekali menyapa atau bercanda dengan Hana, kini ia lebih banyak diam dan fokus pada dunianya sendiri.
Saat jam istirahat, Hana sengaja menunggu lebih lama di kelas, berharap Rafen akan tetap di dalam. Namun, saat bel berbunyi, Rafen langsung bangkit dan keluar tanpa sepatah kata pun.
Hana menghela napas pelan. "Dia mulai menjauh, ya?" gumamnya dalam hati.
Ika yang duduk di dekatnya ikut memperhatikan. "Lo masih kepikiran soal Rafen?" tanyanya pelan.
Hana tersenyum tipis. "Entahlah, rasanya aneh aja. Biasanya dia nggak gini."
Risa menatap Hana dengan ekspresi paham. "Hana, lo nggak bisa maksain semua tetap sama kayak dulu. Ada yang berubah, dan itu wajar. Kasih dia waktu."
Hana mengangguk, meski dalam hati ia masih merasa ada yang mengganjal.
Di luar kelas, Rafen duduk di bangku taman sekolah, menatap layar ponselnya tanpa benar-benar fokus. Rafa duduk di sebelahnya, memainkan botol minuman di tangannya.
"Lo yakin nggak mau ngomong sama Hana lagi?" tanya Rafa akhirnya.
Rafen tertawa kecil. "Bukan nggak mau. Cuma... mungkin gue butuh waktu. Lo juga pasti ngerti, kan?"
Rafa menghela napas. "Iya, sih. Tapi gue nggak mau kehilangan mereka sebagai teman."
Rafen menatap langit. "Gue juga nggak. Tapi kalau tetap ada di dekat mereka cuma bikin gue semakin sadar kalau gue cuma 'orang lain' sekarang, gue rasa lebih baik gue fokus ke hal lain."
Rafa diam. Ia tahu Rafen bukan tipe orang yang suka mengungkapkan perasaannya secara langsung. Tapi dari cara Rafen berbicara, Rafa tahu... ia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.
Beberapa hari berlalu, dan Hana mulai terbiasa dengan perubahan ini. Ia masih menghabiskan waktu bersama Ryan, dan sesekali berbincang dengan Rafa.
Namun, di suatu sore, saat sekolah hampir sepi, Hana melihat Rafen berdiri di depan gerbang, tampak ragu untuk pergi.
Hana mengumpulkan keberaniannya dan mendekat. "Hei, kamu nggak langsung pulang?"
Rafen menoleh, terlihat sedikit terkejut. Namun, ia segera memasang ekspresi santai. "Enggak, nunggu angkot."
Hana menggigit bibirnya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia tidak tahu harus mulai dari mana.
Akhirnya, Rafenlah yang berbicara lebih dulu. "Hana, lo tahu kan kalau semua orang punya cara sendiri buat ngadepin sesuatu?"
Hana mengangguk pelan.
"Jadi... kalau gue terlihat menjauh, bukan berarti gue benci sama lo. Gue cuma butuh waktu buat ngerapihin pikiran gue sendiri."
Hana terdiam sesaat, lalu tersenyum kecil. "Aku ngerti."
Rafen mengangguk ringan, lalu melangkah pergi. Dan untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, Hana merasa sedikit lebih lega.
Setelah kejadian di taman sekolah, suasana di antara mereka menjadi sedikit berbeda. Rafa mulai lebih sering muncul di sekitar Hana, bukan dalam arti romantis, tapi lebih ke arah teman yang asik untuk diajak bicara. Ryan menyadari itu, dan meskipun Hana selalu meyakinkan bahwa Rafa hanya teman, perasaan tidak nyaman tetap muncul di hatinya.
Di sisi lain, Rafen sudah tidak terlalu sering muncul dalam lingkaran pertemanan Hana. Ia lebih banyak sibuk dengan kehidupannya sendiri, dan entah mengapa, Hana merasa ada sedikit kelegaan di hatinya.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 38
Start from the beginning
