Hana menggeleng pelan. “Nggak apa-apa. Cuma kepikiran sesuatu aja.”

Risa menyipitkan mata. “Jangan-jangan karena tadi pagi?”

Hana tersentak. “Tadi pagi kenapa?”

“Jangan pura-pura nggak tahu. Aku lihat, kok. Kamu ketemu cowok baru, kan?” Risa terkekeh pelan. “Siapa dia? Kayaknya bukan siswa lama.”

Hana terdiam sejenak sebelum menjawab, “Dia… Rafa. Teman lamaku.”

Risa mengangkat alis. “Oh, jadi teman lama, ya?” Nada suaranya terdengar menggoda. “Ryan tahu nggak?”

Hana langsung mendelik. “Kamu ini, deh.”

Risa tertawa kecil, tetapi sebelum bisa melanjutkan godaannya, bel istirahat berbunyi.

Hana menghela napas lega, bersyukur bisa menghindari pertanyaan Risa lebih jauh.

Saat ia membereskan bukunya, ponselnya bergetar lagi. Sebuah pesan masuk dari Ryan.

“Sayang, aku udah di kantin. Kamu mau makan apa?”

Hana tersenyum tipis, lalu mengetik balasan:
“Aku nyusul sekarang.”

Namun, saat ia keluar kelas, langkahnya terhenti. Di ujung koridor, ia melihat sosok yang sudah memenuhi pikirannya sejak tadi pagi.

Rafa.
Dan kali ini, ia sedang berdiri menunggunya.

Setelah Rafa resmi masuk ke sekolah, suasana di kelas Hana sedikit berubah. Banyak yang penasaran dengan murid baru yang punya latar belakang menarik pernah tinggal di luar negeri, anak pengusaha sukses, dan punya aura yang cukup berbeda dari siswa lainnya.

Hana awalnya tidak terlalu memperhatikan Rafa. Baginya, ini hanya murid baru biasa. Tapi lama-kelamaan, ia mulai menyadari sesuatu. Rafa bukan hanya menarik perhatian teman-teman sekelas, tapi juga langsung akrab dengan beberapa orang, termasuk Gavin dan beberapa anak laki-laki lainnya.

Saat jam istirahat, Hana sedang berjalan menuju kantin bersama Ika dan Risa, ketika tanpa sengaja ia melihat Rafa berdiri di dekat lapangan basket. Ia terlihat sedang berbincang dengan beberapa anak laki-laki dari kelas lain. Cara bicaranya tenang, namun tetap ramah.

Ika berbisik ke Hana, "Eh, Hana, menurut kamu Rafa gimana?"

Hana mengangkat bahu. "Biasa aja sih. Kenapa?"

"Ya soalnya dia beda aja auranya," timpal Risa. "Tadi pas perkenalan di kelas, dia keliatan kalem tapi ada wibawa gitu. Kayak nggak gampang didekati."

Hana hanya tersenyum kecil. Ia memang melihat sekilas bagaimana Rafa memperkenalkan diri tadi pagi. Bahasa tubuhnya santai, tapi caranya berbicara membuat orang lain langsung terfokus padanya.

Saat mereka akhirnya tiba di kantin dan mulai makan, tiba-tiba seseorang datang dan berdiri di sebelah Hana.

"Hana, boleh duduk di sini?"

Hana menoleh dan cukup terkejut. Itu Rafa.

Ika dan Risa saling bertukar pandang dengan mata berbinar penuh arti. Sementara itu, Hana mengangguk pelan. "Iya, duduk aja."

Rafa duduk di kursi kosong di samping Hana. "Aku belum sempat kenalan langsung sama kamu. Nama kamu Hana, kan?"

Hana mengangguk. "Iya, kamu Rafa."

"Iya," jawab Rafa dengan senyum tipis. "Aku baru pindah, jadi masih harus adaptasi. Kalo ada apa-apa, boleh kan aku nanya ke kamu?"

Hana sedikit terdiam, lalu mengangguk lagi. "Boleh."

Ika dan Risa yang mendengar percakapan itu hampir ingin tertawa karena reaksi Hana yang canggung. Mereka tahu Hana bukan tipe yang gampang akrab dengan orang baru, apalagi seseorang seperti Rafa yang tiba-tiba menunjukkan ketertarikan untuk berbicara dengannya.

Part Of ClassWhere stories live. Discover now