Ryan hanya tersenyum ringan, mengusap rambutnya yang berantakan. "Kamu bisa percaya sama gue. Gue nggak bakal biarin ini jadi masalah. Semua orang juga bakal kebiasa kok."
Namun, meskipun Ryan meyakinkan Hana dengan kata-katanya, ada sedikit keraguan yang mengganjal di hati Hana. Ryan selalu tampak begitu santai, tetapi apakah dia benar-benar memahami semua konsekuensinya? Apakah ia benar-benar siap untuk menghadapi semua hal yang akan datang?
"Tapi, Ryan... kita harus hati-hati." Hana menambahkan, menatap mata Ryan dengan serius. "Aku nggak mau bikin orang lain bingung atau terluka."
Ryan mengangguk, mengerti perasaan Hana. "Iya, gue tahu kok, Hana. Kita harus mulai lebih hati-hati. Gue nggak mau ngecewain kamu. Tapi kalau semua orang tahu, mereka juga harus ngerti. Kita kan cuma manusia biasa."
Hana menatap Ryan dengan sedikit kebingungan, merasa ada ketegangan yang membebani dirinya. Tetapi kemudian, Ryan mengulurkan tangannya, seolah ingin memberikan ketenangan pada Hana.
"Ayo, kita nggak usah pikirin itu dulu. Kita harus nikmatin waktu kita sekarang. Jangan biarkan orang lain merusak hari kita." Ryan berkata dengan penuh keyakinan.
Hana mendesah pelan, akhirnya menyerah pada suasana yang dibawa Ryan. Mungkin benar, saat ini mereka tidak bisa terus-menerus terbebani dengan apa yang orang lain pikirkan.
Mereka akhirnya duduk di bangku taman yang sepi, jauh dari keramaian sekolah. Ryan membaringkan kepalanya di pangkuan Hana, sebuah tindakan yang lebih menunjukkan keintiman dari hubungan mereka. Hana terdiam, terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba itu. Ia langsung merasa salting dan malu, namun di sisi lain, ia juga merasa ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih nyaman.
Beberapa detik berlalu dengan hening, hanya terdengar suara angin yang berhembus pelan. Hana menatap langit sore yang mulai memerah, merasa cemas dan bingung, tetapi juga tersentuh dengan kehadiran Ryan di sampingnya.
“Ryan...” Hana akhirnya memulai percakapan dengan suara yang agak ragu. "Apa yang sebenarnya kamu rasakan?"
Ryan mengangkat sedikit kepalanya, menatapnya dengan pandangan serius. "Aku suka sama kamu, Hana. Aku ingin ini jadi lebih dari sekadar rahasia."
Hana hanya terdiam, mencoba memproses kata-kata Ryan yang begitu sederhana namun mengguncang perasaannya.
Sementara itu, di dalam kelas, teman-teman mereka masih heboh membicarakan kejadian itu. Namun, tidak ada yang tahu bahwa hubungan antara Hana dan Ryan kini semakin dekat, dan perasaan mereka mulai lebih nyata.
Saat jam pelajaran hampir berakhir, Hana masih duduk di bangku taman bersama Ryan, terjebak dalam percakapan yang penuh emosi. Dia merasa seperti berada dalam dunia yang berbeda—tempat di mana hanya ada dia dan Ryan. Tapi kesenangan itu harus segera berakhir karena mereka berdua tahu bahwa jam pulang sekolah sudah dekat, dan Hana masih harus kembali ke kelas.
"Hana, kamu nggak takut mereka pada nyariin kamu?" Ryan bertanya, suaranya masih santai, meskipun ada sedikit kekhawatiran.
Hana meresapi pertanyaan itu. Benar, dia seharusnya sudah kembali ke kelas. Teman-temannya pasti sudah mencari-cari keberadaannya. Tapi di sisi lain, Hana merasa berat untuk meninggalkan Ryan setelah mereka mulai membuka perasaan satu sama lain.
"Aku harus kembali ke kelas," Hana menjawab akhirnya, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Tapi aku nggak tahu gimana ngadepin mereka setelah kejadian tadi."
Ryan mengangkat tubuhnya dan duduk dengan posisi yang lebih tegak. Dia menatap Hana dengan serius, meskipun senyum masih terukir di wajahnya. "Yaudah, kalau kamu mau ke kelas, aku bakal nganterin. Tapi jangan takut soal yang tadi, Hana. Kita cuma punya waktu ini untuk nikmatin bareng."
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 33
Start from the beginning
