Untuk pertama kalinya, Hana merasa takut kehilangan seseorang.
Setelah percakapan sore tadi, Hana terus memikirkan Ryan. Biasanya, jika ia tiba-tiba mengirim pesan seperti itu, Ryan akan menanggapinya dengan santai atau membalas dengan candaan. Tapi kali ini, ia malah diam.
Hana berbaring di kasurnya, menggulir layar ponsel berulang kali, berharap ada balasan baru dari Ryan. Namun, tidak ada apa-apa.
Hatinya semakin gelisah.
Apakah aku salah ngomong tadi?
Hana tahu bahwa hubungannya dengan Ryan masih rahasia. Tidak ada yang tahu mereka dekat seperti ini. Tapi sekarang, ia merasa ada sesuatu yang berubah.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar.
Ryan: “Aku nggak kecewa.”
Hana menatap pesan itu lama sebelum membalas.
Hana: “Beneran?”
Tidak ada jawaban selama beberapa menit, hingga akhirnya Ryan membalas lagi.
Ryan: “Ya. Kalau aku kecewa pun, itu bukan salah kamu.”
Pesan itu membuat dada Hana semakin sesak.
Kenapa rasanya malah makin nggak enak?
Ia mengetik sesuatu, lalu menghapusnya. Berkali-kali. Hingga akhirnya, ia hanya membalas dengan sederhana:
Hana: “Aku cuma nggak mau kita jadi aneh.”
Ryan membalas lebih cepat kali ini.
Ryan: “Aku juga.”
Hana menghela napas pelan. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi antara mereka. Tapi satu hal yang ia sadari malam ini untuk pertama kalinya, ia benar-benar takut kehilangan Ryan.
Kamis Pagi
Keesokan paginya, Hana berangkat ke sekolah seperti biasa. Ia masih sedikit linglung, tetapi mencoba bersikap normal.
Di kelas, semuanya berjalan seperti biasa. Ika sibuk dengan Reno, Risa dan Anissa mengobrol tentang tugas, sementara Rafen sesekali bercanda dengan teman-temannya.
Namun, Hana menyadari sesuatu—Ryan tidak mengirim pesan pagi ini.
Biasanya, Ryan selalu mengirim setidaknya satu pesan sebelum sekolah dimulai. Tapi kali ini, tidak ada.
Hana mencoba menahan diri untuk tidak berpikir berlebihan.
Mungkin dia sibuk.
Tapi tetap saja, ada perasaan aneh yang mengganggunya sepanjang pagi.
Saat jam istirahat, tanpa sadar, matanya mencari sosok Ryan. Namun, Ryan tidak ada di kantin seperti biasanya. Ia juga tidak terlihat di lorong.
“Nyari siapa?” suara Ika tiba-tiba menyadarkan Hana.
Hana tersentak. “Nggak… nggak siapa-siapa.”
Ika menatapnya curiga. “Kamu aneh hari ini.”
“Apa?”
“Kamu kelihatan kayak lagi gelisah.”
Hana tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian. “Nggak, kok.”
Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu kalau Ika benar.
Ada sesuatu yang salah.
Dan itu membuat Hana semakin takut.
Hana tidak bisa membiarkan perasaan bersalah ini berlarut-larut. Ia tahu kalau terus menghindar, semuanya hanya akan semakin buruk.
Jadi, tanpa memberitahu siapa pun, ia memutuskan untuk langsung pergi ke kelas Ryan.
Saat sampai di depan pintu kelas, beberapa siswa yang sedang mengobrol langsung menatapnya. Mereka jelas terkejut melihat Hana tiba-tiba datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 32
Mulai dari awal
