Sepulang sekolah, Hana berjalan sendirian sambil mengingat kembali percakapannya dengan Rafen tadi. Meski awalnya ia ingin menjaga jarak, pada akhirnya ia malah mengizinkan Rafen tetap berinteraksi seperti biasa.
Namun, baru beberapa langkah menuju rumah, tiba-tiba pikirannya beralih ke seseorang Ryan.
Aku terlalu fokus sama Rafen sampai lupa kalau aku juga ada hubungan sama Ryan…
Hana terdiam di trotoar sejenak. Selama ini, tidak ada yang tahu tentang hubungannya dengan Ryan. Mereka berdua sengaja merahasiakannya karena Hana sendiri masih ragu bagaimana harus bersikap.
Tapi untuk pertama kalinya, ia merasa bersalah.
Selama ini, ia selalu memastikan tidak ada yang kecewa atau salah paham. Namun, kali ini ia malah merasa telah mengabaikan Ryan.
Bagaimana kalau Ryan tahu aku masih dekat dengan Rafen? Apakah dia akan kecewa?
Pikirannya semakin kacau. Ia tahu Ryan bukan tipe orang yang akan langsung menegur atau marah, tetapi justru karena itu, ia semakin takut jika Ryan sebenarnya diam-diam menyimpan perasaan kecewa.
Setibanya di rumah, Hana langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan diri di kasur. Ia menatap langit-langit, mencoba mencari jawaban dari perasaan yang sedang ia alami.
Tak lama kemudian, ponselnya bergetar.
Ryan: “Hana, kamu udah sampai rumah?”
Jantungnya sedikit berdebar saat membaca pesan itu. Ia menatap layar ponselnya cukup lama sebelum akhirnya membalas.
Hana: “Udah. Kamu?”
Ryan: “Udah juga. Capek nggak?”
Hana tersenyum kecil. Ryan selalu menanyakan hal-hal sederhana seperti itu, seolah ia benar-benar peduli pada keseharian Hana.
Hana: “Lumayan.”
Ia hampir mengetik pesan lain, ingin menanyakan apakah Ryan baik-baik saja. Namun, sebelum ia sempat mengirimnya, sebuah notifikasi lain muncul di ponselnya.
Ryan telah mengirimkan sebuah foto.
Saat Hana membukanya, itu adalah foto langit sore yang diambil dari sudut jalan dekat rumah Ryan. Pesan berikutnya menyusul.
Ryan: “Langitnya bagus. Kamu suka?”
Hana menatap foto itu lama sebelum akhirnya mengetik balasan.
Hana: “Suka. Bagus banget.”
Ia menggigit bibirnya, hatinya masih dipenuhi kegelisahan. Ia ingin memastikan bahwa Ryan tidak kecewa, tetapi ia juga tidak tahu bagaimana cara menanyakannya tanpa terlihat aneh.
Setelah beberapa menit, Hana akhirnya mengumpulkan keberanian dan mengetik satu pesan lagi.
Hana: “Ryan, kamu nggak apa-apa, kan?”
Ryan butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya membalas.
Ryan: “Kenapa kamu nanya gitu?”
Hana: “Nggak tahu. Aku cuma…”
Hana ragu, tetapi akhirnya ia menulis,
Hana: “Aku cuma nggak mau bikin kamu kecewa.”
Kali ini, balasan dari Ryan lebih lama dari sebelumnya. Hana menunggu dengan cemas, hingga akhirnya sebuah pesan masuk.
Ryan: “Kenapa kamu tiba-tiba bilang gitu?”
Hana menarik napas dalam-dalam sebelum membalas.
Hana: “Nggak apa-apa. Cuma kepikiran aja.”
Ryan tidak membalas lagi setelah itu. Hana menatap ponselnya dengan perasaan tidak menentu. Ia tidak tahu apakah Ryan benar-benar baik-baik saja atau hanya berusaha menyembunyikan sesuatu.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 32
Start from the beginning
