Hana menatap punggungnya dengan perasaan campur aduk. Ia merasa lega sudah menjelaskan semuanya, tetapi juga sedikit tak nyaman melihat respons Rafen yang seperti kecewa.
Setelah percakapan tadi pagi, Hana merasa suasana antara dirinya dan Rafen menjadi sedikit berbeda. Saat mereka kembali ke kelas, Rafen tidak lagi menghampirinya seperti biasa. Ia lebih banyak duduk bersama teman-temannya, sesekali tertawa kecil saat mereka bercanda.
Hana tidak tahu harus merasa lega atau justru aneh dengan perubahan sikap itu.
“Jadi, gimana tadi?” bisik Risa pelan ketika guru belum datang.
Hana menoleh. “Gimana apanya?”
“Ngobrol sama Rafen,” sahut Anissa yang ikut penasaran.
Hana menghela napas. “Nggak ada yang spesial. Aku cuma bilang kalau aku nggak sengaja masukin dia ke daftar teman dekat di Instagram, makanya aku agak menjaga jarak.”
Ika yang mendengar itu ikut menimpali, “Terus dia marah?”
“Nggak sih. Tapi kayaknya dia agak kecewa.”
Mereka bertiga bertukar pandang seolah memahami situasi Hana.
“Ya udah, kalau menurut kamu itu yang terbaik,” kata Ika akhirnya.
Hana hanya mengangguk pelan. Namun, saat ia tanpa sengaja melirik ke arah Rafen, ia mendapati cowok itu juga sedang menatapnya sekilas sebelum kembali berbicara dengan teman-temannya.
Saat bel istirahat berbunyi, Hana, Ika, Risa, dan Anissa berjalan ke kantin bersama. Mereka memilih tempat duduk di sudut yang agak sepi sambil menikmati jajanan masing-masing.
“Eh, ngomong-ngomong soal anak-anak kelas,” Risa membuka pembicaraan, “kalian sadar nggak sih, Valeska akhir-akhir ini lebih sering ngobrol sama Gavin?”
“Ya iyalah, mereka kan satu tim di lomba paskibra,” jawab Anissa.
“Tapi aku rasa mereka emang cocok,” tambah Ika sambil menyeruput jusnya.
Hana mendengarkan sambil tersenyum tipis. “Aku nggak terlalu merhatiin, sih.”
“Kalau Dirga gimana?” tanya Risa tiba-tiba. “Kalian nggak penasaran dia deket sama siapa?”
“Dirga tuh tipe yang susah ditebak,” kata Anissa. “Aku pernah lihat dia ngobrol lama sama Nayara, tapi kayaknya cuma becandaan doang.”
Mereka tertawa kecil. Namun, pembicaraan mereka terhenti ketika Rafen tiba-tiba muncul di dekat meja mereka.
“Hana,” panggilnya singkat.
Hana menoleh. “Ya?”
“Aku mau ngomong sebentar.”
Teman-temannya langsung melirik Hana dengan tatapan penuh arti. Hana sendiri ragu sejenak, tetapi akhirnya ia bangkit dan mengikuti Rafen ke tempat yang lebih sepi di dekat kantin.
“Ada apa?” tanya Hana hati-hati.
Rafen memasukkan tangannya ke saku celana, menunduk sebentar sebelum akhirnya berkata, “Aku cuma mau bilang… nggak usah terlalu jaga jarak kalau itu malah bikin kamu nggak nyaman.”
Hana sedikit terkejut. “Maksudnya?”
“Aku ngerti kenapa kamu begitu. Tapi kalau akhirnya kita malah jadi kayak orang asing, aku juga nggak suka.”
Hana menatapnya lama. Entah kenapa, kata-kata itu membuat hatinya sedikit hangat.
“Jadi kita masih bisa ngobrol kayak biasa?” tanyanya pelan.
Rafen mengangguk. “Ya, kalau kamu mau.”
Hana tersenyum kecil. “Oke.”
Mereka kembali ke kantin, dan kali ini, perasaan canggung yang tadi sempat ada perlahan menghilang.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 32
Start from the beginning
