Hana mengusap air matanya cepat-cepat. "Nggak apa-apa, Ryan. Cuma... aku lagi sedih aja."
Alih-alih bertanya lebih jauh, Ryan hanya duduk di sampingnya, memberikan permen dari sakunya. "Makan ini. Biar nggak terlalu sedih."
Sejak saat itu, Hana mulai melihat Ryan sebagai teman yang spesial. Bukan karena hal besar, tapi karena perhatiannya yang kecil dan tidak terduga.
Hana sadar bahwa perasaannya terhadap Ryan tidak pernah benar-benar berubah. Tapi... apakah ia bisa membalas perasaan itu?
Ia menghela napas, lalu menyalakan mesin motornya. "Aku butuh waktu," gumamnya dalam hati.
Lalu, ia melaju pulang, meninggalkan keraguan yang masih menggantung di udara.
Hari Selasa… Itu batas waktu yang ia tentukan sendiri untuk memberikan jawaban kepada Ryan. Tapi semakin ia memikirkan hal itu, semakin ia merasa ragu.
"Kalau aku jawab iya, apa semuanya bakal tetap sama?"
Tanpa sadar, Hana sudah sampai di depan rumahnya. Ia mematikan mesin motor dan melepas helm, menghela napas sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah.
Rumah terasa sepi. Wajar saja, adik-adiknya masih ikut mamahnya di luar kota. Setelah menutup pintu, ia langsung menuju kamar dan merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar yang dingin karena AC menyala.
"Kenapa rasanya sesulit ini?" gumamnya pelan.
Pikirannya berkecamuk. Antara takut kehilangan Ryan sebagai teman, takut merusak suasana di antara mereka, dan juga takut kalau hatinya sendiri akan terluka di kemudian hari.
Ponselnya bergetar di atas meja. Ada notifikasi dari Ryan.
Ryan: "Udah sampai rumah?"
Hana menatap pesan itu lama sebelum akhirnya membalas.
Hana: "Udah. Kamu masih di kafe?"
Pesan itu langsung centang dua, tapi Ryan tidak langsung membalas. Hana memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan pikirannya.
Selang beberapa menit, ponselnya bergetar lagi.
Ryan: "Iya, masih. Aku sama Rama."
Ryan: "Kamu istirahat aja, jangan dipikirin terlalu berat."
Hana tersenyum kecil membaca pesan itu. Seperti biasa, Ryan selalu bisa membaca suasana hatinya.
Ia meletakkan ponselnya di samping bantal dan menutup matanya. Besok masih hari Minggu, masih ada waktu untuk memikirkan semuanya…
Tanpa sadar, ia tertidur.
Saat Hana tertidur, pikirannya masih dipenuhi kebimbangan. Namun, di dalam mimpinya, semuanya terasa begitu jelas.
Ia melihat dirinya sendiri, duduk di ruang tamu rumahnya. Di sampingnya, Ryan duduk dengan wajah sedikit tegang, sementara mamah dan adik-adiknya duduk di seberang mereka.
"Jadi, kamu serius sama Hana?" suara mamah terdengar lembut tapi penuh arti.
Ryan mengangguk yakin. "Iya, Tante. Aku serius. Aku ingin jadi seseorang yang selalu ada buat Hana."
Hana bisa merasakan wajahnya memanas, tapi ia tidak bisa menutupi senyum yang muncul di bibirnya.
Mamah menghela napas sebentar sebelum tersenyum. "Kalau memang kalian saling suka dan bisa saling menjaga, Mamah nggak akan melarang. Tapi harus tetap fokus sekolah, ya?"
"Iya, Tante," jawab Ryan mantap.
Rania dan Raina, adik kembarnya, tiba-tiba bersorak. "Kak Hana punya pacar! Kak Hana punya pacar!"
ESTÁS LEYENDO
Part Of Class
Novela JuvenilSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 28
Comenzar desde el principio
