Sebelum pergi, Hana melambaikan tangan ke teman-temannya yang lain. Ika, Risa, dan beberapa orang lainnya masih lanjut mengobrol, hanya melirik sebentar dan membalas lambaian tangannya.
Keluar dari kafe, Hana menghela napas pelan. Udara siang terasa cukup hangat, dan jalanan mulai lebih ramai.
Saat ia sampai di tempat parkir, ponselnya bergetar. Ada pesan dari Ryan:
Ryan: Hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut.
Hana tersenyum kecil sebelum mengetik balasan.
Hana: Iya, tenang aja. Makasih, Ryan.
Setelah itu, ia memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu menaiki motornya. Mesin dinyalakan, dan dengan sekali tarikan gas, Hana melaju menuju rumah, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Setelah Hana tiba di rumah, ia langsung masuk ke kamarnya, melepaskan tas, lalu merebahkan diri di kasur. Ia menarik napas panjang, matanya menatap langit-langit kamar sambil memikirkan perasaannya. "Aku harus kasih jawaban hari Selasa..." gumamnya pelan.
Ponselnya bergetar. Ada notifikasi chat dari Ika.
Ika: "Udah di rumah?"
Hana: "Udah. Tadi aku langsung pulang, capek."
Ika: "Ohh, kupikir kamu masih di luar. Btw, kamu baik-baik aja, kan?"
Hana: "Baik sih... tapi aku lagi kepikiran sesuatu."
Ika: "Ryan?"
Hana: "..."
Hana menghela napas sebelum akhirnya meletakkan ponselnya di samping. Dia malas membahasnya sekarang. Bukannya tidak ingin curhat ke Ika, tapi semakin ia membicarakannya, semakin berat rasanya.
Perutnya mulai terasa lapar. Ia bangkit, menuju dapur, dan membuka kulkas. "Masak mi instan aja, deh," katanya pada diri sendiri. Sambil menunggu air mendidih, pikirannya terus melayang ke Ryan.
Di sisi lain, Ryan yang sedang di rumah pun tampak bolak-balik di kamarnya. Dia ingin menghubungi Hana lagi, tapi takut terlalu memaksa.
Sore menjelang malam, setelah mandi dan beristirahat sebentar, Hana akhirnya membuka ponselnya lagi. Kali ini, ada chat dari Ryan.
Ryan: "Udah sampai rumah dari tadi?"
Hana: "Udah. Dari sebelum Zuhur tadi."
Ryan: "Ohh... gimana harimu?"
Hana: "Baik, cuma agak capek aja. Kamu sendiri?"
Ryan: "Sama. Aku juga capek... kepikiran sesuatu sih, tapi nanti aja deh."
Hana: "Apa?"
Ryan: "Gak apa-apa, santai aja dulu."
Hana mengernyit. Ryan seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi menahannya. Mungkinkah dia sedang gelisah menunggu jawaban?
Hana menatap layar ponselnya cukup lama sebelum akhirnya mengetik balasan.
Hana: "Oke. Kalau mau cerita, kasih tahu aku aja."
Ryan membaca pesan itu dan tersenyum kecil. Sementara itu, Hana kembali bersandar di kasur, mendengarkan musik, mencoba menenangkan pikirannya sebelum tidur.
Besok masih hari libur. Tapi dalam hati, Hana tahu bahwa hari Selasa akan semakin dekat, dan ia harus segera memutuskan.
Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir kegelisahan yang tiba-tiba menyerang. Tapi hatinya justru mengajaknya kembali ke masa lalu.
Hana mengingat kembali momen ketika ia pertama kali bertemu Ryan di SMP. Awalnya, mereka hanya sebatas teman biasa. Ryan adalah tipe orang yang kalem, lebih suka mengamati daripada banyak bicara. Tapi entah bagaimana, seiring waktu, ia selalu ada di sekitar Hana baik saat Hana sedang senang, maupun ketika ia terpuruk.
Salah satu momen yang paling diingat Hana adalah saat ia menangis diam-diam di perpustakaan karena kehilangan sesuatu yang penting.
"Kamu kenapa?" tanya Ryan pelan.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 28
Start from the beginning
