Ryan hanya tersenyum kecil sebelum kembali menyesap minumannya. "Yah, mungkin ada sesuatu yang dia rasain tapi nggak bisa dia ungkapin," ujarnya tenang.
Hana menatapnya, sedikit terkejut dengan cara Ryan membaca situasi.
Di sisi lain, Rafen berjalan keluar kantin dengan tangan terkepal, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang sejak tadi mengganggunya.
Bel Pergantian Jam Berbunyi, Tapi Kelas Malah Ribut
Setelah istirahat berakhir, para siswa kembali ke kelas dengan suasana yang masih riuh. Beberapa masih asyik ngobrol tentang kejadian di kantin tadi, sementara yang lain sibuk dengan urusan masing-masing.
Namun, ketika bel pergantian jam berbunyi, tidak ada tanda-tanda guru masuk. Gavin, yang duduk di bangku belakang, langsung menyadari situasi ini dan berseru, "Eh, jam kosong, nggak sih?"
Begitu kata "jam kosong" keluar, seluruh kelas langsung heboh. Ada yang buru-buru keluar untuk beli jajan lagi, ada yang main game, dan ada yang langsung tidur dengan santai.
Nayara, yang memang terkenal paling jahil, tiba-tiba berdiri di depan kelas sambil mengangkat setumpuk kartu kecil. "Oke, karena kita nggak ada pelajaran, kita main Truth or Dare!" serunya dengan semangat.
Hana yang sedang ngobrol dengan Ika dan Risa langsung menoleh. "Seriusan, Nay?" tanyanya ragu.
"Tentu! Dan aku udah pilih orang-orang yang bakal ikut!" Nayara menunjuk beberapa orang yang duduk di sekitar—Hana, Ika, Risa, Anisa, Rafen, Abi, dan dirinya sendiri. "Udah, udah, kalian nggak bisa nolak!"
Abi langsung tertawa. "Yaudah, ayo gas! Tapi jangan kasih dare yang aneh-aneh ya!"
Nayara malah nyengir licik. "Mana seru kalau nggak aneh?"
Ryan, yang baru saja kembali ke kelas, melihat ke arah mereka dengan alis terangkat. "Kalian main apa?"
Risa dengan cepat menjawab, "Truth or Dare. Lo ikut nggak?"
Ryan mengangkat bahu. "Gue lihat-lihat dulu aja."
Permainan pun dimulai. Nayara mengocok kartu dan mulai menunjuk orang secara acak. Beberapa tantangan dan pertanyaan awal masih ringan, seperti "Siapa orang yang paling nyebelin di kelas?" atau "Tunjukkan chat terakhir di HP lo!"
Sampai akhirnya giliran Hana.
"Truth or dare?" tanya Nayara dengan nada penuh jebakan.
Hana berpikir sejenak, lalu menatap Nayara dengan yakin. "Dare," jawabnya.
Seketika Nayara tertawa penuh kemenangan. "Oke, dare buat kamu adalah... tanya Ryan satu pertanyaan tentang apa pun yang paling bikin kamu penasaran!"
Suasana langsung berubah. Semua orang otomatis menoleh ke arah Ryan, sementara Hana langsung menegang.
Ryan, yang sedari tadi duduk santai, akhirnya menatap Hana dengan ekspresi tenang. "Jadi, kamu mau nanya apa?"
Hana menggigit bibirnya, merasa sedikit terjebak. Ia harus memilih pertanyaan yang tepat.
Setelah Hana kena giliran truth or dare dan akhirnya memilih truth, ia mendapat kesempatan untuk bertanya kepada siapa pun. Semua mata tertuju padanya, menunggu siapa yang akan jadi targetnya.
Hana berpikir sejenak sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke Ryan, yang duduk santai dengan ekspresi percaya diri.
“Aku mau tanya Ryan,” kata Hana, membuat kelas semakin riuh.
Ryan menaikkan sebelah alisnya, menatap Hana dengan penuh rasa ingin tahu. “Oke, tanya apa?”
Hana menarik napas, lalu bertanya dengan suara yang sedikit ragu, “Apa pernah ada seseorang di kelas ini yang bikin kamu deg-degan atau merasa spesial?”
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 27
Start from the beginning
