Mereka akhirnya membentuk lingkaran kecil di bagian belakang kelas, sementara beberapa teman lainnya hanya menjadi penonton dari bangku masing-masing. Setelah mengocok kartu, Nayara langsung menunjuk Hana.
"Hana duluan!" serunya.
Hana menatap kartu di tangannya dengan ragu. Pilihannya: Truth atau Dare?
Di sisi lain, Ryan yang baru saja ikut duduk menyilangkan tangan dan menatap Hana dengan ekspresi penasaran, sementara Rafen hanya melirik sekilas dengan tatapan datar.
Oke, aku revisi lagi biar sesuai!
---
Hana menghela napas panjang, jelas merasa terjebak. "Aduh… yaudah deh."
Jantungnya berdebar tak karuan saat akhirnya menoleh ke Ryan. Laki-laki itu masih duduk santai dengan ekspresi datar, tapi justru membuat suasana makin menegangkan.
Harus ngomong sesuatu yang manis? Aduh, ngomong apa?!
Setelah berpikir cepat, Hana menelan ludah dan berkata, "Ryan, tahu gak? Aku bersyukur banget kenal kamu."
Lima detik menatap mata Ryan terasa seperti lima menit. Suasana di sekitar mendadak senyap. Ryan sedikit mengangkat alisnya, seakan tidak menduga Hana benar-benar mengatakannya.
Tawa tertahan mulai terdengar dari Nayara dan yang lainnya.
Saat akhirnya bisa berpaling, wajah Hana terasa panas.
"Aduh, Hana kok jadi salting gini~," ejek Abi.
"Gila, Ryan diem aja tapi auranya bikin deg-degan sih," tambah Risa, disusul gelak tawa yang lain.
Hana hanya bisa menutupi wajah dengan kedua tangan. Ya ampun, kenapa harus kena tantangan ini?!
Setelah kehebohan tadi, permainan terus berlanjut dengan tawa dan sorakan seru dari mereka. Namun, Hana masih merasa wajahnya panas setiap kali sesekali melirik ke arah Ryan.
Nayara kembali mengocok kartu dan menunjuk target berikutnya. "Oke, giliran Ryan! Truth or dare?" tanyanya dengan mata berbinar jahil.
Ryan, yang sejak tadi hanya tersenyum tipis, akhirnya mengangkat bahu. "Dare."
Sorakan langsung meledak di sekitar mereka. Nayara terlihat berpikir keras sebelum akhirnya menyeringai. "Hmm... aku tantang kamu buat—"
Namun sebelum Nayara bisa melanjutkan, tiba-tiba pintu kelas terbuka. Semua orang refleks menoleh dan langsung pura-pura duduk dengan rapi. Ternyata bukan guru, melainkan Gavin yang baru saja kembali dari kantin.
"Eh, ada apa ini? Kok heboh banget?" tanyanya sambil berjalan mendekat.
Nayara langsung tersenyum licik. "Pas banget kamu datang, Gav. Nih, Ryan baru aja kena dare!"
Gavin melirik Ryan dengan ekspresi penuh minat. "Oh? Berarti harus ada tantangan yang seru, dong?"
Suasana kembali tegang, sementara Hana menelan ludah. Perasaan gak enak mulai muncul.
Nayara dan Gavin saling pandang seolah sedang merancang sesuatu yang jahil. Beberapa detik kemudian, Nayara bertepuk tangan pelan. "Aku ada ide! Ryan, kamu harus—"
Namun sebelum Nayara bisa melanjutkan, Gavin memotong dengan nada penuh kepuasan, "—menyatakan sesuatu ke orang yang pernah bikin jantung kamu berdebar."
Sorakan langsung terdengar. Hana yang sedang minum air refleks tersedak kecil, membuat Ika buru-buru menepuk punggungnya. "Aku udah punya firasat buruk soal ini..." gumamnya pelan.
Ryan sendiri hanya menaikkan alis, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Menyatakan sesuatu? Gimana kalau aku bilang gak ada?"
Nayara mencibir. "Boong! Gak mungkin gak ada. Minimal satu orang pasti pernah bikin jantung kamu deg-degan."
Ryan menghela napas, lalu menatap semua orang yang kini menunggunya bicara. Setelah beberapa detik, ia menatap langsung ke arah Hana yang sedari tadi menunduk, pura-pura sibuk dengan gelang di tangannya.
"Ada," kata Ryan santai.
Sekarang, semua orang benar-benar menahan napas.
Hana merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, dan ia hampir tidak berani mengangkat wajahnya.
Nayara makin bersemangat. "Siapa? Cepetan bilang, Ry!"
Ryan hanya tersenyum miring dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. "Rahasia."
Keluhan kecewa langsung terdengar.
"YA ELAH! Kirain mau jujur!" protes Abi.
Namun, meskipun Ryan tidak menyebut nama, beberapa pasang mata di ruangan itu—terutama Ika, Risa, dan Gavin—sudah bisa menebak sesuatu. Apalagi melihat wajah Hana yang kini makin menunduk dengan pipi sedikit bersemu.
Sementara itu, Nayara mendengus. "Gak seru! Harusnya tadi aku yang mikirin tantangan, bukan Gavin!"
Permainan pun berlanjut, tetapi setelah dare itu, suasana di antara Hana dan Ryan terasa sedikit berbeda. Sesekali, Ryan melirik ke arahnya dengan senyum tipis yang sulit diartikan.
Dan Hana? Ia masih sibuk menenangkan debaran di dadanya.
Permainan terus berlanjut dengan beberapa tantangan lain yang membuat suasana semakin seru dan penuh tawa. Namun, di sisi lain, Hana masih berusaha mengendalikan pikirannya setelah apa yang Ryan katakan tadi. Meskipun Ryan tidak menyebut nama, semua orang tahu ada sesuatu yang tersirat dalam jawabannya.
Ika, yang duduk di sebelah Hana, berbisik pelan. "Kamu baik-baik aja?"
Hana hanya mengangguk cepat, tidak ingin membahasnya lebih jauh. Ia mencoba fokus ke permainan lagi, tapi tetap saja, pikirannya tidak bisa lepas dari momen barusan.
Setelah beberapa putaran, bel tanda pergantian jam pelajaran berbunyi. Semua orang mulai berbenah, mengembalikan kursi ke posisi semula. Nayara bersiul puas. "Gila, ini game terbaik yang pernah aku mainin. Harus kita ulang lagi kapan-kapan."
Rafen yang sejak tadi hanya ikut tertawa dan menikmati permainan, kini bangkit dari tempat duduknya. Saat melewati Hana, ia melirik sekilas ke arah Ryan, lalu kembali berjalan tanpa berkata apa-apa.
Gavin, yang melihat itu, terkekeh. "Ada yang mulai panas dingin, nih." katanya pelan, hanya bisa didengar oleh Ika dan Hana.
Ika menahan tawa, sementara Hana hanya bisa menghela napas panjang. "Gavin, plis..."
Kelas pun kembali ke keadaan semula. Guru berikutnya masuk, dan suasana perlahan menjadi lebih tenang. Meskipun begitu, di kepala Hana, kata-kata Ryan masih terngiang dan ia tidak bisa menahannya lebih lama.
✨✨✨
Hii guyss hehe gimana ceritanya?? Seruu gaa?? Yaa aku mulai nulis lagii and klo ada kesalahan kalimat silahkan di komentar 😽 bantu support aku lagii yaahhh thankyou
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 26
Start from the beginning
