"Udah kamu dengerin?"

Aku geleng.

"Belum. Di bus tadi berisik, aku nggak bisa denger jelas. Tapi di bawah pesan suaranya, ada chat dari Rama."

Aku kasih lihat pesan itu ke Ika.

Itu dari Ryan. Kamu dengerin aja nanti.

Ika langsung melotot.

"Serius? Ryan? Ini suaranya dia?"

Aku angguk pelan, lalu neken tombol play.

Dari speaker HP, suara Ryan kedengeran jelas:

"…aku suka Hana dari pertama kali ketemu…”

Ika langsung refleks nutup mulut pake tangan.

"Astaga, Nis. Ini beneran?"

Aku buru-buru ngepause rekaman sebelum kelar. Jantungku deg-degan.

"Jangan kasih tau siapa-siapa dulu," bisikku.

Ika ngangkat tangan.

"Tenang, aku nggak bakal bocorin. Tapi… ini menarik banget."

Aku hembusin napas pelan.

"Makanya, sekarang kita harus pura-pura biasa aja di depan Hana."

Kita saling pandang sebentar sebelum keluar dari toilet. Aku dan Ika kembali jalan menuju Hana dan Risa, tapi kali ini ada rahasia besar yang harus kami simpan.

Setelah beberapa menit berkeliling di pintu masuk, Pak Aryo dan guru sejarah kami memanggil semua siswa untuk berkumpul di area tengah museum. Suasana di dalam gedung ini agak sejuk karena AC, tapi tetap terasa ramai dengan suara rombongan lain yang juga sedang berkunjung.

Pak Aryo berdiri di tengah, memegang secarik kertas.

"Oke, sekarang kita akan bagi kelompok untuk eksplorasi museum ini. Setiap kelompok terdiri dari enam orang, dan sudah saya acak sebelumnya."

Beberapa siswa mulai bersorak pelan, berharap bisa sekelompok dengan teman-teman dekat mereka. Aku sendiri hanya berharap tidak satu kelompok dengan orang yang terlalu asing buatku.

Guru sejarah mulai membaca daftar kelompok.

"Kelompok satu: Hana, Ika, Rafen, Zayn, Fadlan, dan Nayara."

Aku yang tadinya berdiri santai langsung terdiam sejenak. Satu kelompok sama Rafen?

Mataku melirik ke belakang, ke arah Rafen yang juga tampak sedikit terkejut. Tapi dia nggak bereaksi berlebihan, hanya memasukkan tangan ke saku celananya dan menatap ke depan dengan ekspresi datar.

Aku menelan ludah. Kenapa harus satu kelompok sama dia?

Sementara itu, di sebelahku, Ika langsung menahan tawa kecil.

"Menarik sekali, ya," bisiknya.

Aku melotot ke arah Ika. "Apa yang menarik?"

Ika mengangkat bahu dengan ekspresi polos.

Pak Aryo melanjutkan membaca daftar kelompok lainnya, termasuk kelompok dua yang berisi Risa, Anisa, Abi, Rizfan, Melva, dan Dirga. Setelah semua kelompok diumumkan, kami diberi instruksi untuk mulai eksplorasi museum dan mencatat hal-hal menarik yang kami temukan.

Aku menghela napas sebelum berjalan mendekati kelompokku. Nayara sudah lebih dulu menyenggol lenganku.

"Wah, Hana. Kamu satu kelompok sama Rafen, tuh."

Aku mencoba tersenyum biasa saja. "Iya, terus kenapa?"

Nayara tertawa kecil. "Nggak kenapa-kenapa, sih. Cuma seru aja, gitu."

Part Of ClassWhere stories live. Discover now