"Ryan ikut?" Mamanya terdengar berpikir sejenak. "Ya udah, tapi jangan lupa jaga diri, jangan terlalu capek. Kalau ada apa-apa, langsung kabarin Mama, ya."

Hana tersenyum lega. "Iya, Mah. Makasih ya!"

"Sama-sama. Oh iya, uangnya cukup?"

"Cukup, Mah. Aku masih ada tabungan kok."

"Oke, yang penting jaga kesehatan. Mama nggak bisa sering-sering ngecek karena di sini juga sibuk, ya."

"Iya, Mah. Hati-hati juga di sana."

Setelah menutup telepon, Hana menghela napas lega. Izin sudah didapat, jadi besok bisa berangkat tanpa khawatir. Ia lalu mengecek beberapa hal yang harus disiapkan untuk perjalanan besok sebelum akhirnya beristirahat. Besok pasti akan jadi hari yang panjang.

Setelah menutup telepon dengan mamanya, Hana meletakkan ponselnya di meja dan meregangkan tubuh sejenak. Namun, baru beberapa detik ia berusaha rileks, layar ponselnya kembali menyala.

Hana melirik sekilas dan melihat notifikasi dari sebuah bank. "Transaksi masuk: Rp10.000.000 dari Mama."

Mata Hana membesar. "Hah?! Sepuluh juta?!"

Ia buru-buru membuka notifikasi tersebut dan memastikan bahwa memang ada transferan dari mamanya. Tangan Hana langsung bergerak mengetik pesan.

Hana: Ma, ini maksudnya apa? Kok transfer sepuluh juta?!

Namun, sebelum pesannya terkirim, layar ponselnya kembali menyala dengan panggilan masuk dari Ryan. Hana makin bingung. Dengan cepat, ia mengangkatnya.

"Halo, Ryan? Kenapa?"

Dari seberang, suara Ryan terdengar ragu-ragu. "Hana... Mama kamu barusan nelpon aku."

Hana langsung duduk tegak. "Hah?! Ngomong apa?"

Ryan menarik napas. "Mama kamu minta aku buat jagain kamu besok selama study tour. Sampai malam."

Hana makin terkejut. "Serius? Kok bisa Mama punya nomor kamu?"

"Aku juga nggak tahu, mungkin dari Ika. Tapi intinya, beliau bilang kalau kamu anak perempuan satu-satunya, jadi harus ada yang nemenin dan jagain."

Hana mengusap wajahnya, masih tidak percaya. "Mama keterlaluan banget... Aku ngerti dia khawatir, tapi ini lebay!"

Ryan terkekeh. "Ya, pokoknya besok aku tetap jagain kamu. Jangan macem-macem, ya."

Hana mendengus. "Yaelah, kayak aku bakal hilang aja."

"Bukan gitu. Tapi kan kamu suka lupa makan, apalagi kalau udah jalan-jalan."

Hana menghela napas panjang. "Iya, iya... Besok lihat aja gimana."

"Sip, sampai ketemu besok."

Setelah menutup telepon, Hana masih menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Mama benar-benar terlalu khawatir... tapi setidaknya, dia punya cukup uang untuk menikmati study tour ini tanpa perlu khawatir kekurangan.

Pagi hari tiba, dan suasana sekolah sudah riuh dengan siswa-siswi yang bersiap berangkat study tour. Di parkiran, beberapa bus besar berjejer, siap mengantar rombongan ke destinasi mereka.

Hana berdiri di dekat bus bersama Ika, Nayara, dan Sabila, sambil melihat daftar kehadiran yang dibagikan panitia.

"Hana, lu udah yakin mau ikut?" tanya Ika sambil menyandarkan diri di bahu Hana.

"Ya iyalah, udah fix," jawab Hana santai. "Masa kemarin udah izin ke Mama terus tiba-tiba nggak jadi?"

Di antara keramaian itu, Hana sempat melirik ke arah belakang parkiran. Ia melihat Ryan berdiri di dekat mobilnya, berbicara dengan seseorang. Hana sempat heran kenapa Ryan nggak naik bus bersama yang lain, tapi ia tidak terlalu memikirkannya.

Part Of ClassWhere stories live. Discover now