"Gimana kalau mereka sampai curiga dan cari tahu sendiri?"

Namun, ia segera menepis kekhawatiran itu. Saat ini, yang paling penting adalah Hana. Teman-temannya bisa menunggu, tapi Hana butuh istirahat.

Ryan memutuskan untuk tetap diam dan menunggu sampai Hana sadar. Sesekali, ia mengecek suhu tubuh Hana dengan punggung tangannya. Panasnya mulai berkurang, tetapi wajahnya masih terlihat pucat.

Beberapa jam berlalu. Hana mulai menggeliat pelan, kelopak matanya bergerak sebelum akhirnya terbuka. Pandangannya masih buram saat melihat sosok yang duduk di sampingnya.

“Ryan...?” suaranya serak, hampir seperti bisikan.

Ryan langsung menoleh, mendekat dengan ekspresi lega. “Kamu udah sadar?”

Hana mencoba bangun, tetapi tubuhnya masih terasa lemas. Ryan refleks menopangnya dengan satu tangan di punggungnya.

“Kamu kenapa... Kok bisa ada di sini?” Hana bertanya, bingung melihat keadaan sekelilingnya yang bukan di rumah.

Ryan menghela napas. “Aku ke rumahmu tadi pagi. Pas sampai, aku lihat kamu pingsan. Jadi, aku bawa kamu ke sini.”

Hana terdiam, mencerna kata-kata Ryan. Pikirannya masih kabur, tapi ia bisa mengingat samar-samar kalau tubuhnya memang terasa sangat lemas sejak pagi.

Dia melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa dia ada di rumah sakit. Tangannya masih diinfus, dan di sampingnya, Ryan duduk di kursi dengan wajah khawatir.

Merasa tidak ingin menjelaskan panjang lebar ke siapa pun, Hana hanya mengambil ponselnya yang sudah terisi daya karena Ryan semalam menchargernya. Ia membuka kamera dan memotret tangannya yang sedang diinfus, dengan sedikit bagian tangan Ryan yang terlihat di sampingnya. Foto itu langsung ia unggah ke status WhatsApp tanpa memberi keterangan apa pun.

ribut membahas berbagai hal, tiba-tiba Fadlan berseru dengan nada panik,

"Eh! Yang disimpan nomornya Hana, buruan liat status WhatsApp-nya!"

Beberapa orang yang mendengar langsung buru-buru membuka WhatsApp mereka. Yang ada di daftar teman dekat Hana langsung bisa melihat statusnya, sementara yang lain hanya bisa bertanya dengan penasaran.

Di layar mereka, terlihat foto tangan Hana yang sedang diinfus, dengan sedikit bagian tangan seseorang yang duduk di sampingnya ikut terlihat. Tidak ada caption, tidak ada penjelasan. Hanya foto itu.

"Hah? Hana sakit? Kok nggak ada yang tahu?" ujar salah satu teman sekelasnya dengan ekspresi terkejut.

"Terus itu siapa yang nemenin? Kok kayak cowok?" celetuk yang lain, semakin menambah rasa penasaran anak-anak di kelas.

Sebagian anak yang tidak bisa melihat status itu mulai meminta tangkapan layar dari teman-temannya. Obrolan tentang Hana langsung menyebar ke seluruh kelas. Bahkan beberapa anak dari kelas sebelah juga mulai ikut penasaran.

Sementara itu, Ika yang dari tadi diam langsung buru-buru mengecek ponselnya. Status itu benar-benar membuatnya kaget. Hana tidak memberi tahu apa pun sebelumnya, dan sekarang tiba-tiba dia sakit dan ada seseorang yang menemaninya.

"Aku harus cari tahu..." gumam Ika dalam hati, mulai mengetik pesan untuk Hana.

Setelah memposting status WhatsApp, Hana meletakkan ponselnya di samping tempat tidur rumah sakit. Tubuhnya masih terasa lelah, dan matanya pun perlahan mulai terpejam. Tanpa sadar, ia tertidur dalam keadaan masih terinfus.

Sementara itu, pesan di ponselnya terus berdatangan. Grup kelas mulai ramai membahas statusnya, dan beberapa teman dekatnya mencoba menghubunginya. Namun, tidak ada satu pun pesan yang dibalas oleh Hana.

Part Of ClassWhere stories live. Discover now